Elang menarik napas dalam-dalam. Tapi rasanya udara hotel yang dingin dan mewah itu pun tak cukup menenangkan d**a yang masih berdegup tak beraturan. Matanya menatap kosong ke arah lift yang baru saja menutup—di balik pintu itu, Keira dan Delon menghilang. Tertawa bersama. Bahagia. Seolah dunia ini memang hanya milik mereka berdua. Dan dia? Hanya penonton terlambat. Satu suara menyentuh lengannya. Membuyarkan semuanya. “Lang, kita check-in dulu yuk.” Nada Elin terdengar biasa saja. Nyaris menyebalkan dalam ketenangannya, seolah tak ada yang baru saja terjadi di depan matanya. Elang menoleh pelan. Rahangnya mengeras. “Lo aja yang check-in. Gue nyusul.” Tanpa menunggu reaksi Elin, Elang langsung melangkah ke resepsionis. “Saya butuh dua kamar,” katanya cepat, ekspresinya dingin, suar

