BAB 3 : Tetangga

1675 Words
“Astaga, dingin sekali” Calla memeluk lengannya dengan erat merasakan hawa dingin malam hari setelah pulang bekerja. Kakinya sedikit gemetar saat melangkah hingga membuat Calla berlari agar tubuhnya sedikit lebih panas dan berkeringat. Malam itu terlihat sangat gelap meski jalanan seterang di siang hari, beruntung Calla sudah makan malam sehingga dia bisa mandi dan langsung tidur sepulang bekerja. Gedung apartemen di depannya terlihat sepi membuat Calla langsung melewati pintu utama dan menyapa penjaga yang mala mini bertugas. Calla melihat jam di tangannya yang sudah menunjukan pukul dua belas malam, Calla segera menekan tombol di lift dan masuk. Malam itu terasa sedikit melelahkan karena harus melewati perjalanan jauh pindah dari kota, selain itu Calla langsung bekerja. Rencana bekerja di hari pertama satu jam, berubah menjadi tiga jam karena banyaknya pelanggan. Tangan Calla terangkat hendak menekan tombol. Belum sempat Calla menekan tombol lagi, suara tawa seorang perempuan terdengar mendekatinya. Bibir Calla menekan melihat dua pasangan yang sempat menjadi pelanggan terakhir yang di layaninya masuk satu lift dengannya. Tangan Calla kembali terangkat hendak menekan tombol delapan, namun di saat yang bersamaan sebuah jari menekan tombol yang sama dengannya. Napas Calla tertahan seketika merasakan pembuluh darahnya sedikit memanas. Calla menelan salivanya dengan kuat merasakan hembusan napas seseorang berada di puncak kepalanya, aroma alcohol terasa menyengat, dad4 bidang yang keras dan hangat itu sedikit menyapu bahu Calla ketika pria itu bergerak. Aroma parfum mahalnya yang sangat mudah di ingat di kepala bisa Calla cium. “Sayang” rengek Erica menarik Aric untuk kembali berdekatan dengannya dengannya. Dengan cepat Calla menurunkan tangannya, begitu pula dengan Aric yang lagsung kembali ke arah Erica dan melanjutkan cumbuannya yang sempat tertunda. Perlahan Calla mundur merasakan perasaan tidak nyaman karena dua pasangan yang satu lift dengannya itu tengah b******u dengan panas tidak mempedulikan kehadiran Calla yang berada di ruangan yang sama. Beberapa kali Calla harus menahan napasnya sendiri karena mendengar suara erangan Erica dan aroma alcohol yang cukup mengganggu. Tangan Calla terkepal kuat merasa malu sendiri dan salah tingkah, sangat gila untuknya melihat bagaimana liarnya mereka yang tidak mempedulikan cctv dan dirinya. Wajah Calla bergerak ke sisi dinding Lift yang memantulkan kilauan seperti kaca sehingg Calla mau tidak mau melihat lagi apa yang di lakukan kedua orang itu. “Ahh…” suara desahan dan rengekan Erica terdengar keras, satu kakinya membelit pinggang Aric membiarkan tangan Aric menyentuh dirinya di manapun Aric mau. Telinga Calla memerah seketika, kepalanya menengadah dengan mata terpejam mulai terganggu dengan desahan Erica yang menikmati cumbuan Aric. Satu persatu lantai telah terlewati, penantian Calla agar pintu lift terbuka begitu menyiksanya. Calla kembali membuka matanya lagi, namun yang di lihatya bukan angka di depannya, melainkan tatapan indah sepasang mata biru Aric yang menatapnya dengan lekat dengan mulut yang masih berciuman mesra dengan Erica. Wajah Calla sedikit panas karena malu kedapatan memperhatikan pasangan yang satu lift dengannya tengah b******u, gadis itu memalingkan wajahnya merasakan tatapan Aric yang tidak terlepas darinya meski Calla kini menatap dinding lift. Suara dentingan lift menjadi hadiah luar biasa yang Calla tunggu, dengan cepat gadis itu berlari seperti kelinci kecil yang di buru, dengan gesit dia pergi menuju apartemennya dan menutup pintu serapat mungkin. Napas Calla berubah menjadi cepat, jantungnya berdegup kencang. Calla membungkuk melepaskan sepatunya dan langsung pergi ke kamar mandi. Kepala Calla di penuhi oleh bayangan gila di dalam lift, tidak ada habis pikir dalam kepala Calla memikirkan bagaimana liarnya pria itu dan dengan tidak senonohnya menatap intens Calla sementara dia berciuman dan b******u mesra dengan wanita lain. Pria itu adalah gambaran pria b******n yang harus di jauhi. Kepala Calla menggeleng kuat kembali teringat tatapan intens pria itu yang mengganggu dirinya, “Aku tidak ingin melihat pria c4bul itu lagi!.” Calla menanggalkan pakaiannya dan segera mandi, dia butuh menenangkan dirinya sebelum naik ke ranjang dan mendapatkan tidur nyenyaknya karena besok dia sekolah. ***   Aric memakai celananya lagi dengan cepat, pria itu segera beranjak membuang beberapa alat pengaman yang sudah di pakaianya dan membuangnya ke tempat sampah. Erica bergerak kecil membiarkan tubuhnya masih telanjang sepenuhnya di atas ranjang, gadis itu menatap Aric dengan senyuman puas sambil menumpukan kepalanya pada lipatan tangannya. Cukup membanggakan untuknya bisa menghabiskan waktu dengan Aric. Erica merasa bahagia dan senang karena kelembutan Aric yang pandai menyenangkan hati wanita dengan pesona dan sikapnya yang terkadang membuat Erica menjadi lupa diri. Pria itu memiliki tingkat ke aroganan dan daya pikat yang sangat menawan, Aric adalah magnet besar yang membuat wanita terseret untuk berada di sisinya tanpa memikirkan status yang mereka jalani. Kaki Erica bergerak kecil memperhatikan Aric yang kini berdiri di sisi jendela tengah memandangi kegelapan malam, tubuh atletisnya terlihat menggoda di setiap gerakannya. Erica hanya menggigit bibirnya dan menahan napas merasa tidak bosan untuk mengaguminya, namun dia tidak berani bicara terlalu banyak dengan seorang Aric Hemilton. Aric adalah anak seorang mafia, dia terlahir dari keluarga mafia yang menjadikannya pria keras dan terkadang kejam dalam beberapa waktu. Pria itu sangat tertutup dengan masalah keluarganya, tidak ada yang mengetahui kehidupan Aric yang sebenarnya dan siapa ayahnya yang menjadi salah satu petinggi mafia. Namun di sisi lain Aric adalah seorang Casanova yang sangat mengagumkan, di balik kekasaran dan sikap kerasnya Aric pandai merubah pikiran wanita dengan pesona dan ucapannya yang pandai merayu. Banyak wanita yang terpedaya olehnya meski wanita itu tahu apa yang keluar dari mulut Aric hanyalah bualan. Orang bilang, semakin tertutupnya seseorang, semakin besar pula rasa penasaran orang lain kepadanya. Dan sepertitulah Aric Hemilton, semakin dia tertutup, semakin besar pula pesonanya. “Besok malam ada pesta, kau mau ikut?” Tanya Erica segera beranjak dan memakai pakaiannya kembali. “Tidak, aku ada urusan lain” jawab Aric. “Ah.. baiklah” Erica sedikit menyadari jika jawaban Aric adalah penegasan jika hubungan mereka tidak lebih dari di atas ranjang untuk saling memuaskan. “Aku harus pulang” pamitnya kini sudah berdiri di belakang Aric. Dalam satu gerakan Aric berbalik dan tersenyum menawan, “Seseorang akan mengantarmu.” “Aku harap kau menikmati malam kita” Aric mendekat dan meraih wajah Erica dan menatapnya dengan intens, “Aku sangat menikmatinya, kau cantik dan luar biasa seperti sebutir mutiara yang bisa aku sentuh tanpa celah.” Ucap Aric yang membuat Erica tersipu malu dan tersenyum. “Malam yang menyenangkan” bisik Erica dengan kaki menjinjit meraih tengkuk Aric dan kembali berciuman sebelum memutuskan pergi “Sampai jumpa” senyum Erica terlihat sensual dengan napas yang sedikit lebih cepat mencari pasokan udara. Erica segera pergi. “Sampai jumpa.” Tangan Aric sedikit melambai melihat kepergian Erica. Pandangan Aric mengedar, kaki telanjangnya melangkah melewati ranjang tempatnya selalu dia habiskan dengan bercinta dengan beberapa wanita. Pria itu berdiri di sisi dinding dan menggeser lukisan yang ternyata adalah sebuah pintu. Aric memasuki kamarnya yang sebenarnya, kamar yang tidak pernah di sentuh sipapun. Kamar yang tidak di ketahui oleh siapapun yang pernah memasuki apartemennya. Inilah hidup Aric, dia menghabiskan waktunya sebagai remaja biasa yang haus akan pengalaman dan beberapa hal. Aric sudah tinggal berpisah dengan orang tuanya semenjak dia masuk sekolah menengah atas. Orang tua Aric adalah seorang mafia, dia terlahir dari keluarga mafia dan terbiasa dengan kehidupan keras dan bahaya.  Ketika Aric memutuskan untuk hidup tanpa orang tuanya, pria itu sudah memutuskan untuk tidak meneruskan status berbahaya ayahnya karena Aric ingin kehidupan yang normal. Ayah Aric yang sudah pensiun akhirnya memberikan kepeminpinannya pada adiknya yang bernama Elisio, kepeminpinan Elisio semakin menambah kekuatan keluarga Hemilton karena berhasil mengusai sebagian daratan Negara Neydish. Meski Aric tidak pernah mau terlibat dengan apapun yang berhubungan dengan mafia, namun ada beberapa kesempatan dimana dia juga harus berhubungan dengan para penjahat dan berkelahi. Kekuasaan keluarga Hemilton yang kini semakin menjalar ke dalam badan pemerintahan membuat Aric Hemilton di takuti banyak orang, apalagi reputasi buruknya yang berdarah dingin. ***   Matahari bergerak di upuk timur, hangat sinarnya mulai menerobos gordeng kamar Calla. Kedua mata Calla sedikit mengerjap terpaksa untuk terbuka dan menguap memandangi ke sekitar kamar yang baru pertama kali di tempatinya. Calla bergerak kecil ke sisi mendengarkan suara jam yang membangunkannya, suara perkiraan cuaca hari ini terdengar memberitahukan bahwa akan panas dan sedikit berawan. Pandangan Calla teralihkan, bibir mungil Calla mengukir senyuman memandangi photo di atas nakas, “Selamat pagi Harry.” Bisik Calla memandangi photo dirinya bersama seorang pria, mereka tersenyum lebar terlihat bahagia. Pria itu adalah Harry, kekasih Calla yang kini terpisah oleh jarak karena sekolah mereka terpisah. Calla yang ingin pergi sekolah menyusul Harry ke Belanda bukan karena kekasihnya ada di sana, namun Harry juga adalah salah satu orang yang sangat berpengaruh penting dalam kehidupan Calla bagaimana cara memandang hidup dan menjalaninya untuk menjadi lebih berarti. Calla juga sangat ingin pergi ke Belanda karena dia sebuah impian besar kakaknya yang tidak tercapai. Ada sesuatu yang ingin Calla lakukan disana. Calla bangkit dari tidurnya dan dan turun dari ranjang, di sibaknya gordeng kamar dan membuka jendela. Tubuh Calla mengeliat, kaki kecilnya melangkah ke balkon dan bersandar ke pagar merasakan lebih nyata hangat sinar matahari. Gadis itu menguap lebar dan kembali mengeliat merenggangkan seluruh tubuhnya. Cuaca dingin dan cerahnya sinar matahari membuat Calla cukup bersemangat merasakan hangat sinar matahari menerpa wajahnya, gaun tidur Calla bergerak kecil menyapu pahanya membuat kulit Calla sedikit kedinginan karena gaun tipisnya. Hari ini Calla sudah siap untuk memulai harinya pergi ke sekolah. Calla berbalik, namun senyuman indah yang terukir di bibirnya langsung memudar dengan wajah yang pucat begitu melihat pria yang semalam di temuinya di lift berada di kamar sebelah dan menatap dirinya yang entah sejak kapan. Pria itu berdiri di depan jendela bertelanjang dad4 sama-sama sedang menikmati paginya. Sorot matanya yang biru indah itu terlihat sedikit gelap memandang Calla. Napas Calla terhenti di dad4, tangannya terkepal kuat di penuhi rasa gugup dan salah tingkah karena kembali bertemu dengan Aric. Tanpa pikir panjang Calla langsung berlari kembali masuk ke dalam kamar dan langsung menutup jendela. Perasaan gugup dan takut membuat kulit Calla meremang, entah apa yang sedang di lakukan pria itu di samping kamar miliknya, apakah itu apartemen kekasihnya pria itu?. Bagaimana jika itu  apartemennya sendiri?. Itu artinya Calla dan orang itu akan menjadi tetangga. Pikir Calla dengan setumpuk pertanyaan yang belum dia ketahui jawabannya. To Be Continue . . . .
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD