1.Pernikahan

1743 Words
Pernikahan yang tidak pernah ia bayangkan kini telah usai Sabrina resmi menjadi nyonya Karindra akibat ulah kakaknya yang pergi meninggalkan hari pernikahannya. Pukul sepuluh malam Sabrina sudah berada dikamar yang biasa ia tempati tidak ada dekorasi ala kamar pengantin karena semua diluar rencana. Sabrina telah selesai mandi dan keluar dari kamar mandi menatap jam dinding menunjukkan pukul sebelas kurang lima belas menit, ia duduk ditepi ranjang meraih ponsel diatas nakas melihat pesan pesan yang ia kirimkan melalui aplikasi chat untuk sang kakak tapi masih menunjukkan centang dua yang belum terbaca Sabrina menghela nafas melihat sang kakak tak kunjung ada kabar. Sabrina menghembuskan nafas kasar letih untuk satu hari ini, ia berbaring diranjang untuk mengistirahatkan tubuhnya yang lelah, matanya tetap enggan terpejam, ia menatap sisi kiri ia berbaring ia menghela nafas ia menyadari seharusnya ini malam pengantinnya. Tapi jam sudah menunjukkan pukul sebelas tiga puluh dan tidak ada tanda tanda Ayaz masuk kedalam kamarnya. Bagaimana bisa ia berfikir ini malam pengantinnya, pernikahan mereka saja diluar dugaan. Sabrina bangkit duduk dikepala ranjang, lagi Sabrina menghela nafas kasar entah skenario apa yang Tuhan tulis untuk hidupnya. Masih merenungi keadaanya lamunan Sabrina buyar saat pintu terbuka menampilkan sosok yang sedari tadi ada didalam pikirannya, sesaat mereka saling tatap entah siapa yang mengakhiri Ayaz langsung berlalu masuk kekamar mandi. Sabrina menatap pintu kamar mandi dengan perasaan kacau, entah apa yang harus ia lakukan didalam kamar dengan orang asing yang adalah kekasih kakaknya sendiri dan telah menjadi suaminya. Ia berbaring mencoba memejamkan mata tak berapa lama pintu terbuka menampilkan sosok Ayaz dengan pakaian santai, kaos dan celana pendek. Sabrina memejamkan matanya berpura pura sedang tertidur ia merasakan ranjang bergerak menandakan Ayaz berbaring disampingnya. Karena terlalu lelah ia langsung tertidur saling membelakangi. Sabrina terbangun saat waktu menunjukkan pukul lima pagi ia bergegas kekamar mandi menyambut waktu subuh. Selesai melaksanakan ibadah dua rakaatnya Sabrina menatap sosok yang masih terbaring nyenyak, dilema harus membangunkannya atau membiarkannya saja. Sabrina memutuskan untuk membangunkan Ayaz. "Mass mas bangun" Sabrina menepuk nepuk bahu Ayaz pelan, Ayaz mengerjabkan matanya menatap Sabrina, mencoba menyesuaikan cahaya lampu. "Ada apa??" Ayaz menjawab dengan suara serak khas bangun tidur. "Bangun Mas udah subuh," Ayaz tak langsung bangun ia memejamkan mata sejenak baru bangkit dan duduk dikepala ranjang. Menatap Sabrina sekilas baru berlalu kekamar mandi. Sabrina bergegas merapikan tempat tidur dan menyiapkan keperluan untuk Ayaz melaksanakan ibadahnya. Setelah selesai sabrina langsung turun menuju dapur menemui mamanya dan membantu membuat sarapan waktu menunjukkan pukul lima tigapuluh saat Sabrina memutuskan untuk membantu ibunya. "Loh Kamu sudah bangun Sayang?" tanya mamanya. "Sudah Ma, ada yang bisa Sabrina bantu?" "Tidak perlu Sayang, Mama sudah siapkan semuanya, masih ada Bibi yang bisa bantu Mama, Kamu temenin suami Kamu aja," jawab mama dengan suara lembut. Tapi Sabrina tidak beranjak dari tempatnya ia tetap bertahan dan membantu sang bunda. Tepat pukul tujuh sarapan siap dihidangkan Sabrina menuju kamar untuk memanggil Ayaz. Sesaat ia sampai dikamar Sabrina menatap Ayaz yang tengah berdiri menghadap jendela sambil memainkan ponsel nya. "Mas sarapannya sudah selesai, ayo Papa dan Mama sudah menunggu," Ayaz berbalik dan mengangguk singkat ia berjalan mendahului Sabrina dan turun bersama. Suasana dimeja makan itu tidak begitu ramai hanya beberapa asisten rumah tangga yang sibuk melayani juga kedua orang tua Sabrina, karena insiden pernikahan ini banyak keluarga yang memilih untuk tidak menginap dirumah mereka, Ayaz memilih duduk di samping kanan Amir sementara Sabrina memilih duduk di samping mamanya bagian kiri Amir, mereka makan dalam diam hingga selesai. "Maaf Pa, Ma. Kami sudah memutuskan akan pindah ke Apartemen Aku hari ini juga, itu pun atas ijin Papa dan Mama." ucap Ayaz seraya menatap Amier dan istrinya. "Papa dan Mama tidak mungkin melarang Kamu untuk membawa Sabrina semua keputusan ada pada kalian, tapi alangkah baiknya jika kalian mau tinggal untuk beberapa hari disini. Tapi jika itu menyangkut pekerjaan Nak Ayaz, Papa tidak mungkin melarang." ucap Amir berakhir menatap istri yang menunjukkan raut tak rela jika Sabrina pergi begitu cepat. Sabrina sendiri hanya terdiam ia masih mencerna ucapan Ayaz yang memutuskan mereka untuk pergi hari ini seingatnya ia bahkan tak berbicara dengan Ayaz hingga pagi menjelang. Ia menatap Ayaz yang mengangguk mengiyakan ucapan Amir dan pergi meninggalkan mereka. "Sayang, Kamu harus rajin rajin main kerumah ya, cerita sama Mama jika ada yang mengganjal hatimu." ucap Siska seraya menggenggam erat tangan Sabrina. "Mahh, Sabrina gak kemana mana kok, Sabrina juga masih ada di Jakarta, Sabrina usahain sesering mungkin Sabrina kerumah oke." ucapan Sabrina dibalas pelukan erat oleh sang mama. Ia pun ikut beranjak menuju kamar menemui Ayaz mempertanyakan apa yang mengganjal hatinya. "Maaf mas sepertinya Aku gak merasa kita telah membahas harus tinggal dimana setelah ini!!" ucap Sabrina sesaat masuk kedalam kamar menatap Ayaz yang duduk dipinggir ranjang. "Aku tidak ingin kita berdebat disini, cepat bereskan barang barang mu kita akan pergi sebentar lagi!!" "Tapi mas." Ayaz berlalu begitu saja tanpa mau mendengarkan protes dari Sabrina. Sabrina menghela nafas dan terduduk dipinggir ranjang menatap pintu kepergian Ayaz menyisakan pintu kamar yang tertutup. Ia beranjak dari tempatnya mengambil koper dan mulai merapikan barang barangnya. *** Keputusan yang diambil Ayaz secara sepihak itu benar terjadi Sabrina sudah tiba di gedung Apartemen Ayaz yang bisa dibilang untuk kalangan kelas atas Sabrina masih berdiam diri menatap sosok didepannya yang sibuk mengeluarkan barang barang Sabrina dari dalam bagasi mobil ia tidak menyangka takdir begitu mempermainkan hidupnya yang kini telah merubah statusnya menjadi seorang istri dari pengusaha Ayazid Karindra pria yang tidak banyak berbicara pria berusia tiga puluh tahun itu sosok yang kharismatik hidung mancung alis tebal dan memiliki kulit yang putih untuk ukuran seorang pria siapa yang tidak menyukainya. Sabrina sendiri takut mungkin kah ia bisa tidak jatuh pada pesona pria tampan dihadapannya ini yang kemarin adalah kekasih saudaranya. Lamunan Sabrina buyar saat dilihatnya Ayaz berjalan mendahului ia seketika Sabrina pun mengikuti langkah Ayaz masuk menuju lift Apartemen itu menekan lantai dimana tempatnya tinggal. Mereka saling diam Ayaz berdiri dihadapan Sabrina dengan satu tangan memegang koper Sabrina dan satu lagi ia masukkan kedalam sakunya. Sabrina sendiri hanya berdiam diri dibelakang Ayaz ia sangat enggan berbicara kepada Ayaz bahkan dulu ketika Ayaz dan Kalila pacaran ia bahkan bisa dihitung saling bertegur sapa, karena pribadi Ayaz orang yang tidak banyak berbicara membuat canggung situasi mereka. Bunyi lift menandakan mereka tiba dilantai yang mereka tuju sebisa mungkin Sabrina mengimbangi langkah Ayaz yang memiliki postur tubuh tinggi dan kaki yang panjang, mereka tiba disalah satu apartemen yang mungkin Sabrina ketahui adalah milik Ayaz. Saat masuk Sabrina mengedarkan pandangannya ke seluruh isi diruangan itu nuansa apartemennya lebih ke hitam dan putih saat masuk mereka langsung berada di ruang tv yang menghadap langsung dinding kaca transparan menunjukkan kota Jakarta ada dua kamar dan posisi kamar itu lebih tinggi dan harus melewati lima anak tangga saja, tidak terlalu tinggi Apartemen Ayaz terbuka luas tidak memiliki banyak ruang hanya ada pantry meja makan dua kamar dan ruang tv yang langsung disuguhi dinding kaca transparan. "Ini kamarmu." Sambil menunjuk sebuah kamar Ayaz berdiri tepat didepan Sabrina. "Dan ini kamar ku," tunjuk Ayaz kearah pintu yang bersebelahan dengan kamar Sabrina. "Untuk sementara waktu biarkan seperti ini saja, aku belum terbiasa dengan keadaan ini sampai Lila benar benar kembali, dan satu lagi jangan pernah masuk kekamar ku, Kamu mengerti??" "Ahh, i iya mas." Sabrina menjawab dengan perasaan entahlah ia pun tidak mengerti kenapa rasanya sakit saat Ayaz menjelaskan mereka harus tidur terpisah. Sabrina menatap sayu kepergian Ayaz yang menghilang dibalik pintu kamarnya. Sudahlah ia akan memulai hidupnya untuk hari esok dan mulai beradaptasi dengan keadaan sekitar. Ia melangkah menggeret kopernya masuk kekamar sepertinya ia harus menunaikan waktu ashar karena sudah waktunya tiba. ****** Pagi telah tiba Sabrina yang terbiasa bangun pagi pun sudah siap membersihkan dirinya ia keluar dengan masih menggunakan setelan baju tidur panjang dan kerudung rumahan meskipun Ayaz sudah menjadi suaminya ia masih enggan membuka kerudung di depan pria itu Sabrina sendiri bukan lah gadis berkerudung dengan agama yang fanatik bukan ia hanya mencoba menutup auratnya sesuai anjuran agama ia tetap gadis yang masih mengikuti tren fashion meskipun berhijab tidak seperti kakaknya yang lebih terkesan glamour dan feminim Sabrina tetap bergaya dalam berpakaian yang sesuai syariat islam gadis berusia dua puluh dua tahun itu memiliki paras cantik bulu mata lentik hidung kecil yang mancung kulit putih dan senyum yang ceria Sabrina sendiri gadis yang lemah lembut. Sabrina tengah disibukkan oleh kegiatan masak memasak sarapan ia sendiri tidak tau apa yang biasa Ayaz santap saat sarapan Sabrina hanya membuat omlet karena hanya telur yang tersisa di kulkas. Sabrina cukup terkejut saat Ayaz berjalan menuju pantry membuka kulkas dan menenggak air dingin yang ada didalam botol tatapan Sabrina tidak lepas dari objek didepannya jakun yang naik turun tetesan air yang menetes dari air yang diminum Ayaz serta oh my good Sabrina tidak sanggup menurunkan pandangannya di depannya Ayaz hanya menggunakan handuk dan bertelanjang d**a Sabrina bahkan mematung ditempat dan susah bernafas apakah matanya ternodai dan berdosa oh tidak yang dihadapannya adalah suaminya jadi nikmati saja perut kotak kotak suaminya. Ayaz meletakkan botol air itu dimeja makan sesaat pandangannya mengarah dan bertemu tatap dengan Sabrina wajah Ayaz tampak terkejut. "K kau.." Sabrina langsung membalikkan badannya dan mengangkat omlet yang ia lupakan untuk beberapa saat. "Sejak kapan Kamu ada disini?" tanya Ayaz lagi. "Sejak tadi Mas, Aku masih buat sarapannya, sebaiknya Mas Ayaz pakek baju dulu," Sabrina mengucapkan dengan rona di pipinya untung saja ia sudah membelakangi Ayaz. "Bukan, maksud aku, ooh shit..!!" Bagaimana bisa Ayaz lupa bahwa ia pulang membawa anak gadis orang semalam dan dengan santainya berkeliaran hanya mengenakan handuk karena haus yang tak tertahankan. Ayaz berlalu begitu saja meninggalkan Sabrina yang tersenyum menatap kepergian suaminya ah ya yang tadi itu suaminya Sabrina merasa berdosa jika mengingat Ayaz adalah kekasih saudaranya. Ia mengambil ponselnya yang berada di meja pantry melihat pesan yang ia tujukan kepada sang kakak tapi masih tetap sama belum terbaca ia meletakkan kembali ponsel itu dan menata makanan dimeja makan untuk Ayaz dan sarapan bersama. Setengah jam berlalu Sabrina menunggu Ayaz keluar dari kamarnya tampak pria itu telah rapi dengan setelan jas nya dan sudah menenteng tas kantornya. Ayaz berlalu begitu saja saat menggunakan sepatunya Sabrina menghampirinya "Mas sarapannya sudah Aku siapkan." Ayaz menatap Sabrina sekilas berdiri dan berkata. "Tidak perlu repot repot, setiap hari Aku akan sarapan di kantor saja!!" ucap Ayaz dan menghilang dibalik pintu menyisakan Sabrina yang menatap dengan perasaan yang sulit dijelaskan. Apa Ayaz mencoba membuat benteng antara ia dan Ayaz sepertinya begitu dan dan Sabrina sendiri mengerti sepertinya ia tidak perlu bersikap seperti istri yang harus melayani suaminya. Pernikahan macam apa ini batinnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD