2. Belah Duren

1876 Words
Kini Kia berada di bawah pancuran shower. Menikmati guyuran air dingin yang seketika berhasil menyegarkan tubuh dan pikirannya. Hampir seharian berbalut pakaian pengantin dan menyambut para tamu undangan tentu membuat Kia berkeringat. Karena rasa letih yang mendera, Kia tidak ingin berlama-lama menghabiskan waktu di dalam kamar mandi meskipun sebenarnya bathub yang telah berisi air hangat bertabur kelopak bunga mawar itu telah memangil-manggil dirinya untuk berendam di sana. Kegiatan menyenangkan yang seharusnya Kia lakukan setelah seharian beraktivitas. Dengan cepat Kia membersihkan diri mulai dari keramas, memakai sabun mandi dan wajah, dan menggosok gigi. Setelah mematikan aliran shower Kia bergegas ke luar dari partisi shower. Namun seketika kedua mata Kia terbelalak saat menyadari jika dirinya tadi lupa membawa handuk. "Duh gimana ini aku lupa nggak bawa handuk dan underwear bersih," gerutu Kia seraya memijit kepala yang mendadak terasa pusing karena kecerobohannya. Kia melupakan jika dirinya sedang tidak berada di dalam kamar mandinya sendiri yang selalu tersedia handuk bersih di dalam lemari kecil di bawah cermin. Bibir Kia berdecak kesal. Mana mungkin dirinya memakai piyama tanpa mengeringkan tubuhnya terlebih dahulu dengan handuk. Mata Kia menatap underwear miliknya yang tergantung lalu memejamkan mata. Mana mungkin dirinya memakai ulang underwear yang sudah dipakainya sejak siang tadi. Jika sebelumnya dirinya terbiasa tidur tanpa mengenakan underwear tapi tidak mungkin untuk malam ini. Kepala Kia segera menggeleng dengan cepat saat membayangkan malam pertama yang biasa dilalui oleh para pasangan pengantin baru. Katanya, pengalaman indah yang tak akan pernah terlupakan. "No no! Pokoknya hal itu tidak boleh terjadi!" Kesal Kia semakin merasa frustasi. Lalu dengan terpaksa Kia sedikit membuka pintu kamar mandi untuk melihat posisi Bimo saat ini. Laki-laki itu tampak bersantai di atas ranjang dengan memainkan ponselnya. Kia kembali menutup pintu dan bersandar di sana. Kepala Kia tertunduk, menelisik penampilan polosnya saat ini lalu memejamkan mata. Kia menghela napas panjang sebelum nekat membuka kembali pintu itu dengan jantung berdebar-debar. "Mas Bimo bisa minta tolong?" ucap Kia dengan ragu-ragu. Bimo seketika mengalihkan pandangan dari layar pipih di tangannya ke arah kamar mandi. Dari tempatnya berada Bimo hanya bisa melihat sebagian wajah Kia. rambut panjang Kia pun terlihat dengan jelas dalam kondisi basah. "Iya ada apa Sayang?" balas Bimo seraya beranjak dari ranjang lalu berjalan ke arah kamar mandi. "Eh eh Mas Bimo di sana aja! Jangan dekat-dekat!" pekik Kia dengan panik saat melihat Bimo mendekatinya. "Baiklah ada apa?" Bimo menghela napas panjang dengan kedua tangan yang kini bersidekap di d**a. "Kia lupa bawa handuk Mas," jujur Kia sembari merasakan wajahnya yang memanas. Seketika senyuman merekah di bibir Bimo. "Ya udah ke luar aja nggak papa, lagian kita udah resmi sebagai pasangan suami istri jadi sah-sah aja kan klo aku lihat tubuh istriku sendiri," jawab Bimo dengan santai. Mata tajam itu terlihat berkilat jenaka sekarang. "Eh enak aja. Nggak nggak!" Tukas memekik Kia dengan debaran jantung semakin menggila. "Ya udah," goda Bimo lalu berpura-pura hendak berbalik badan. "Mas Bimo pleaseeee....!" cegah Kia dengan ekspresi memelas. Bimo menatap Kia sembari tersenyum. Sebenarnya Bimo masih ingin menggoda Kia tapi mengingat acara mereka berdua seharian ini tentu membuat Bimo tidak tega. Kia pasti juga kelelahan seperti dirinya. "Baiklah Sayang," balas Bimo lalu segera mengambilkan handuk bersih dari dalam lemari untuk Kia. "Mas bisa minta tolong lagi?" ucap Kia dengan mengulas senyuman kaku saat Bimo baru saja hendak mengulurkan handuk untuknya. "Tolong ambilkan underwear Kia di koper ya?" Setelah mengatakan itu Kia segera mengambil handuk dari tangan Bimo lalu menutup pintu kamar mandi dengan cepat. Di dalam kamar mandi Kia mulai mengeringkan tubuh basahnya sembari menenangkan debaran jantungnya yang sejak tadi menggila sedangkan Bimo terlihat dengan santai membuka koper milik Kia untuk mengambilkan barang pribadi milik istrinya tersebut. "Seksi dan wangi," gumam Bimo dalam hati saat mengeluarkan sepasang underwear berwarna hitam milik Kia yang tanpa sadar ia hidu aromanya. Aroma wangi nan lembut dari pengharum pakaian yang menguar dari sepasang underwear itu berhasil mengundang rasa hangat yang menjalar dalam tubuh Bimo. "Mas kok lama sih! Di koper bagian bawah," teriak Kia dari celah daun pintu saat melihat Bimo yang masih berdiam diri menghadap koper miliknya. "Sabar dong Sayang," balas Bimo yang seketika tersadar dari pikirannya yanyang mulamulai bertingkah liar. Gegas Bimo menyerahkan underwear tersebut lalu segera pergi. Bimo memilih bersantai di balkon kamar untuk menikmati malam di Yogyakarta yang begitu tenang sekaligus menyingkirkan pikirannya yang mulai rusuh. Tak seperti di kota Bandung dan Jakarta yang memang tidak pernah tidur. Di Yogyakarta Bimo bisa mendapatkan ketenangan yang tidak pernah di dapatkannya saat tinggal di kedua kota besar tersebut. Untuk menemani kesendiriannya Bimo mengambil rokok yang memang sengaja ia siapkan di dalam tasnya. Bimo memantik api untuk menyulut rokok tersebut lalu menghisapnya seraya menyandarkan punggung pada kursi, memikirkan banyak hal yang telah ia lewati. Jika dipikir-pikir semuanya terasa lucu dan tak terduga. Dirinya pertama kali bertemu dan berkenalan dengan Azka saat masih menempuh pendidikan kedokteran di Jakarta. Saat itu mereka berkenalan saat masa ospek dan merasa cocok satu sama lain lantaran sama-sama bisa berkuliah berkat pertolongan beasiswa tapi dengan berjalannya waktu Bimo baru menyadari jika Azka, sahabat yang ia anggap sebagai orang biasa saja seperti dirinya nyatanya adalah orang kaya raya yang memilih menyembunyikan identitas aslinya dengan hidup sederhana. Delapan tahun berjuang bersama hingga perpisahan mengambil alih kebersamaan mereka. Bimo dan Azka menyandang gelar sebagai dokter spesialis dalam waktu yang sama. Namun, mereka harus mengejar cita-cita di tanah kelahiran masing-masing. Lalu tanpa sengaja dirinya jatuh cinta pada Kia adik Azka saat acara pernikahan sahabatnya tersebut. Diam-diam Bimo memperhatikan Kia. Hanya itu yang selama ini bisa Bimo lakukan. Mengagumi diam-diam gadis irit bicara tersebut tanpa satupun orang yang tahu. Tak ada hal istimewa dari dirinya untuk mendapatkan hati Kia. Gadis itu terlalu tinggi untuk diraih. Kehidupan Bimo seketika terguncang saat Azka menawarkan sebuah perjodohan antara dirinya dan Kia. Apa yang bisa Bimo lakukan selain menerima tawaran itu meskipun Bimo tahu tidak akan mudah membuat gadis itu jatuh cinta padanya. Kia yang baru saja ke luar dari kamar mandi seketika mencari keberadaan Bimo. Melihat Bimo berada di balkon kamar membuat perasaan Kia lega. Gegas Kia segera melaksanakan salat isya. Setelah salat Kia kembali menatap Bimo dari balik kaca. Laki-laki itu masih tampak asyik dengan lamunannya. Kia terdiam dalam kegelisahan. Apa yang harus ia lakukan sekarang? Menerima pernikahan itu tentu tak mudah bagi Kia yang memang tidak memiliki perasaan apapun pada Bimo. Kia yang saati ini duduk di kursi meja rias lantas meletakkan sisir yang baru saja digunakannya. Sejenak Kia mematut dirinya di balik cermin barulah setelah itu bangkit. Tak acuh, Kia naik ke atas ranjang. Merebahkan tubuhnya di atas ranjang empuk itu seketika berhasil menghadirkan rasa nyaman yang tak terkira. Kia segera memejamkan mata dengan posisi terlentang. Tapi Kia tidak bisa benar-benar tidur. Pikirannya melalang buana pada sosok laki-laki yang saat ini masih berada di balkon. Kia kembali bangun, kedua orang tuanya tidak pernah mengajarkan dirinya bersikap kurang ajar pada orang lain apalagi terhadap suaminya sendiri. Keharmonisan rumah tangga kedua orang tuanya adalah panutannya. Tapi menikah dengan laki-laki yang tidak dicintainya tentu menjadi masalah tersendiri baginya. Kia menoleh ke arah meja yang berisi beberapa menu makanan yang begitu menggugah selera. Mereka berdua tidak makan sejak tadi siang. Pagi pun mereka hanya sempat sarapan sekadarnya saja. Akhirnya Kia mengalah dengan turun dari ranjang. Dengan menghela napas panjang lalu menghembuskan dengan kasar Kia bangkit. Kakinya melangkah menuju di mana Bimo saat ini berada. "Mas Bimo udah malam. Apa Mas nggak ingin beristirahat?" ucap Kia tampak ragu-ragu. Seketika Bimo menatap Kia lalu menekan batang rokoknya ke dalam asbak hingga padam. "Tentu saja Sayang," balas Bimo dengan tersenyum yang menurut Kia terlihat sangat menjengkelkan. Tanpa ingin menanggapi panggilan Bimo untuknya, Kia kembali masuk kamar yang langsung diikuti oleh laki-laki itu. "Sebaiknya Mas Bimo makan dulu. Sejak tadi siang Mas belum makan," ucap Kia lagi lantas kembali naik ke atas ranjang. "Kamu juga belum makan. Kita makan bareng," balas Bimo seraya mengangkat tubuh Kia yang langsung memekik kaget. "Mas Bimo ini apa-apaan sih!" Kia memukul d**a Bimo dengan keras sembari memberontak ingin turun dari gendongan suaminya tersebut. "Ayo kita makan dulu lalu... " ucap Bimo menggantung setelah mendudukkan Kia di sofa dengan nyaman. "Tidur!" tegas Kia seraya melayangkan tatapan tajam kepada Bimo. Melihat Bimo hanya tersenyum membuat Kia kembali mempertegas keinginannya, "Setelah makan kita tidur. Tidak akan ada malam pertama. Titik!" "Iya ya Sayang, aku ngerti. Lagian masih banyak waktu untuk kita melakukannya," goda Bimo dengan menyeringai lalu kembali berkata-kata, "kamu tenang aja. Aku nggak akan maksa kok. Aku akan sabar menunggu sampai kamu siap." Setelah mengatakan itu Bimo lantas meraih piring dan menuangkan nasi sedangkan Kia hanya mampu terdiam sembari mencerna ulang perkataan Bimo yang baru saja didengarnya. "Makan yang banyak biar gemukan dikit," ucap Bimo sembari menyodorkan piring berisi nasi kepada Kia. Tak ingin terus-menerus berdebat Kia segera menerima piring berisi nasi itu dan makan dengan lahap tanpa menghiraukan Bimo lagi. Mereka makan dalam diam lalu setelah selesai Kia segera mendorong meja berisi sisa makanan mereka itu ke luar dari kamar. Meletakkan di samping pintu kamar hotel begitu saja. Tak langsung tidur, Bimo memilih membaca majalah yang tersedia di nakas sampingnya sedangkan Kia lebih memilih membuka akun soal media untuk mengalihkan kegelisahan yang dirasakannya. Untuk kali pertama dirinya akan tidur seranjang dengan laki-laki selain keluarganya. Tentu saja Kia merasa aneh dan canggung namun berbeda dengan Bimo yang justru terlihat tenang dan santai. "Kia sayang udahan dong maen HP_nya. Besok lagi sekarang kamu istirahat dulu," ucap Bimo yang kini tengah merebahkan tubuhnya dalam posisi miring menghadap ke arah Kia. "Klo udah ngantuk Mas Bimo tidur aja duluan. Kia masih asyik ini," balas Kia tak acuh sembari membalas satu persatu komentar dari teman-temannya di **. "Udahan," jawab Bimo lalu meraih ponsel di tangan Kia, meletakkan di nakas sebelahnya begitu saja. "Mas Bimo apa-apaan sih! Balikin HP Kia sekarang juga!" kesal Kia sembari menatap Bimo tajam. Ingin rasanya Kia merebut kembali ponsel miliknya yang berarti tangannya harus melewati tubuh Bimo. "Tidak akan aku kembalikan. Pokoknya kita istirahat sekarang. Klo masih nakal kita belah duren sekarang!" ancam Bimo yang sukses membuat mata Kia terbelalak dengan kedua tangan menyilang di depan d**a. "Nggak, pokoknya Kia nggak mau!" tolak Kia dengan ekspresi ngeri. "Ya udah klo gitu lekas tidur!" titah Bimo dengan menahan senyuman. Sungguh ekspresi wajah Kia saat ini terlihat sangat lucu dan menggemaskan. "Ya udah Kia tidur di kamar Bunda dan Ayah aja," kesal Kia lalu segera beranjak dari ranjang, berjalan menuju pintu dengan menghentakkan kaki keras. Namun Kia tiba-tiba menghentikan gerakan tangannya yang tengah menekan kenop pintu. "Trus entar klo Ayah dan Bunda nanyain Mas Bimo gimana? Duh..." gumam Kia dalam hati. Tentu bukan waktu yang tepat baginya untuk mendapatkan tausiah panjang kali lebar dari kedua orang tuanya malam ini. Kia hanya ingin beristirahat dengan tenang dan nyaman tanpa gangguan siapapun. Bimo hanya tersenyum memperhatikan tingkah laku lucu istrinya. Lalu saat Kia berbalik badan Bimo kembali berbicara. "Tidurlah!" Bimo menepuk ranjang kosong di sisinya dengan tak lepas menatap gadis itu. Kian menghela napas panjang seraya melangkah mendekati ranjang. Di tatapnya Bimo dengan tajam sambil meraih guling. "Mas Bimo nggak boleh melewati pembatas ini!" tegas Kia sambil meletakkan sebuah guling di tengah-tengah mereka sebagai pembatas. "Ok, sekarang beristirahatlah!" balas Bimo lalu membalikkan badan agar gadis itu segera tidur. Kia segera merebahkan tubuhnya, memunggungi Bimo lalu segera memejamkan mata. Dalam hati Kia berharap jika besok akan berjalan baik-baik saja seperti hari-hari biasa.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD