12| Rencana Mendekati Bagas

2001 Words
Flo otomatis terdiam. Matanya melirik sekitar. Benar saja, orang-orang sudah menatapnya dengan kening mengerut, bahkan ada yang berbisik satu sama lain. Gadis itu menarik dua sudut bibirnya, sambil memalingkan wajahnya kembali menghadap mading. "Kenapa lo baru bilang?" desis Flo kepada Tiara. "Gue udah manggil, lo nya aja nggak denger," balas Tiara tidak mau disalahkan. Decakan kesal lolos dari mulut Flo. "Ya udah balik ke kelas deh, yuk!" ucap Flo sambil menarik cepat pergelangan tangan Tiara. Tiara sampai terseret-seret karena langkah cepat yang dipakai sahabatnya itu. Bodo amat menurut Flo, yang ia mau sekarang adalah menghindar dari tatapan aneh orang sekitar. *** "Lo kapan mau melancarkan rencananya?" "Rencana lo apa?" Mata Flo mengerjap cepat-cepat. Bola matanya bergerak bergantian ke arah Sandy dan Tiara. "Nanya satu-satu dulu lagi. Gue bingung mau jawab yang mana." Tiara mendengkus. Ia menarik tubuhnya menjauh dari Flo. "Tuh makhluk nanya apaan lagi, sih?" sindir Tiara. Kemudian perempuan itu lebih memilih membuka buku. Alarm Flo mengatakan kalau ia harus mendahulukan sahabatnya daripada dedemit itu. Lalu ia menggeser tubuhnya. Membuat bahunya dan bahu Tiara bersentuhan. "Gue rencana mau deketin," Flo mendekatkan wajahnya ke telinga Tiara, "Kak Bagas," katanya. "Kalau kita udah deket, udah akrab. Baru deh, gue bakalan minta tolong dia untuk nyari masalah kecelakaan itu." Tiara membulatkan mulutnya. Ia sebenarnya tidak yakin juga apakah Flo mampu mengakrabkan diri dengan Bagas, apalagi sebelumnya dia sudah melakukan hal yang memalukan. Atau lebih tepatnya, apakah Bagas tidak ilfeel dengan Flo? Namun, Tiara tidak mungkin menyuarakan apa yang ada di kepalanya saat ini. Ia masih sayang dengan lengannya. Bisa habis kena cubitan Flo, kalau Tiara berani mengatakan itu. Kemudian Flo menggeser duduknya lagi ke tempat semula. Tiara menebak Flo akan menjawab pertanyaan Sandy. "Gue bakal temuin dia pas istirahat nanti," ucapnya. Tiara jelas penasaran dan ikut menimbrung. "Kak Bagas?" Flo mengangguk. "Lo nemuin dia atas dasar apa? Kalau ujug-ujug nyamperin itu freak banget nggak, sih." Flo mengetukkan jemarinya di dagu. Mulutnya berucap M panjang. Tiara sendiri tidak mau ikut berpikir dan kembali melanjutkan aktifitasnya. "Ini aja masalah gue diterima. Ya bisalah nanti gue basa-basi, ngobrol masalah musik juga sama dia." Tiara meringis. Wajahnya mengerut seperti orang alergi. Bukan apa-apa, ia tau sekali kalau bidang musik bukan Flo banget. Apakah sahabatnya itu tidak takut akan planga-plongo kalau mereka membahas itu? "Biasa aja lagi mukanya," kata Flo mengomentari ekspresi Tiara. "Lo megang kibord aja baru kemaren, Flo. Yakin mau sok-sokan bahas musik sama Kak Bagas?" Tangan Flo menunjuk ke arah angin di depannya. Membuat mata Tiara turut melihat arah yang ditunjuk Flo. "Selama ada dia, gue nggak takut." Tiara jadi merinding melihat Flo seperti itu. Ia bergidik ngeri sambil menurunkan kembali telunjuk sahabatnya itu. "Iya iya, gue paham. Tapi nggak usah ditunjuk juga." Flo mencetak senyum sumringahnya. Kemudian ia turut merapikan bukunya di atas meja seperti yang dilakukan Tiara. Flo memiliki firasat kalau rencananya akan berjalan mulus, semulus jalan tol. Dengan begitu makhluk halus yang kini tengah meniup gendang telinga teman-teman sekelasnya bisa segera enyah darinya. *** Dorongan kecil di bahunya terus ia rasakan. Sesekali Flo melawan dorongan itu. Tangannya bahkan menepis jari yang dengan gencarnya menunjuk-nunjuk bahunya. "Diem dulu dong, Ra." Flo memegang dadanya. Menghirup udara di sekitar dengan rakus, dan mengeluarkannya irit-irit. Semua itu ia lakukan agar rasa gugup yant menyerangnya cepat hilang. Sayangnya, Tiara seperti tidak mau mengerti akan hal itu. "Ah, kelamaan lo, Flo. Waktu terus berjalan. Itu mumpung dia lagi sendirian. Orang ganteng nggak mungkin bertahan lama nggak dikerubungin laler." Jelas Flo paham 'laler' yang dimaksud Tiara. Geng perempuan centil berkedok 'geng supel dan famous'. "Iya, paham. Tapi gue masih nyusun kalimat di otak nih. Gue nggak mau mempermalukan diri sendiri untuk yang kedua kalinya lagi." "Ketiga, Flo. Lo udah mempermalukan diri dua kali," ralat Tiara. Mengingatkan Flo akan dirinya saat audisi. Flo berdecak sambil mengibaskan tangan. "Itu bukan gue yang ngelakuin." "Emm, sama aja di mata orang itu kan elo," keukeuh Tiara. "Jadi kapan lo mau ke sana?" Tanpa angin tanpa hujan, tahu-tahu saja Sandy sudah menempatkan wajahnya di antara Flo dan Tiara. Flo tentu saja terlonjak hingga hampir terjatuh. Spontan ia menjerit. Membuat Tiara sama terkejutnya. "Apa? ada apa? Woy, lo jangan nakutin gue!" Tiara bersembunyi di balik tubuh Flo. "Sandy sialan!" Flo menggeram tertahan. "Jangan suka ngagetin gue bisa jantungan ini!" protes gadis itu. Sandy dengan wajah tanpa dosanya hanya mengendikkan bahu. Ia memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana. "Iya, maaf. Jadinya kapan lo ke sana?" Sandy kembali menanyakan itu seperti tak memedulikan muka merah padam Flo yang terkejut karenanya. "Flo, mendingan lo ke sana deh. Jangan buat arwah jadi kesel," bisik Tiara. Keringatnya mulai membasahi poni gadis itu. Flo melirik tajam ke arah Tiara. Pasalnya, ia sedang merasa lemas karena kaget sedangkan Tiara bersikap seolah tak memedulikan itu. Mendapat lirikan tajam dari Flo, Tiara menunduk. Memalingkan wajahnya dari tatapan itu. Flo menghela napas sambil memutar matanya malas. Kemudian ia kembali melihat ke arah kakak kelasnya. Sepertinya ia harus cepat ke sana. "San, tolongin gue kalo gue nanti gugup, ya." "Ngapain juga lo gugup?" "Lo nggak sadar siapa yang udah mempermalukan diri gue ini?" sindir Flo. Sandy terkekeh. Ia mengusap belakang rambutnya. "Ya udah, maaf." Flo mendengkus, lalu dengan mengumpulkan seluruh kepercayaan dirinya gadis itu memberanikan diri mengayunkan kakinya. Ini semua demi terlepas dari makhluk halus. Flo berulang kali meyakinkan dirinya seperti itu. Maka saat dirinya sudah berada di depan Bagas, dengan seluruh kepercayaan dirinya itu Flo berhasil mengangkat satu tangannya. Matanya berbinar dengan dua sudut bibir yang terangkat maksimal. "Hai, Kak Bagas!" Bagas terkesiap. Jujur ia kaget mendapat sapaan yang cukup nyaring itu. Lelaki itu menatap Flo dengan alis bertaut. Flo menunduk sopan sampai sembilan puluh derajat. Lalu ia menegakkan tubuhnya lagi. "Perkenalkan, Kak. Saya Flo Andiani dari kelas Sebelas IPS. Saya tadi pagi liat di mading kalau saya terpilih menjadi salah satu anggota ekskul seni musik. Selamat," kata Flo sambil menyodorkan tangannya. Bagas mengerjapkan matanya, otaknya masih mencerna maksud dari ucapan adik kelasnya itu. "Terima kasih, dong, harusnya. Kok malah lo yang ngucapin selamat," Sandy berucap sambil mengurut dahinya yang mulai terasa pening. Flo menelan salivanya. Tampaknya ia salah berucap. Ia menggigit satu bibirnya. Ekspresi wajahnya berubah. "Maksudnya, terima kasih, hehe." Flo benar-benar ingin tenggelam saja saat ini. Ia menurunkan kembali tangannya yang tidak mendapat respon. Bagaimana mau direspon kalau ia menyapa dengan kalimat yang salah? Namun, belum juga tangannya berhasil turun, Bagas sudah menangkap telapak tangannya itu. Membuat dagu Flo kembali terangkat. "Sama-sama." Bagas menjawab sambil menjabat tangan Flo. Flo sontak tak menyangka. Apalagi setelahnya Bagas menawarinya duduk di kursi di depan lelaki itu. Flo mengangguk singkat lalu mendaratkan bokongnya di sana. "Lagi pula gue cukup terpukau sama permainan lo kemaren." Mata bulan sabit itu menangkap sosok Sandy yang tengah menepuk dadanya bangga. Ah, lebih tepatnya itu ekspresi sombong. Flo menampilkan ekspresi seperti ingin muntah. "Kenapa?" tanya Bagas. "Ya? Oh, itu, Kak. Kayaknya saya mual deh, belum makan." Flo jelas berbohong. "Oh, kalau gitu pesen makanan dulu. Atau mau gue pesenin?" Gadis itu buru menggoyangkan tangannya. "Enggak, Kak, nggak usah." "Dih, kok nggak usah. Itu kesempatan!" Bisikan setan itu seakan tidak mengganggu Flo sama sekali. "Lo bisa pesen sendiri? Nggak pusing?" tanya Bagas. Flo bergeleng sambil berdiri. "Enggak apa-apa, Kak. Aku bisa pesen sendiri." "Yah, gini nih, nggak ada jiwa-jiwa modusnya banget lo. Itu kesempatan, jir, kesempatan!" Sandy terus mengoceh. Gue lagi basa basi, sialan. Lo diem aja! Batin Flo berteriak. Kemudian Flo berjalan ke arah tukang siomay. Memesan satu porsi lalu membawanya kembali ke meja Bagas. "Boleh duduk di sini, kan, Kak?" Bagas mendongak, melihat wajah Flo lagi dan dia mengangguk. Flo menarik kedua sudut bibirnya. Matanya menatap ke arah Sandy sambil menaikturunkan alisnya. Tanda kalau ia berhasil. Pasalnya, dari info yang ia dapatkan Bagas memang orang yang suka membantu. Itulah penyebab kenapa banyak cewek-cewek yang baper. Bagas sendiri tidak pernah suka atau tertarik pada satu pun perempuan yang ia tolong. Bahkan ada rumor jahat yang mengatakan kalau Bagas membantu perempuan dapat dipastikan kebesokannya ia akan mencueki perempuan itu. Meskipun Flo tidak tahu itu benar atau tidak, tetapi ia tetap berjaga-jaga saja. Itulah alasan ia tidak mau ditolong barusan. Karena misinya saat ini adalah mendekatkan diri dengan Bagas. "Cepet bilang yang tadi gue bilang." Sandy duduk di samping Flo. Terus-terusan meneriaki hal itu kepada gadis yang pipinya tengah membulat karena siomay. Flo mengambil segelas air dan meneguknya. "Oh, iya, Kak. Kalau boleh tau, peralatan musik di ekskul kita itu dari sekolah atau dari anggota seni musik?" Bagas menatap lama ke arah Flo membuat Flo sendiri hampir saja menundukan wajahnya merasa kalau ia salah berbicara lagi. "Ada yang dari sekolah, ada yang dari sumbangan anggota. Kenapa emangnya?" "Eungh, itu, Kak. Waktu itu aku nggak sengaja denger aja salah satu gitar yang ada di ruang seni musik ada yang udah sember gitu. Biasanya kalau kayak gitu perlu ngomong ke sekolah atau—" "Oh, itu. Enggak sih, yang kayak gitu kita bisa perbaiki pakai uang kas kita." Bagas menerangkan. Mulut Flo membulat, berohria. Ia menunggu instruksi selanjutnya dari makhluk di sampingnya itu. "Nanti abis pulang sekolah gue udah niat mau benerin senarnya," lanjut Bagas. Flo mendongakkan wajahnya. Sandy di sebelahnya sudah jingkrak-jingkrak seperti cacing kepanasan. Bahkan makhluk itu sampai berdiri di meja dan berteriak. "AJAKIN NYARI BARENG, FLO! WOY, GERAK CEPAT! ARGH!" Gadis berambut panjang jatuh itu hanya menatap dalam diam ke arah Bagas. Kemudian saat Bagas tengah sibuk menyuap batagornya lagi, Flo kembali bersuara. "Kalau aku ikut boleh, Kak?" *** "Serius lo?!" Tiara tentu saja terkejut. Ia pikir sahabatnya itu sudah akan ditendang di perkenalan pertamanya. Nyatanya, justru berlanjut. Tiara berdecak kagum. Ia memicingkan matanya sambil jarinya membentuk persegi panjang. "Kalau diliat dari segi fisik. Lo emang cantik. Tapi apa iya Kak Bagas kesemsem sama tampang lo ini. Padahal minim akhlak," kata Tiara asal. Flo tak memedulikan ucapan Tiara. Ia kembali mengacak rambutnya. Justru frustrasi karena ajakannya sendiri. Flo sendiri tidak menyangka Bagas akan mengiyakan ajakannya. Ia belum ada persiapan apa-apa untuk berduaan dengan seorang cowok. "Apa kita bertiga aja kali, ya?" kata Flo memberi ide. "Ngaco. Ngapain juga. Ini, kan, urusan lo. Inget misi lo itu. Dan itu nggak ada hubungannya sama gue," tolak Tiara. Ia sendiri tidak mau berurusan dengan Bagas. Selain karena ia memiliki pacar. Tiara juga tidak mau mencadi nyamuk di antara Flo dan Bagas. Bagaimana pun juga, meskipun Flo bersikeras melakukan itu untuk Sandy, Tiara meyakini yang sebenarnya dalam lubuk hati sahabatnya itu memiliki niat lain. "Lo bukan mau kencan, nggak usah lebay kenapa, sih?" Suara menyebalkan itu kembali masuk gendang telinga Flo. "Lo cuma perlu jadi temen dia. Akrab dan lo minta bantuan dia untuk nanya ke bokapnya masalah gue. Selesai." Flo mengibaskan rambutnya. Membuat helaiannya menabrak dan menembus wajah lelaki itu. "Nggak semudah itu, ya. Lo pikir cewek cowok deket bisa sebatas teman doang?" Satu alis Flo terangkat. "Oh, jadi maksud lo. Sekalian pedekate terus jadian?" kata Sandy tak mau kalah. "Iyalah! Ya ampun lo beneran mikir cewek cowok bisa sahabatan doang gitu? Lo bayangin kalau dia bersikap gitu karena emang tertarik sama gue. Tapi gue cuma nganggep temen. Gue bisa dicap tukang PHP." Sandy memicingkan matanya. Lalu menyedekapkan tangan. "Lo terlalu kepedean. Bisa aja emang dia nganggep lo adek kelasnya. Dan emang mau berteman. Justru lo kalau punya pikiran gitu hati-hati ternyata dia begitu ke semua cewek? Yang ada lo yang patah hati." Flo terdiam. Ia jadi bertanya lagi ke dirinya sendiri apakah dia bisa patah hati kepada orang yang sama sekali tidak ada perasaan kepadanya. "Ah, enggak." Flo bergeleng. "Lagian gue nggak naksir juga. Kalau emang dia mau berteman doang ya bagus, sih. Setidaknya gue nggak perlu mikirin bagaimana image gue di mata orang lain." "Ya udah, sekarang lo fokus aja sama tujuan pertama lo. Cari siapa gue sebenarnya." Perdebatan Flo dan Sandy lagi-lagi hanya menjadi bahan tontonan oleh Tiara. Tiara sendiri sambil mencerna apa yang tengah Flo ributkan dengan Sandy. Sahabatnya itu kini malah menjatuhkan wajahnya di atas meja. Tiara tak berani mengusiknya dulu. Ia tak tahu Flo tengah melamun atau masih diajak bicara sama Sandy. Sampai akhirnya Flo kembali menegakkan tubuhnya dan bertanya kepada Tiara. "Kak Bagas udah pernah pacaran belum, sih?"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD