Vampire ODD-EYE

3039 Words
Di sebuah rumah dua lantai yang didesain dengan desain tropis yang natural. Beberapa ruangannya disisi denvan interior dan eksterior serba kayu. Elemen lain seperti tumbuhan dan pepohonan rindang terlihat pada halaman rumah yang membuatnya makin terkesan tropis. Jauh dari rumah megah itu, beberapa meter dari sana ada sebuah laboratorium yang ukurannya lebih luas dan tentunya lebih besar dari rumah itu sendiri. Laboratorium itu sengaja dibuat agar si empu pemiliknya bisa melakukan berbagai eksperimennya mengenai vampire. Karena saking obsesinya ia terhadap vampire ia sampai melakukan berbagai cara, meracik berbagai obat dan meriset banyak hal agar bisa mencipatakan vampire kuat seperti keinginannya. Profesor Andre, pria berumur 40-an itu tengah berdiri di depan monitor memandangi semua manusia yang pernah digigit vampire dan kini bertransformasi sebagai vampire darah campuran. Dan ia pun bereksperimen dengan berbagai cara agar vampire miliknya bisa membantu tujuannya nanti. "Sekarang saatnya pertunjukan anak-anakku," katanya menekan salah satu tombol membuat ruangan kaca yang berjarak dan dibatasi tadi langsung terbuka dan kini puluhan vampire di hadapannya itu saling menatap satu sama lain. Lalu kemudian mereka mulai menyerang satu sama lain, menggigit, mencakar, bahkan sampai mencekik leher yang terlemah hingga semua badannya terpotong menjadi debu. Profesor Andre tergelak dengan bertepuk tangan heboh memandangi satu-satunya vampire yang kini bisa bertahan dari serangan vampire lain. Dan kini vampire bertanduk itu yang menjadi terkuat diantara sebangsanya. "Bagus, bagus ... kau bisa bertahan sampai sekarang itu suatu kemajuan yang pesat. Kau bahkan membunuh mereka dengan sekali cakaran, kau memang anak kebanggaanku." Katanya masih bertepuk tangan heboh dengan membusungkan dadanya merasa bangga. Vampire di hadapannya yang kini bersimpah darah itu hanya menggeram dengan kedua taringannya yang mengalir darah dari sana. Bekas darah vampire-vampire lain. "Kalau begitu ... mari kita mencoba hal baru lagi, bertahan ya." Katanya dengan tersenyum miring, tangannya bergerak menekan tombol merah dalam layar monitornya membuat ruangan yang sekelilingnya adalah kaca itu perlahan berasap dan mengeluarkan berbagai reaksi yang tidak ia duga. "ARGHHHH?!" Pekikan kuat vampire membuat Profesor Andre malah makin tergelak merasa eksperimennya berhasil kali ini. Kebisingan di balik kaca bening itu bahkan kacanya terlihat retak sama sekali tidak mengusiknya. Semua ruangan kaca itu pun berhampuran hancur karena ulah kekuatan vampire bertanduk yang kini napasnya terengah karena menahan sakit. Urat-uratnya muncul dipermukaan, taringnya makin tajam, kuku hitamnya sudah terlihat berwarna merah darah. Satu hal yang paling Profesor Andre suka adalah, perubahan warna mata vampirenya yang kini berwarna ungu gelap dengan titik korneanya yang merah darah. "Berhasil, eksperimenku berhasil!" Teriaknya kesenangan sampai bertepuk tangan berulang kali membuat vampire buatannya menggeram dan langsung melesat maju ke arahnya dan menekan lehernya sampai dinding di belakang mereka rubuh begitu saja. "Kau senang bisa bermain-main dengan tubuh kami?" Geram sosok itu masih menekan leher Andre kuat sampai lelaki itu terbatuk kuat dengan meronta meminta dilepaskan. "Akan kuhabisi kau, seperti apa yang kau inginkan selama ini." Lanjut vampire itu penuh dendam, "akan kuhancurkan impianmu yang selama ini kau bangun. Kau ... tidak akan bisa membodohi kaum kami lagi," tambahnya kini mengayunhkan tangannya hendak mencakar namun gerakannya terhenti. Bahkan, tubuhnya tidak bisa ia gerakan. Andre perlahan melepas diri dengan memperbaiki jubahnya yang berantakan karena vampire buatannya itu. "Sampai kapanpun kau tidak akan bisa bergerak semaumu," ujar Andre dengan menepuk-nepuk bahu vampire di depannya. "Kau akan selamanya kukendalikan, mau bagaimana pun kau berusaha melepaskan diri ... kau akan tetap menjadi milikku." Jelasnya dengan terkekeh samar lalu menekan sesuatu pada benda seperti jam yang melingkar pada tangannya. Sontak vampire itu pun kembali terkurung dal ruangan kaca anti tembus yang ia sengaja buat kalau sudah berhasil melakukan eksperimen. "Jangan banyak bertingkah, kalian para vampire sialan akan tetap berada dibawa kakiku. Jadi, jangan coba-coba berani melawan ayahmu sendiri." Katanya dengan tersenyum miring membuat vampire tadi menggeram kuat sampai ruangan mereka berada bergetar. "Kau akan kunamai Edric, yang artinya sebagai penguasa yang tangguh. Semoga kau bisa menguasai vampire-vampire di luaran sana bahkan bisa menyelamatkan ayahmu ini dari yang namanya kematian." Lanjut Andre dengan tersenyum lagi. "Istirahatlah, besok kita akan melewati hari yang panjang. Kau harus bertahan melawan vampire berdarah campuran besok, jadi bersiapkan dirimu dengan baik." Katanya dengan mengakhiri obrolannya lalu melangkah keluar dari ruangannya. Andre sudah melepaskan jubahnya dan menyampirkannya pada kursi sembari ia berjalan ke ruangan tempat ia bisa beristirahat sejenak. Suara langkah kaki membuat ia sontak memejamkan matanya pelan, sudah mengetahui sang istri akan datang memberinya makan. Anasyah, istrinya itu merunduk menaruh makanan dan juga botol kecil berisi pil obat. Pil obat yang terbuat dari darah beberapa vampire terkuat agar ia bisa bertahan hidup lebih lama. "Apa perlu bertindak sejauh ini?" Tanya istrinya masih merunduk dengan memeluk nampan dalam genggamannya. "Apa maksud kamu?" Tanya Andre merasa tersinggung. "Bukankah kau sudah berusaha dari sebelum kita menikah dan sampai sekarang. Apa kau sudah berhasil, enggak kan? Kenapa kau harus terobsesi untuk hidup abadi? Semua manusia pasti akan mati, kan?" Anasyah tidak sadar sudah meninggikan suaranya membuat sang suami langsung menatapnya tajam. "Kau aku nikahi hanya untuk melayaniku saja, bukan agar kau bisa lancang mengkritik usahaku." Anasyah tersenyum kecut berusaha bersabar. "Aku hanya cemas kalau kau terluka, kau selama ini sering kurang tidur. Bahkan, hampir gak tidur. Tidak bisakah kau berhenti saja?" Anasyah terperanjat kaget saat piring makan dilempar begitu saja dihadapannya sampai pecahannya mengenai pipinya yang terlihat tergores kecil. "Berapa kali aku bilang, jangan buat aku sampai hilang kendali. Aku bahkan tidak akan mikir dua kali untuk menjadikanmu santapan vampire peliharaanku. Jadi, jangan bersikap berlebihan dan menyebalkan begini. Paham?" Tutur Andre dengan menunjuk wajah Anasyah tidak sopan. Perempuan berkulit putih pucat itu menghela napas samar, merunduk dan memungut pecahan piring dan memasukannya ke dalam nampan. Ia lagi-lagi tersenyum kecut dengan kembali beranjak berdiri melangkah masuk ke dalam ruangan dimana vampire-vampire berada. Anasyah, perempuan berumur 35 tahun itu menatap sendu bercak darah yang sudah berceceran di lantai putih di depannya. Bahkan, ada potongan tubuh yang sudah tidak bisa disentuh lagi karena sudah menjadi debu. Perempuan itu membuka pintu masuk, melangkah ke sana dengan berusaha membereskan kekacauan yang ada. Karena tidak ingin ada pihak luar yang sampai mengetahui tentang keberadaan laboratorium ini membuat Andre memutuskan untuk melakukan semuanya sendiri. Termasuk membereskan kekacauan begini, Anasyah lah yang akan turun tangan dan berusaha membuang rasa mual dan takutnya demi berbakti kepada sang suami. "Apa kau tidak apa-apa?" Tanya Anasyah dengan memandangi Edric yang masih duduk merosot pada lantai dengan tatapan sayunya. Edric menoleh dengan mengernyitkan dahinya melihat perempuan itu yang masih menatapnya lurus. "Apa kau memerlukan sesuatu?" Anasyah masih bertanya dengan berusaha menarik kembali bulir hangat pada kelopak matanya. Tanduk Edric perlahan menyusut dan mengecil lalu hilang begitu saja dengan kini sosok menyeramkan tadi berubah menjadi pemuda berumur 20-an yang bertelanjang d**a. "Kenapa anda bersikap baik begini terhadap saya? Jangan terlalu merasa terbebani, saya lebih suka orang yang jahat terang-terangan daripada jahat di belakang saya. Itu namanya munafik, anda tidak perlu berempati terhadap saya." Kata Edric dengan mengalihkan pandangannya ke arah lain. Anasyah merunduk samar dengan menganggukan kepalanya pelan. "Maaf karena sudah mengganggumu, aku tidak akan berbicara lagi." Kata Anasyah kini membalikan tubuhnya dan membersihkan lantai di hadapannya. Anasyah masih membersihkan di tempat yang sama dengan air matanya yang sudah luruh begitu saja. Perempuan itu berulang kali bergumam dalam hati meminta maaf, merasa bersalah pada pemuda di belakangnya itu. Karena kenyataannya sosok yang dijadikan sang suami sebagai kelinci percobaan itu adalah anak kandungnya sendiri. Anaknya yang diambil paksa oleh suaminya dari Edric berumur 10 tahun. Karena seringnya dijadikan eksperimen dan harus kesakitan karena banyak hal yang dimasukan ke dalam tubuhnya membuat putra semata wayangnya itu sampai amnesia dan tidak mengenalinya sampai sekarang. Bohong kalau Anasyah bertahan untuk berbakti pada suaminya. Kalau hanya itu alasannya, mungkin ia akan kabur sejak lama. Tapi, yang membuat Anasayah bertahan adalah Edric. Ia tidak akan mungkin meninggalkan anak laki-lakinya tersiksa seorang diri sendiri di sana. Karena Anasyah adalah seorang ibu. **** Pemuda jangkung itu masih terlelap di atas kasur sebadannya dengan selimut yang sudah tersingkap sampai ke kaki. Rambutnya yang hitam legam terlihat tertiup lembut oleh kipas angin di atas mejanya. Tangannya terulur menggaruk alis tebalnya yang seperti tanda strip setengah bangun. Bibir tebalnya berulang kali bergumam lirih dengan napasnya yang berderu samar. "Elang! Elang! Erlangga!" Panggilan di luar kamarnya masih samar-samar terdengar karena ia masih terlelap di alam mimpi. Pintu kamarnya terbuka membuat perempuan beruban itu mendekat dan duduk di samping ranjangnya. Tangan rentanya terulur mengusap rambut sang cucu dengan senyuman hangatnya. "Elang, bangun ... bukannya kamu harus ke kampus?" Ujar Sarah dengan masih mengusap-ngusap kepala Elang lembut. "Lima menit lagi, nek." Kata pemuda itu masih dengan mata terpejam. "Kalau lima menit lagi, kamu bakalan terlambat ke kampus." Lanjut Sarah masih belum menyerah, tangannya sudah menepuk-nepuk lengan Elang yang perlahan mengerjapkan matanya dengan memicing saat bertatapan langsung dengan sinar matahari yang masuk lewat jendela kamarnya. "Elang bisa gak, hari ini gak usah ke kampus? Atau gak Elang bantuin kakek carti karton, atau bantuin nenek ke kebun buat ngambil ubi?" Tuturnya sudah mendudukan diri, bernegosiasi dengan neneknya yang mengernyitkan dahinya bingung. "Emang ada apa di kampus sampai kamu gak masuk kuliah?" "Gak ada apa-apa, Elang cuma pengen di rumah aja." Katanya berbohong membuat neneknya menggeleng pelan, "kenapa? Ceritu dulu sama nenek dengan jujur, kalau alasan kamu kuat nenek bakalan ijinin gak masuk kuliah." Elang sontak berbinar dengan tersenyum lebar. "Janji, ya?" "Cerita dulu," Elang menipiskan bibir dengan menggaruk rambut hitam legamnya, merasa ragu harus menceritakan masalahnya pada sang nenek. "Jadi, hari ini akan ada pemeriksaan ekstrim yang dilakukan ketua himpunan di kampus. Pemeriksaan apakah ada vampire atau tidak di kampus," jelasnya dengan menghela napas gusar membuat neneknya mengerjap kaget. "Ka-kalau begitu, kamu di rumah saja." Cemas neneknya dengan meneguk ludahnya kasar. "Beneran?" Tanya Elang berbinar. "Gak, kamu harus tetap masuk kuliah." Potong kakeknya kini tersenyum ke arahnya, "kalau orang-orang tau soal Elang, gimana?" Burhan menggelengkan kepalanya pelan. "Itu tidak akan terjadi, karena regenerasi Elang termasuk lambat. Kalaupun dia menghindar sekarang, bukannya malah menambah kecurigaan beberapa pihak?" Tanya lelaki yang sudah agak bungkuk itu membuat Elang menganggukan kepalanya paham. "Jangan khawatir, kalau luka kamu cepat sembuh kamu bisa mengakalinya dengan langsung menempelkan perban." Kata kakeknya memberi saran membuat Elang menganggukan kepalanya ragu, "tapi, Elang mau nanya sesuatu sama kakek dan nenek. Elang selama ini selalu penasaran soal ini." Jeda pemuda itu dengan berdehem samar. "Kenapa kakek sama nenek tidak memperlakukan Elang sebagai seorang vampire?" Tanya pemuda itu dengan meneguk ludahnya getir. "Selama ini kan, kalian selalu memperlakukan Elang sebagai seorang manusia. Sampai setiap ngobrol saja kalian seperti tidak menganggak aku sebagai vampire." Neneknya menggelengkan kepalanya cepat, "karena kamu adalah cucu nenek. Mau kamu vampire atau manusia kamu tetap cucu nenek dan kakek, tidak akan ada bedanya." Burhan mengangguk membenarkan perkataan sang istri. "Apa kalian tidak takut kalau suatu saat Elang bisa saja melukai kakek dan nenek?" "Elang, kamu bukan vampire seperti itu. Karena sikapmu yang sudah bisa berbaur dengan manusia, insting vampire jadi tenggelam dan hilang. Kamu tidak akan pernah melukai siapapun," kata neneknya lagi dengan yakin. "Iya, kamu tetap akan menjadi cucu kami. Walaupun kamu adalah seorang vampire, kakek tidak ingin kamu sampai pulang terlambat karena bisa saja ada vampire yang melukai kamu. Walaupun sesamamu, tetap saja kamu bisa terluka, makanya selama ini kami tidak ingin kamu pulang malam." "Iya, Elang. Apa yang kakekmu katakan itu benar," Elang menipiskan bibir dengan tersenyum haru mendengar penuturan kedua orang tersayangnya itu. Kakek dan neneknya katanya menemukan ia dalam sebuah goa di hutan. Saat itu mereka tengah mencari kayu bakar untuk memasak di rumah, karena saat itu mereka masih memakai tungku. Entah penggilan dari mana, Sarah dan Burhan akhirnya melangkah masuk ke dalam sebuah goa dan menemukan anak kecil yang terkapar tidak sadarkan diri di sana. Karena mereka berdua adalah sepasang suami istri yang tidak bisa menghasilkan keturunan, merekapun hanya bisa bersyukur saat menemukan Elang yang saat itu tertidur dengan darah segar yang terlihat pada pipi gembulnya. Setelah ditelusuri, dilihatnya mereka di sekitar sana ada seekor rusa yang sudah terpotong menjadi beberapa bagian. Insting laparnya yang membuat anak sekecil itu memakai taringnya yang masih tumbuh. Walau Burhan dan Sarah mengetahui Elang adalah vampire saat itu, tidak membuat mereka tega meninggalkan anak sekecil itu di hutan sendirian. Burhan dan Sarah masih merasa kebingungan karena Elang yang tidak pernah memperlihatkan taringnya lagi. Bukannya mereka tidak suka Elang bisa berbaur seperti manusia, tapi mereka hanya cemas kalau saja ada vampire lain yang menemukan keberadaan Elang tapi cucunya itu tidak bisa melindungi diri. "Apa taringmu masih tidak bisa tumbuh dengan baik?" "Entahlah, nek ... Elang juga tidak tau kenapa aku gak bisa munculin taring aku." Balasnya dengan alis bertautan. "Gakpapa, mungkin itu pengaruh karena sebagaian ingatan kamu terhapus. Jangan terlalu memaksakan diri, lakukan dengan perlahan saja." Ujar kakeknya dengan tersenyum lembut, "buruan mandi, kakek akan tunggu di depan rumah." Tambah Burhan sembari melenggak keluar. Elang pun mengangguk saja dengan bergegas keluar kamar dengan melingkarkan handuknya pada leher. Sedangkan, neneknya sudah mempersiapkan makanan untuk bekal Elang nantinya. Burhan, kakeknya Elang terlihat duduk di depan rumah dengan gerobaknya yang berada di sampingnya. Lelaki yang berumur 76 tahun itu masih mengingat dengan jelas pertemuannya dengan Elang belasan tahun yang lalu. Ia tidak menyangka kalau Elang akan tumbuh menjadi vampire yang paling tenang dari vampire lainnya. Burhan bisa mengatakan itu karena beberapa vampire lain banyak yang membunuh manusia. Insiden yang terjadi beberapa bulan terakhir ini juga merupakan ulah vampire. Burhan merasa cemas kalau suatu saat Elang akan kembali ke sesamanya. Meninggalkan ia dan istrinya sendiri, tapi yang lebih membuat Burhan cemas adalah kalau nanti Elang bisa saja hilang kendali karena kekuatannya. Saat ia menemukan Elang, ia merasa aneh dengan kedua mata anak itu. Warna matanya berbeda satu sama lain, kuning dan juga biru terang. Burhan seumur hidup baru menemukan orang yang punya mata seperti itu. Walau umur Elang saat itu masih terbilang kecil, tapi karena insting pertahanan dirinya membuat Sarah dan Burhan hampir diserangnya, kalau saja Elang tidak segera berubah wujud menjadi manusia seutuhnya. Karena saat itu ia menemukan sebungkus ubi rebus pada tangan Sarah. Elang yang saat itu sudah ingin menyerang, mendadak menjadi anak yang menggemaskan saat melihat makanan di depannya. Itu adalah terakhir kalinya Burhan melihat Elang dalam wujud vampire. Entah apa yang terjadi sampai Elang tidak ingat apapun soal masa lalunya. Bahkan, Elang tidak tahu kenapa dia berada di dalam goa saat itu. Ia juga tidak tahu kenapa mulutnya penuh dengan darah rusa. Elang ... benar-benar melupakan masa lalunya. Burhan menganggukan kepalanya pelan, sebagai kakeknya Elang sekarang ia akan berusaha menjaga Elang dari orang-orang yang akan mencelakainya. Karena insiden beberapa bulan terakhir ini juga membuat Burhan merasa cemas dan khawatir. Karena Elang akan merasa bersalah dan membenci dirinya yang terlahir sebagai seorang vampire. **** Gadis berambut panjang lurus itu kini berdiri pada pembatas atap dengan memegang seseorang yang berusaha meronta meminta melepaskan diri. Kedua matanya mengeluarkan cahaya merah darah segar dengan taringnya yang sudah tersentuh darah itu. "Apa kita tetap akan memangsa manusia lemah begini?" Tanya Kirana dengan mengayun-ngayunkan kakinya santai di atas atap gedung tinggi itu membuat saudara kembarnya yang masih memegang santapan mereka mengangguk saja. "Kita harus bisa mengumpulkan energi manusia agar bisa menjadi lebih kuat dan bertemu dengan penguasa vampire. Kalau kita beruntung, kita akan menjadi pengikutnya." Kata Karine dengan mengangkat pemuda dalam cengkramannya. "Kita harus sabar untuk mengkonsumsi darah pahit para manusia sampah ini, dengan begitu kekuatan kita akan bertambah dan terlebih lagi dengan insiden ini siapa tau vampire ODD-EYE akan muncul dengan sendirinya. Jadi, kita tidak perlu lagi mencarinya kemana-mana." Lanjut gadis itu sembari mendorong sosok dalam genggamannya dan terjatuh dari ketinggian, perlahan tubuh yang terjatuh itu melebur menjadi debu karena saking energi, darah dan jantung mereka sudah dihisap sampai kering oleh kedua saudara kembar itu. "Apa kita harus bermain kotor dengan manusia juga? Agar bisa bergabung dalam organisasi seperti kelompok teroris dan geng yang merajalela. Biarpun kita membunuh banyak orang, kita masih bisa sembunyi di lingkungan sosial seperti politik, militer dan polisi." Usul Kirana dengan menoleh pelan ke arah Karina yang hanya diam sembari mengusap bekas darah mangsanya pada sudut bibir. "Kau kira mereka akan mau menerima monster seperti kita? Jangan terlalu menghayal tinggi." Kirana mendecak samar sembari melangkah turun, "kita bisa iming-imingi mereka dengan darah dan jantungnya vampire ODD-EYE. Orang-orang seperti mereka itu pasti menginginkan kehidupan yang abadi, dengan begitu kita tidak perlu berkeliaran tengah malam untuk mencari makan begini." Lanjut Kirana masih membujuk sang kakak. "Kita tinggal duduk tenang di rumah dan menerima suapan dari mereka kan? Gimana?" Karina mendecak saja dengan mengedarkan pandangannya ke seluruh kota yang terlihat terang karena cahaya itu. Gadis itu menipiskan bibirnya dengan menoleh pada Kirana, "apa insiden pembunuhan yang terjadi baru-baru ini ulah kau?" Kirana sontak menggelengkan kepalanya pelan. "Tidak, aku kan selalu mencari makan dengan kau." "Terus pembunuhan itu ulah siapa?" Kirana melengos samar dengan menggelengkan kepalanya heran, "itu bukan urusan kita, kalaupun populasi manusi berkurang bukannya akan menguntungkan kita sebagai vampire? Jadi, kita bisq menguasai bumi tanpa harus hidup sembunyi-sembunyi begini." Ujar gadis itu masih kekeuh. "Kau benar, sekarang tujuan kita adalah mencari pemimpin The Ark. Apapun yang terjadi," "Oke, tapi sampai sekarang tidak ada yang tau keberadaan orang itu. Apa sebenarnya dia menghilang ... atau sedang mempersiapkan diri agar suatu saat bisa datang menyerang manusia?" Kirana menggeleng pelan, "bukan, lebih tepatnya dia sedang bersembunyi, berusaha mencari cara agar bisa menemukan vampire yang selama ini dia cari." Jelas gadis itu tenang. "Ah, vampire ODD-EYE?" "Hm, benar." "Kenapa orang-orang sampai terobsesi dengan vampire itu. Emangnya seistimewa apa vampire ODD atau apalah itu?" "Kau akan menjadi vampire terkuat jika bisa memakan jantungnya," Karina langsung melotot kaget dengan melesat ke arah Karina dan memegang kedua tangan sang kakak erat. "Kalau begitu mari kita cari sama-sama, daripada menjadi pengikutnya The Ark kita lebih baik bisa berdiri sendiri kan? Kalau kita bisa menghabisi vampire ODD-EYE dan memakan jantungnya kita akan bisa dihormati oleh vampire-vampire lain. Apa tidak bisa kita mengubah rencana kita, hng?" Tutur Kirana berusaha membujuk Karina yang hanya menatapnya datar. "Kau tidak akan bisa membunuh vampire itu dengan mudah. Katanya kekuatannya lumayan juga, makanya semua vampire bahkan manusia menginginkan vampire itu seperti yang kau katakan tadi, para pejabat, politikus bahkan aparat kepolisian ada yang banyak yang menginginkan darah vampire itu. Jadi, mungkin akan sulit kalau kita melawannya sendiri." Kirana mengernyitkan dahinya dengan mengangguk yakin, "yang terpenting kita cari dulu keberadaannya. Soal dia kuata atau enggaknya urusan belakangan, giman?" Karina menghela napas samar dengan perlahan memejamkan matanya sebagai balasan. "Jadi, sekarang tujuan kita adalah ... menemukan vampire pemilik ODD-EYE." "Oke."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD