Istri Cerewet

1129 Words
"Bagaimana keadaan kamu, Yas? Feeling better now?" Yasmin mengangguk dengan seulas senyum manisnya. "Selamat ya atas pernikahan kamu, maaf kemarin aku nggak bisa datang." ujarnya dengan raut sesal. Merasa bersalah karena tidak dapat menghadiri acara pernikahan sakral sahabat kecilnya. Meski Yasmin sudah pulang dari rumah sakit sejak dua hari lalu, tapi dia masih harus melakukan istirahat intensif di rumah. "Nggak masalah." "Kamu mendadak banget sih nikahnya," cibir Yasmin membuat Regan melukis senyum tipis. "Biasalah, keinginan ayahku." Kalau dengan Yasmin, Regan menjadi manusia paling polos sedunia. Apa sih yang tidak Yasmin ketahui tentang pria itu? Semua tentang Regan, Regan beritahukan ke Yasmin secara suka rela. Mungkin karena hal itu sudah menjadi kebiasaanya sejak kecil. Dulu Yasmin adalah tempatnya berbagi keluh kesah. "Jadi, dia perempuan pilihan ayahmu?" Regan mengangguk. Yasmin terkekeh kecil melihat ekspresi Regan yang merengut jengkel saat menganggukkan kepalanya. Lagi pula siapa yang tidak kesal jika menikah secara terpaksa? Begitu pikir Yasmin. "Ternyata nggak sia-sia ya Om Haris menjalankan misi mencari jodoh untuk kamu selama lima tahun ini." Bahu kekar Regan terangkat sekilas. “Mungkin kalau saat itu kamu menerima lamaranku, Ayah nggak perlu menjalankan misinya sampai selama itu." jawabnya membuat bibir Yasmin seketika terkantup. Suasana mendadak canggung, Yasmin terdiam seribu bahasa, sementara Regan terkesan biasa saja meski tak bersuara. "Kamu harus pulang, Gan, istri kamu pasti nungguin kamu di rumah." Yasmin bangkit dari duduknya, ia berjalan lebih dulu menuju teras rumah. Seakan memaksa Regan untuk mengikuti langkahnya. Mengusir pria itu secara terang-terangan. Dengan cepat Regan berdiri, dia melangkah lebar guna memblokir jalan Yasmin sebelum wanita itu melewati pintu utama. "Aku bisa keluar sendiri, kamu balik ke kamar aja." Yasmin menghembuskan napas panjang. "Ya sudah. Salam untuk istri kamu. Makasih juga kamu sudah jenguk aku." Regan mengulurkan tangannya, hendak menyentuh pucuk kepala Yasmin. Namun sebelum tangannya mendarat di tempat sasaran, Yasmin segera melangkah mundur. "Hati-hati di jalan, Gan." ujar Yasmin kemudian melangkah pergi dengan wajah kakunya. Kening Regan mengernyit melihat reaksi wanita itu. Tidak biasanya Yasmin menghindar saat akan dia sentuh. Regan menggeleng, ia tidak ambil pusing. Mungkin saja Yasmin sedang tidak enak badan dan ingin segera beristirahat. DRT Regan yang hendak membuka pintu mobil mengurungkan niatnya untuk sesaat. Ia merogoh saku jas dan mengambil ponselnya yang beberapa detik lalu bergetar. Yaya : Mas pulang jam berapa? Regan berdecak, kembali memasukan ponselnya ke dalam saku jas tanpa membalas pesan dari istrinya. Dengan isi kepala yang berkecamuk, Regan berusaha fokus menyetir mobilnya menuju arah mansion. Baik ke kantor atau ke mana pun Regan memang tidak pernah memakai jasa supir. Pria itu lebih nyaman jika mengendarai mobilnya sendiri. DRT Sambil berdecak Regan kembali meraih ponselnya. Entah kenapa ia sudah menebak kalau Yaya yang mengirim pesan. Dan benar saja... Yaya : Kenapa gak di balas, Mas? Astaga. Kenapa Yaya jadi cerewet sekali! Regan : Saya lagi nyetir. Kalau saya kenapa-kenapa di jalan gara-gara balesin chat kamu, kamu mau tanggungjawab? Yaya : Maaf, Mas... Yaya : Berarti Mas lagi di jalan mau pulang, ya? Geraman jengkel Regan terdengar. Yaya sudah tahu kalau dirinya sedang menyetir sekarang, tapi kenapa perempuan itu tidak berhenti mengiriminya pesan? Regan : Ya Yaya : Mas mau makan malam pakai apa? Bahkan balasan dari Yaya langsung masuk dalam hitungan detik. Regan : Apa saja asal beli di luar. Kamu gak usah masak. Setelah itu, balasan pesan dari Yaya tidak terlihat lagi. * * * "Jadi biasanya Mas Regan pulang kantor jam berapa?" Yaya bertanya sambil menatapi suaminya yang sedang sibuk berkutik dengan IPad di pangkuan. "Nggak tentu, Yaya. Lagian kamu nggak perlu nunggu saya pulang. Memang kamu nggak ada kegiatan di luar?" balas Regan tanpa mengalihkan pandangannya dari layar IPad. Ternyata wajah manis Yaya kalah menarik dari file pekerjaan pria itu. Mendengar pertanyaan Regan, Yaya tersenyum. Akhirnya suaminya itu tertarik pada kehidupannya. "Aku tadi pagi ke kampus kok Mas, satu jam setelah Mas Regan berangkat ke kantor, aku meluncur ke kampus buat bimbingan skripsi." jawab Yaya dengan cepat dan terperinci. "Oh," Regan manggut-manggut tanpa berniat bertanya lagi. Yaya menghembuskan napas pelan, lagi-lagi Regan menunjukkan ketidakpeduliannya. "Mas Regan lagi ngapain sih?" Namun Yaya tidak kehabisan akal. Cewek itu semakin merapatkan duduknya ke sebelah Regan dan berusaha melihat apa yang sedang suaminya itu kerjakan sedari tadi. Kening Yaya mengernyit saat mengetahui ternyata Regan sedang chattingan dengan seseorang. Padahal dari tadi ia mengira suaminya itu sibuk bekerja. "Jangan kepo, Ya. Ini urusan pribadi saya." ketus Regan sambil membalikan layar IPad-nya agar tidak dilihat Yaya. "Mas Regan lagi chattingan sama siapa? Aku kira lagi kerja, soalnya fokus banget." ujar Yaya, nada suaranya sedikit merendah. Ada gairah yang hilang dalam diri Yaya. Entah kenapa Yaya merasa takut saat melihat Regan sedang berbalas pesan dengan seorang perempuan. Meski tidak melihat nama kontaknya, tapi Yaya sempat melihat foto profilnya. Cantik dan berkacamata. "Sekretaris saya. Lagi bicarain masalah kerjaan. Makanya kamu diam, saya jadi nggak fokus kalau kamu ngomong terus dari tadi." jawab Regan tidak menutupi apapun. Ya, Regan jujur. Dia memang sedang chattingan dengan Ayumi, Sekretarisnya. Membicarakan perihal materi rapat yang akan dipresentasikan besok. "Oke, Mas." balas Yaya singkat, tapi hatinya jadi sedikit lebih tenang. Ia menuruti perintah suaminya untuk diam. Menit demi menit berlalu, keadaan ruang tengah mansion pengantin baru itu menjadi tenang. Regan sibuk dengan IPad nya, sementara Yaya juga sibuk berselancar ke sosial media. "Ini makan malamnya masih lama?" Regan melirik jam tangannya, membuat Yaya lantas menoleh dan kembali mengecek ponsel. "Sebentar lagi sampai kok, Mas." jawabnya dengan cepat. Tak lama kemudian terdengar bunyi bel mansion mereka, dengan cepat Yaya berlari keluar untuk menjemput makan malamnya yang diantar oleh Abang Gofood. "Ayo Mas makan dulu!" ujar Yaya sembari menunjukkan kantong kresek ditangannya. Dua bungkus pecel lele yang ia beli lewat layanan pesan antar makanan online. Sepasang alis tebal Regan bertaut. Perasaannya mulai tidak enak saat melihat makanan yang istrinya beli terbungkus kantong plastik. Jangan-jangan Yaya memesan makanan di pinggir jalan yang kurang higienis? "Apa itu, Ya?" Regan menghampiri Yaya seraya memasukan kedua tangannya di saku celana. "Nasi uduk pecel lele. Enak banget ini, Mas! Belinya di tempat langganan aku sama Ayah." Yaya menjawab dengan excited sembari menyiapkan makan malam mereka. "Pecel Lele? Saya nggak pernah makan itu." Mata Yaya terbelalak. Selama 35 tahun suaminya itu hidup di dunia, tapi tidak pernah merasakan kenikmatan duniawi yang seperti ini? Sayang sekali! Regan menarik kursi dan mendudukinya. Memperhatikan Yaya yang sedang menyiapkan nasi beserta lauk lele goreng, lengkap dengan sambal dan lalapan. "Dimakan, Mas. Pasti ketagihan!" Alis Regan terangkat. Menatap aneh makan malamnya yang tidak pernah ia coba sebelumnya. "Bisa kita pesan makanan yang lain saja nggak, Ya?" Yaya berdecak dan menatap Regan jengkel. Karena tak sabaran, Yaya menyuapi Regan secara paksa. Jangan ditanya bagaimana reaksi Regan, sepasang mata legam pria itu membulat sempurna ketika tangan Yaya dengan lancang menyuapkan nasi ke dalam mulutnya. Ingat loh ya, langsung pakai tangan! "Gimana, Mas?" "Yaya, ini..."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD