P. S. I Hate You 21

1420 Words
Diah takut tapi ia tetap menggeleng. Dayang itu sedang menatap Sultan Ramdan yang berdiri di luar pagar. Sultan Ramdan juga sedang menatapnya. Bedanya sang Sultan menatapnya kesal. Ramdan sudah mengklakson berkali-kali tapi tidak ada yang membukakannya pintu. Ia bahkan sampai keluar dari mobil, berdiri dengan pintu mobil terbuka lebar dan menatap ke balik pagar rumah hanya untuk menemukan Diah yang berdiri layaknya kucing yang ketakutan. Tapi Ramdan tau, Diah ketakutan bukan hanya karena dirinya melainkan karena amukan Nia jika sampai Ramdan berhasil membobol pagar ini. “Diah!” panggil Ramdan dengan nada berbahaya. Entah kenapa Ramdan jadi selalu kesal pada orang-orang di sekitar Nia. Mereka yang terlalu patuh pada wanita itu. “Mohon ampun, Sultan,” cicit Diah setelah maju beberapa langkah dan meletakkan wajahnya di antara besi-besi pada pagar tersebut. Wajahnya yang termasuk kecil itu bisa muat di antara dua besi tersebut. Ramdan jadi merasa seperti sedang mengunjungi nara pidana. “Kalau kau mau kuampuni, segera bukakan pintunya.” “Anda benar-benar ga boleh masuk, Sultan. Atau saya yang kena amuk Puti nantinya.” Diah kemudian mengatakan atau lebih tepatnya memberi saran pada sepupunya Puti Aini itu agar beliau menyelesaikan masalah apapun yang ada di antara mereka besok saja saat berpapasan di kantor kesultanan. Dan yang membuat Ramdan menganga adalah saat beberapa saat kemudian Azka turun dari ojek online, dia bisa masuk begitu saja ke dalam. Azka masih belum bisa menghentikan kekehannya mengingat Abang benar-benar tidak bisa masuk. Harusnya ada yang memasukkan ini ke akun ** Minang Kocak nih. Bahwa seorang Sultan pun bisa ditolak kedatangannya. Dari ambang pintu rumah sang sepupu, Azka menoleh pada sepupu lain yang terkurung di luar. Tampak beliau masih mencoba untuk mengancam Diah. “DIAH!” panggil Azka pada dayang yang lebih tua dua atau tiga tahun darinya. “Kalau orang itu nekat kamu langsung lapor polisi ya!” teriak Azka kemudian memuntahkan tawanya. Ia begitu bahagia melihat Bang Ramdan kembali di kerjai Kak Nia sampai sudut matanya terasa basah. Saat berbalik, Azka mendapati sang Kakak berdiri dengan kedua tangan dilipat di d**a. Terlihat cukup menikmati pertunjukan yang ada. “Kak..” sapa Azka. “Kalau orang lihat, itu Sultan Ramdan ga bakal dilengserkan, ‘kan?” tanya nya. Azka sama sekali tidak sedang khawatir pada nasib sang Abang di kursi pemerintahan. Ia hanya sedang mencoba melawak. Yang tentu saja diladeni dengan baik oleh Kak Nia. “Kalau dia lengser, aku yang gantikan,” kekeh Nia. Tadinya suasana hatinya memang jelek. Tapi itu sebelum ia bicara dan berbalas pesan dengan Arif. Pria itu memang punya efek luar biasa untuk suasana hati Nia. Pria paling tepat untuk bersamanya sampai akhir hayat. >>>  Fateh sedang telfonan dengan Bang Raka ketika ponakannya sendiri muncul. Bukan Bang Raka sebenarnya yang menelfon dirinya tetapi Maga, Rima dan Ghafi yang memaksa sang Ayah untuk menghubungi Fateh. Minta hadiah ulang tahun, katanya. Dan saat anak kembarnya itu minta hadiah eh Mama mereka ikutan nimbrung dan minta hadiah ulang tahun pernikahan. Fateh jadi bertanya-tanya dan ia juga membiarkan mereka mengetahui apa yang tengah ia pertanyakan. Yaitu, siapa memangnya Fateh ini dalam keluarga mereka sampai punya kewajiban untuk selalu memberikan hadiah ulang tahun? Ya bukannya Fateh pelit, Kalau anaknya Bang Raka dan Kak Uci itu satu atau dua masih bisa lah ia tolerir. Eh ini anak mereka empat orang. Belum lagi mamanya yang ga pernah merasa puas sama hadiah yang Bang Raka kasih. “Bentar, Kak..” ucap Fateh pada Kak Uci. “Sini, Mar.. kamu kapan sampai?” tanya Fateh pada ponakannya sendiri. Lihat bagaimana penampilan ponakannya yang terlihat tidak seperti bocah SD sama sekali. Fateh masih ingat waktu dua bulan yang lalu Ammar dihampiri oleh remaja perempuan yang meminta id line dan instagramnya. Terlihat kalau remaja itu suka pada ponakannya yang tampan luar biasa. Ya iya lah, om nya aja titisan dewa, tentu saja ponakannya juga sama tampannya. Dan sejak hari itu sudah beberapa kali sejak Fateh selalu mendengar ponakannya bicara seperti ini: Maaf, Kak tapi aku masih SD. Percaya diri sekali bukan? Padahal belum tentu beberapa gadis yang mendekatinya itu berniat meminta id line dan ** miliknya. Namun saat Fateh mencibir ponakannya itu, si bocah malah dengan percaya diri mengatakan bukannya dia yang terlalu percaya diri tetapi hanya melakukan pencegahan sedini mungkin. ‘Diajak pacaran sama orang yang udah tua dari aku itu ga enak, Om,’ begitu ujar bocah kesayangan Fay itu. Bukannya menjawab pertanyaan Adik mamanya yang tidak pernah pacaran seumur hidupnya itu, Ammar malah berkomentar soal kamar yang tengah ia masuki. Rumah Kakek Bayu padahal punya beberapa kamar kosong. Itu kamar yang dulu Ammar dan mamanya gunakan juga tidak ada yang mengisi tapi kenapa Om Fateh malah menempati paviliun seperti ini? Paviliun punya image buruk bagi Ammar. Papa sering bercerita kalau paviliun di rumah mereka sering digunakan kakek buyutnya Ammar untuk menghukum Papa yang nakal. Selain itu, karena letaknya yang memang agak terpisah dan jarang dikunjungi membuat Ammar semakin tidak menyukainya. “Halo? Halo Teh!” panggil seseorang tidak sabaran dari seberang sana. Fateh menyerngit mendengar suara Bian ikutan muncul dari ponselnya yang terhubung pada nomor ponselnya Bang Raka. Apa Abang dan keluarganya sedang menginap di rumah Bian atau justru Bian yang mengunjungi mereka? Tanya Fateh membatin. “Ape lo?” tanya Fateh pada sahabatnya itu. “Mana Ammar? Kamu barusan ngomong sama Ammar ‘kan itu? Aku mau ngomong dong,” ucap Bian pada sahabatnya, seseorang yang kalau jadi imam shalat, shalat kita selesai dalam waktu kurang dari tiga menit. “Udah ya, Bi.. ini gue sibuk banget mau nyuri hati gebetan. Lo sama keluarga besar lo itu nelfon di waktu yang salah.” Duluan gue kawin nih kayaknya dari pada elo wkwkwk.. sambung Fateh dalam hati. Setelah berbicara seperti itu pada sang sahabat, Fateh langsung memutuskan sambungan telfon dan memusatkan perhatiannya secara penuh pada ponakan tampannya. “Kamu kemari bukan buat jemput Om, ‘kan?” tanya Fateh curiga. Jujur Ammar masih kesal pada Om Fateh yang meninggalkannya begitu saja tanpa pesan. Tanpa pamit juga tanpa mengajaknya lebih dahulu. Kan Ammar juga mau tuh diajakin liburan kaya Vio. Vio aja disayangin, Ammar kok engga? Fateh mendengus karena Ammar jelas-jelas mengabaikannya. Bangkit dari posisi duduk di pinggir ranjang, Fateh kemudian mendekati ponakannya yang memang terlalu tinggi untuk ukuran bocah seumuran dirinya. Fateh bertaruh saat SMA nanti Ammar jauh lebih tinggi dari Fateh saat SMA dulu. Dia pasti juga banyak yang naksir, pertanyaannya cuma satu. Ammar mau ga sama cewek-cewek itu? Dan meskipun banyak yang naksir, Fateh pikir tidak ada yang akan berani menyatakan perasaannya langsung. Secara, Ammar ini mewarisi kegarangan Fay Alisha Rossalind. Fay tidak pernah mengizinkan siswa BB mendekatinya. Dan hanya satu orang saja yang ia dekati dengan suka rela, Abid namanya. Tapi itu cerita lama, sebelum Denis Hardian menyapu bersih cinta yang Fay miliki untuk Abid. Sampai di dekat sang ponakan, Ammar menunduk kemudian menjepitkan kepala Ammar di ketiak kirinya. Membuat ponakannya itu menjerit kesal. Salah siapa yang mengabaikan Fateh, ya ‘kan? Vio sengaja membuka kamar sang Abang karena orang di dalam sana tidak menyahutnya sama sekali. Begitu ia membuka lebar pintunya, Vio melihat Bang Fateh menjepit Ammar di ketiak sedang tangan kanan dia gunakan untuk menjitak kepala ponakannya itu. Mereka terus saja berputar-putar dengan Ammar yang meminta ampun dan Bang Fateh yang bertanya apakah Ammar akan mengabaikannya lagi. “Bang,” panggil Vio pada sepupunya itu. “Abang,” ulangnya lagi karena panggilannya barusan teredam oleh keributan sepasang mm dan ponakan itu. “ABANG!” teriak Vio. Saat ia masih saja di abaikan, Vio sadar kalau Ammar dan Bang Fateh memang sengaja mengabaikannya. Bayu yang mendengar Vio berteriak kesal mencoba melihat apa yang sedang terjadi. Kebetulan ia juga baru pulang, cuaca di luar mendukung sekali untuk Bayu memarahi semua anak di rumah ini. Semakin tua mereka justru semakin bertingkah seperti anak-anak. Saat dirinya berada beberapa langkah di belakang Vio, Bayu menemukan pemandangan cucu pertamanya yang sedang dianiaya oleh Fateh. Bayu berdeham pada Vio yang menghalangi jalannya. Begitu mendapatkan akses, ia masuk ke dalam kamar dan tanpa ragu-ragu langsung menarik daun telinganya Fateh sehingga kini berganti yang berteriak kesakitan. “Kau berani sama cucuku?” tanya Bayu saat dua orang itu menyadari keberadaannya. “Kakeeekkk..” pekik Ammar senang kemudian memeluk Kakeknya itu. Vio menghela napas dan memilih untuk melapor saja pada Ibu Ratu. Bahwa Ammar tidak mungkin bisa di suruh mandi karena dia sedang sibuk sekali dengan para pria di keluarga ini. Padahal cuma nyuruh Ammar mandi tapi kok sesusah ini, cibir Vio sebelum benar-benar melangkah pergi. Namun begitu ia cukup senang karena ada Ammar, ia bisa pulang bersama ponakannya itu nanti.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD