Bab 21

2218 Words
Kelima laki-laki tersebut kini berkumpul dirumah Alex, seperti biasa cemilan dan minuman sudah tersedia di hadapan mereka. Mereka berada di ruang keluarga yang luas. "Den Alex mau bibi masakin apa?" tanya Bibi. Alex yang sedang fokus bermain game dengan Bary diam sejenak lalu berkata, "Apa aja Bi, masakan bibi selalu enak." "Iya Bi, tongseng daging enak bi kayanya seger gitu," cetus Bary. Alex lantas menoleh lalu memutar bola matanya dengan malas. "Turutin aja Bi," ujar Alex. "Baik Den," balas Bibi lalu beranjak pergi dari hadapan mereka yang kini tersenyum tipis. Revan berkata, "Lex, soal kejadian tadi di kantin. Makasih." Alex lantas menghentikan aktifitas main gamenya hingga membuat Bary yang menang atas game tersebut. "YESS! AKHIRNYA GUE MENANG DARI ALEX!" seru Bary bersorak kegirangan. "Eh iya mumpung lagi bahas soal kejadian di kantin sekolah, kita kayanya harus jaga Tia deh," ujar Riko. Bary menyela, "Gue setuju." Revan, Alex, Rega lantas mengerutkan keningnya menatap Riko. "Kenapa?" tanya Rega. "Lu lihat aja ini kejadian sekian Tia di rusuhin Van, adik lu itu lagi enggak aman untuk penghuni sekolah," jelas Riko, semua yang mendengar manggut-manggut seolah mengiyakan perkataan sahabatnya tersebut. Bary berkata, "Menurut lu gimana Van? Kalau mau kita rapatin The Boys buat ngejaga Tia." Revan menggelengkan kepalanya lalu membalas, "Jangan semua anak TB, kita-kita aja yang ngejaga." "Lu pada khawatir banget sama Tia, dia bisa jaga diri," balas Rega, Alex yang mendengar lantas memperhatikan Rega yang sedang memakan cemilan. Alex menyela, "Kok lu bisa seyakin itu." Rega yang mendengar lantas menoleh sekilas ke arah sahabatnya lalu tersenyum miring. "Kalau mau jagain ya gue enggak masalah si, cuman lu harus minta persetujuan dia, lu tahu kan dia kaya gimana," jelas Rega. "Benar kata Rega, adik gue itu keras kepala kalau enggak ngomong bisa gue yang di caci maki," ujar Revan. Alex menyela, "Gue tetap mau jaga Tia, gue setuju perkataan Riko. Gue udah bilang sama yang lain kalau Tia dalam lingkupan The Boy's." Semua yang mendengar lantas menatap lekat ke arah laki-laki tersebut yang kini menatap mereka balik, sambil menaikkan kedua alisnya. "Kalau kalian enggak mau, ya enggak masalah. Gue enggak mau ada yang ganggu calon istri gue," ucap Alex. "WHAT!!! CALON ISTRI?" "HAH GIMANA MAKSUDNYA?!" "ENTAR DULU, ENTAR DULU, TADI LU BILANG APA? CALON ISTRI?" Mereka bertiga lantas terkejut atas penuturan sahabatnya, Revan hanya memejamkan matanya sambil menepuk jidatnya lalu menggelengkan kepalanya pelan. "Alex, lu nyari masalah aja anjrit," bisik Revan. "Coba jelasin, gimana-gimana? Jangan ada rahasia di antara kita," cetus Bary. Rega menimbrung, "Iya benar, parah kalau lu berdua nutupin dari kita." Sambil menatap secara bergantian ke arah Revan dan Alex. "Gue dijodohin sama Tia," ucap Alex yang membuat mereka menatap melongo atas jawaban dari sahabatnya. Revan menyela, "Gini gais, Alex sama Tia itu dijodohin, dan gue sama Alex diam karena adik gue sendiri yang minta soal nutup rapat-rapat ini, mereka juga masih sekolah." "Terus lu nikahnya kapan?" tanya Bary dengan entengnya. "Selesai kuliah," balas Revan. Riko bertanya, "Lu di jodohin? Tapi status lu sama Tia belum ada apa-apa? Lu yakin itu bakal baik-baik aja?" Alex yang mendengar pertanyaan sahabatnya lantas terdiam sejenak mencerna kata-kata tersebut. "Ginidah, jujur jujuran aja sama kita, lu sayang enggak sama Tia? Kalau niat lu nerima cuman karena perjodohan mending jangan, gue sama Revan yang bakal nentang lebih dulu," jelas Rega. Revan menimbrung, "Terutama Bang Rey, Tia itu benar-benar diratukan sama abang gue, jadi lu jelas tahu apa akibatnya kalau dia terluka." Alex terdiam sejenak, memperhatikan keempat sahabatnya yang kini menatapnya dengan lekat seolah menunggu jawaban. Alex menarik nafasnya dalam-dalam sebelum menjawab, "Gue benaran sayang sama dia, tanpa ada perjodohan ini pun gue akan tetap sayang dan jagain dia." Revan dan Rega saling menatap satu sama lain, lalu tersenyum tipis sambil mengangguk. "Gila, gila, daebak banget," kata Bary sambil bertepuk tangan dan senyum yang bangga kepada sahabatnya. "Lu seriusan? Gue enggak pernah loh liat lu seserius ini," ucap Riko. "Gue enggak pernah main-main dalam omongan gue," balas Alex dengan nada serius. Revan berkata, "Gue percaya, tapi kalau lu buat adik gue nangis, lu berurusan sama gue." Laki-laki tersebut menatap lekat sahabatnya lalu mengangguk dengan yakin. Sedangkan di sisi lain, gadis cantik sedang menikmati pemandangan dari rooftop rumahnya sambil di temanin cemilan dan es jeruk kesukaannya. "Kayanya hidup gue penuh dengan kebencian semua orang deh," gumam Tia tiba-tiba. "Tapikan buat gue yang buat ulah, mereka yang buat ulah sampai keluarin sifat gue," lanjut Tia, ia kini bersandae di sofa single sambil menyeruput minuman yang berada di genggamannya kini. "Queen." Gadis tersebut lantas menoleh ke arah sumber suara, ia terlonjak terkejut ketika abang pertamanya yang datang. "Loh abang kapan pulang?" tanya Tia. "Barusan sayang, kamu ngapain disini?" Tia tersenyum manis lalu menjawab, "Lagi nikmatin pemandangan sini aja bang." Rey tersenyum lalu melangkah mendekat ke arah sang adik. "Sore ini free kamu?" tanya Rey. Gadis tersebut lantas menatap sang abang yang kini menatapnya dengan tulus. "Kayanya si free bang," ucap Tia. "Mau nonton?" tanya Rey. Tia menjawab, "Tumben banget, abang enggak pergi lagi emangnya." Rey mengelus pucuk rambut sang adik lalu menjawab, "Enggak ada Queen, makanya abang ngajak kamu nonton." "Ntar dulu, ini kayanya aku mencium-cium ada yang aneh nih," ucap Tia sambil menatap curiga ke arah sang abang. Rey hanya tersenyum tipis lalu menggelengkan kepalanya. "Enggak ada sayang, kamu tuh mikirnya, kalau gitu abang mandi dulu, 30 menit abang tunggu oke," jelas Rey. "Siap abang ku," balas Tia sambil menghormat ke arah Rey yang membuat laki-laki tersebut menggelengkan kepalanya sambil tersenyum tipis. Rey lalu melangkahkan kakinya keluar dari rooftop meninggalkan sang adik. Gadis tersebut lantas beranjak dari duduknya, dan melangkah menuju kamarnya untuk mengganti bajunya. "Kayanya ada yang aneh dari Bang Rey deh," gumam Tia, setelahnya ia hanya menghendikkan bahunya dan tidak mau ambil pusing. "Bodolah, yang penting gue enggak boring," ujar Tia. Setelah beberapa menit kemudian, Rey yang telah mandi dan memakai baju casual kini melangkah ke arah kamar sang adik. "Queen, sudah belum?" tanya Rey sambil mengetuk pintu kamar adik perempuannya. "Sebentar bang," balas Tia sedikit lantang. Laki-laki tersebut kini bersandar di dinding sambil menunggu sang adik, tak lama kemudian pintu kamar terbuka dan menampilkan gadis cantik dengan style celana levis denim dan baju oversize tidak lupa tas selempangnya. Rey bertanya, "Sudah?" Tia menggenggam tali tasnya lalu mengangguk dengan senyuman, mereka lalu melangkah kan kakinya menuruni anak tangga. "Sekolah kamu gimana? Baik-baik semua?" tanya Rey tiba-tiba, Tia jelas sedikit tercekat ketika mendengar pertanyaan tersebut, laki-laki tersebut menoleh sekilas sambil mengernyitkan dahinya. Rey bertanya, "Kenapa? Ada masalah?" Dengan nada datar, jelas itu membuat gadis tersebut ngeri. "Ah– baik-baik aja kok bang, enggak usah khawatir," balas Tia dengan senyuman, sengaja berbohong demi kebaikan itu enggak papa menurutnya. Rey manggut-manggut saja mendengarnya, walau rasa curiga masih menyelimutinya. "Bagus deh," balas Rey lalu mengelus pelan pucuk rambut sang adik. "Loh kalian berdua mau kemana?" tanya Caca ketika melihat kedua anaknya sudah rapih. "Mau ngajak Queen nonton Bu," balas Rey. Tia bertanya, "Bubu mau ikut?" Cava menggelengkan kepalanya lalu menjawab, "Enggak, bosen." Tia yang mendengar jelas menye-menye saja, bagaimana sang ibu tidak bilang bosan jika ada film terbaru ia akan segera menontonnya. "Film horor lagi bagus, kalian harus nonton," ujar Caca. Rey berkata, "Kalau gitu Rey sama Queen pamit ya Bu." Lalu mengecup punggung tangan sang Bubu, begitu juga dengan Tia. Mereka kini memasuki mobil, Rey lantas melajukan mobilnya dengan kecepatan standar menjauh dari perkarangan rumahnya. "Revan kemana?" tanya Rey. "Main dirumah Alex katanya," balas Tia. Rey sekilas menatap sang adik lalu bertanya, "Kamu belum jadian sama Alex?" Tia yang mendengar pertanyaan tersebut lantas reflek menoleh ke sang abang. "Jadian?" Rey manggut-manggut saja menjawabnya. Tia menghela nafasnya lalu berkata, "Enggak bang, Tia enggak jadian." "Emang dia belum nyatain cinta ke kamu?" tanya Rey. Tia berkata, "Ish abang apasi kenapa jadi bahas-bahas dia." "Loh dia calon suami kamu loh," balas Rey sambil tertawa pelan. Gadis tersebut hanya memutar bola matanya dengan malas yang membuat Rey hanya tertawa pelan. "Abang juga enggak akan ngebiarin kamu nikah sebelum kalian selesai pendidikan," balas Rey. Tia menyela, "Tia juga enggak mau nikah kalau abang belum nikah." "Dikit lagi juga nikah abang," balas Rey yang membuat Tia kembali reflek menoleh ke arah sang abang. "Mau nikah, abang kan jomblo," cetus Tia. Rey berkata, "Loh ini kan mau ketemu calon abang." "SERIUS?!" seru Tia dengan lantang, Rey hanya tersenyum tipis yang membuat gadis tersebut semakin menatap penuh selidik, namun Rey tidak menggubrisnya. Notifikasi pesan membuat Tia mengalihlan pandangannya, ia lalu mengambil handphonenya untuk melihat siapa yang mengirim pesan, namun raut wajahnya kini mengerut membuat sang abang bertanya, "Siapa yang chat?" "Enggak tahu, nomornya enggak ada di kontak aku, " balas Tia. Rey berkata, "Coba buka." Tanpa pikir panjang gadis tersebut mengikuti arahan dari sang abang. 08215XXXXX Save. "Apa katanya?" tanya Rey yang penasaran. Tia berkata, "Cuman ngirim Save gitu doang." Rey jelas mengerutkan keningnya, jangankan abangnya ia sendirinyang menerima pesan tersebut juga dibuat bingungya, foto profilpun juga tidak ada, nama hanya titik saja. Gadis tersebut hanya membaca saja lalu memasukkan kembali handphonenya ke dalam tas selempangnya. "Kamu enggak balas?" tanya Rey. "Enggak, ngapain juga. Paling orang iseng," cetus Tia, ia lalu mengencangkan volume lagu yang sedang tersetel dan merasa bodo dengan nomor tadi, Rey hanya menggelengkan kepalanya sambil senyum tipis dibibirnya. Sedangkan di sisi lain, Alex kini sedang gusar ia mondae mandir kesana kemari yang membuat keempat sahabatnya pusing sendiri. "Lu kenapa si? Kaya setrikaan bolak-balik mulu," ucap Bary. "Gelisah amad boy, ada apa si?" tanya Riko. Alex menghentikan sejenak aktifitas mondar-mandirnya dan menatap keempat sahabatnya yang kini menaikkan kedua alisnya seraya bertanya. "Nih orang kenapa si," ujar Rega, ia lalu beranjak berdiri untuk menghampiri Alex, tanpa pikir panjang ia mengambil handphone yang sedari tadi digenggam sahabatnya yang terus menerus melihat layar handphoneya. "Astaga, lu nungguin balasan Tia ternyata," ucap Rega membuat yang lain hanya saling menatap. Revan bertanya, "Lu chat apaan emang?" Rega kini melihat kembali isi chat Alex yang dikirim kepada Tia. "Save, anjrit! Lu seriusan cuman chat gini doang?" Rega jelas tidak habis pikir oleh sahabatnya tersebut, Alex lalu mengambil kembali handphonenya. "Save. Udah gitu doang?" tanya Riko. Bary menggelengkan kepalanya lalu berkata, "Gimana mau dibalas, lu chat kaya gitu doang. Lex Alex, masa iya chat cewek harus di ajarin iuga." "Terus gue harus chat gimana?" tanya Alex. Revan yang mendengar pertanyaan tersebut lantas tertawa yang membuat Alex mengerutkan keningnya. "Kaya gimana kek, yang penting jangan singkat, basa-basi gitu loh," jelas Revan. "Pantesan aja enggak dibalas Lex, gue juga kalau jadi Tia males balesnya," ucap Riko. Alex hanya terdiam sejenak memperhatikan sahabatnya, kemudian pandangannya beralih ke chat yang ia kirim kepada gadis yang kini memenuhi hati dan pikirannya. "Bahkan lu enggak ngasih tahu nama lu, pantes kalau di reas doang sama Tia, dia itu paling anti sama nomor-nomor yang dia enggak kenal," jelas Rega. "Jadi gue harus ngasih tahu nama gue?" tanya Alex. Bary menyela, "Lu polos apa pura-pura be'on si." "Yaiyalah lu harus kasih tahu nama, sampai tahun jebot juga lu enggak akan dibalas kalau cuman satu kata itu doang yang lu chat," jelas Rega. Keempat laki-laki tersebut menggelengkan kepalanya melihat kepolosan atau kecuekan sahabatnya. Alex kini duduk di sofa samping Revan, ia mengirim kembali pesan ke gadis tersebut namun kali ini hanya namanya yang ia kirim, Rega yang sedari tadi mengintip melongo ketika melihatnya. "Astaga aduh mamae Alex! Kau ini kebangetan dingin atau gimana si, ah sudahlah," cetus Rega. "Kenapa Ga?" tanya Bary penasaran. Rega menjawab, "Lu lihat aja noh dia." Rey kini sudah memarkirkan mobilnya, mereka berdua lantas turun dari mobil dan melangkah memasuki mall tersebut. Laki-laki tersebut sejak masuk mall sibuk dengan handphonenya membuat Tia menatao heran, karena tidak baisanya abang pertamanya itu mantengin terus handphonenya. "Bang," kata Tia, namun tidak di gubris. "Bang Rey!" Laki-laki tersebut lantas menoleh ke arah sumber suara. Rey bertanya, "Kenapa Queen?" "Jujur deh, abang tuh lagi kenapa si? Daritadi lihatin handphone terus, ada kerjaan?" tanya Tia penuh selidik. "Maaf ya Queen," balas Rey, Tia mengernyitkan dahinya ia tidak mendapat jawaban dari sang abang. Gadis tersebut menghentikan langkahnya, namun Rey tidak menyadari ia berfokus pada handphonenya. "Tuhkan, dia aja enggak nyadar adiknya enggak disampingnya," ujar Tia dengan nada kesal. "Kita nonton apa Queen?" tanya Rey, namun tidak ada sahutan. Rey lantas mengerutkan kening lalu menoleh ke arah samping dan tidak ada sang adik, ia membalikkan badannya dan melihat Tia yang sedang berdiam diri menatapnya horor. Rey menggaruk tengkuk lehernya lalu menghampiri sang adik, raut wajahnya jelas merasa bersalah terlebih melihat Tia yang hampir menangis, sungguh gadis tersebut tidak suka dengan sang abang yang tiba-tiba mengabaikannya seperti itu. "Aku mau pulang, enggak mood," ucap Tia, ia lalu berbalik badan dan melangkah untuk keluar dari mall tersebut. "Queen, abang minta maaf," ungkap Rey dengan penuh rasa bersalah, Tia hanya diam saja tidak menggubris perkataan abangnya. Tia menyela, "Abang urus aja tuh handphone, buat apa ngajak adiknya jalan kalau adiknya aja dicuekin." Rey jelas merasakan sesak di dadanya ketika mendengar perkataan sang adik. "Queen, abang minta maaf," kata Rey. Gadis tersebut hanya diam membisu saja membuat Rey benar-benar kehabisan akal, adik perempuannya kalau ngambek bisa lama mendiamkan dirinya, dan itu tidak akan bisa dilewati oleh Rey. "Abang minta maaf, abang belanjain apapun deh yang Queen mau," ujar Rey, mereka yang tidak sengaja mendengarnya jelas menoleh tidak berkedip ketika sosok laki-laki tersebut berkata seperti itu. Rey itu abang idaman setiap adik-adik wanita manapun, sudah perhatin, brother rich pula, semua tidak berkedip ke arah laki-laki tersebut ketika melewati mereka.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD