Bab 3

1050 Words
Hari minggu di mana harus nya semua orang merasa santai, dan menikmati hari namun tidak dengan gadis cantik tersebut. Setelah selesai mandi dan memakai baju yang nyaman untuk dirinya, ia menuruni tangga, ia berdendang menyanyi lagu kesukaannya, sedangkan yang ada di meja makan menatap bengong ke arah tangga. "Tmben amad udeh bangun De," ucap Revan, sedangkan Tia hanya meledek dengan memeletkan lidahnya, ia lalu duduk di samping abang pertamanya.  Semua sudah berkumpul kembali setelah Rey yang ada pekerjaan di luar negeri, dan kedua orang tuanya yang merawat sang Kakek. "kamu mau kemana?" tanya Reyfan. Tia membalas, "Mau kerumah Om Dimas, kangen sama si Rega." Sambil menyengir kuda. "Nanti salamin ya buat Dimas, bilangin jangan lupa daratan," ucap Caca-Ibu Tia, sedangkan gasis tersebut hanya tertawa pelan mendengarnyan "Mau Abang anterin enggak?" tanya Reyfan. "Yah, si tuyul mana mau Bag di anter-anter," sela Revan, sedangkan Tia yang sedang menyendok makanannya langsung melotot ke arah Revan, emang Abang keduannya sanga suka ngejahilin dan meledek. Sedangkan Revan hanya menyengir tanpa dosa ketika mendapat tatapan tajam dari sang adik. Reyfa berkata, "Tia." Tia lalu menoleh ke arah abang pertamanya dan berkata, "Enggak usah Bang, Tia naik mobil sendiri aja." "Uang kamu masih ada?" tanya Reyfan. "Uang gue abis bang," sela Revan, sedangkan kedua orang tua mereka hanya tertawa pelan. Memang sekarang Reyfan lah yang menjatah mereka semua, karena Reyfan sendiri yang meminta agar perusahaan di alihkan ke dirinya namun tetap dalam pantauan dari sang ayah. "Entar gue transfer," balas Reyfan, sedangkan Revan tersenyum kemenangan. Rey bukan lah orang yang pelit untuk kebahagian adik-adiknya. "Uang aku masih ada Bang," balas Tia sambil tersenyum. Reya berkata, "Kalau tinggal dikit kabarin Abang." Gadis tersebut hanya mengangguk sambil tersenyum. Mereka melanjutkan aktifitas makannya. Lima menit sudah berlalu, mereka telah usai makan bersama, namun masih berada di ruang makan. Tia lalu beranjaka dan berkata, "Yah, Bu, Bang, Tia berangkat ya." "Iya sayang," balas sang Ibu. Sang ayah menimbrung, "Kamu hati-hati ya." "Siap captai," ujar Tia seraya menghormat. Ia lalu berjalan keluar dan menuju garasi. Ia memutuskan untuk memakai mobil jazz kesayangannya, ia mengendarai mobilnya dengan kecepatan standar, ia menyetel lagu secara random hanya untuk menemani ia selama di jalan. 30 menit kemudian Tia telah sampai di mansion besar milik sahabat Ibunya ya siapa lagi kalau bukan Dimas, yang ia anggap juga sebagai Om kandungnya sendiri, karena Ia juga yang melatihnya bela diri. Ia memarkirkan mobilbya di garasi biasa, yaps! Orang-orang penghuni mansion tersebut sudah tahu jika mobil berwarna merah itu adalah milik Tia anak dari pendiri mafia dan gangster terbesar dan di takuti hingga saat ini. "Helooooooo epibadihhh!" seru Tia dengan berteriak ketika membuka pintu besar tersebut. Semua yang berada di sana menatap sambil tersenyum, karena memang sudah seperti itu ketika gadis tersebut datang, Tia bukan tipe yang ingin di takuti sama seperti Ibunya. "Om Dimas, di mana diri mu," ucap Tia, ia lalu duduk di sofa ruang tamu ketika sudah berteriak seperti itu. Tak perlu memangil berkali-kali, Dimas cukup peka untuk teriakan ponakannya itu. Tak lama kemudian turun lah sosok yang ia teriaki tadi, Tia hanya tersenyum ketika berhasil membangunkan tidur Om-nya dengan teriakannya. "Kenapa kamu pagi-pagi kesini," ucap Dimas. Tia membalas, "Kangen aja." "Paling ada maunya doang," cetus Dimas, sedangkan Tia hanya menyengir kuda tanpa dosa. "Om minjem laptop dong," balas Tia, sedangkan Dimas hanya memutar bola matanya dengan malas, tahu apa yang akan di lakukan oleh sang gadis tersebut. Dimas berkata, "Roby. Tolong ambilkan laptop saya." "Baik Tuan."  Tak lama kemudian Roby membawa laptop dan memberikan kepada Tuannya. "Nih," ucap Dimas sambil memberikan laptonnya. Tia langsung tersenyum dan mengambil laptop dari tangan Dimas. Ia langsung membuka laptopnya dan mengutak-atik, entah apa yang di lakukan gadis tersebut, Dimas hanya mengisap rokok sambil memperhatikan ponakannya, auranya persis seperti sang ibunya dulu, ia sampai bergedik ngeri saat menatap lebih lekat padahal ia jauh di bawah umurnya di bandingkan dirinya  namun menatap lekat seperti menatap sahabatnya yang juga ketuanya dulu. "Kamu ngapaiin si Ti?" tanya Dimas. Sedangkan kini Tia sudah kelar dengan mengutak-atik laptop milik Omnya tersebut. Ia lalu menyeringai ke arah Dimas, aura pembalasan dapat Dimas rasakan walau hanya dengan melihat gadis tersebut menyeringai. Tia berkata, "Ah Om kepo, nih laptopnya udah kelar Tia." "Oh iya Rega mana Om?" tanya Tia sambil celingak-celinguk melihat sekitarnya. "Di basecampnya." Ketika sudah mendapat jawaban, ia lalu beranjak berdiri. Baru saja beberapa langkah ia menghentikan dan menoleh ke arah Dimas yang kini menatap heran. Tia berkata, "Oh iya Om dapat salam dari Bubu, katanya jangan lupa daratan." Ia lalu kembali melanjutkan langkah kakinya untuk keluar. Sedangkan Dimas yang mendengarnya langsung menyemprotkan kopi yang ia minum secara sembarangan, mendengar bahwa ia dapat salam dari Ibunya Tia yang berarti sahabatnya, lupa daratan? Dimas langsung berlari ke atas kamar untuk menelepon sahabatnya, bisa mati ia kalau sampai sahabatnya benar-benar murka Disisi lain Tia telah sampai di Basecamp tempat ia biasa juga nongkrong, ia melirik sana sini untuk mencari keberadaan Rega, Bascamp ia bukanlah tempat kumuh, atau rumah kosong, namun sebuah café ternama yang Rega bangun di tengah gedung-gedung tinggi Jakarta, café ini cukup terkenal di kalangan anak muda apalagi untuk kalangan para wanita, karena café ini pelayannya ganteng dan keren-keren abis, ya itu temen Rega semua yang ikut dalam Gengnya Rega yang suatu waktu bisa di rekut dalam mafia. "REGAAAAA!!" Tia berteriak ketika masuk kedalam café tersebut, sialnya ia tak mengira kalo bakal seramai itu. Tentu tatapan aneh, dan jijik dari padangan wanita yang sedang berada di dalam mengarah pada tia, sedangkan gadis tersebut cuek tak perduli. "Woy!" seru Rega, lalu melambaikan tangan kepada Tia. Tia yang melihat langsung menghampiri, sedangkan tatapan dari para wanita yang sedang berada di café tersebut hanya mengerutkan kening sambil mengarah ke arah gadis tersebut yang sedang berjalan menuju Rega. "Lu dari mana?" tanya Rega. Tia menjawab, "Dari mansion, eh lunu enggak ada." Gadis tersebut lalu duduk tepat di hadapan Rega. "Woy Ti, mau minum apa lu?" tanya Akbar - salah satu barista yang berada di cafe` tersebut. "Apa aja dah," balas Tia. "Eh gue ke toilet dulu ya." Ia lalu berjalan ke arah toilet untuk mencuci muka yang sedikit kusam. Bruk!!! Tiba-tiba bahunya di tubruk dengan sengaja, Tia melihat siapa yang menubruknya. Lalu tersenyum miring dan menyeringai. "Eh ada cewek murahan di sini, lagi ketemu Om-Om ya," ucap seseorang. Tia yang mendengar mengepalkan tangannya dengan kencang namun ia dapat mengendalikan emosinya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD