Bab 25

1620 Words
Gadis cantik dengan motor sport berwarna hitam tersebut kini telah sampai.di.cafe` Dragons tempat biasa ia menghabiskan waktu jika tak hangout dengan ketiga sahabatnya, ia melepas helm fullfave-nya, kedatangannya jelas menjadi pusat perhatian pengunjung cafe` bagaimana tidak selain cantik, body yang bagus, ia pintar dalam mengendarai motor sport. "Spadaaaa..." Katanya ketika membuka pintu cafe`. "Eh tumben banget Nona kesini tanpa di panggil," ujar Jawa. Tia yang melihat laki-laki tersebut sontak terkejut. "Jawa? Lu udah balik?" tanya Tia lalu melangkah menghampiri laki-laki tersebut. "Udahlah, ini buktinya gue disini," balas Jawa. "Kangen banget gue sama mekanik andalan gue," ujar Tia yang lantas langsung memeluk Jawa, laki-laki tersebut lantas membalas pelulan gadis tersebut. Jawa berkata, "Wah suatu kehormatan bisa di kangenin sama Nona Dragons." Tia yang mendengar lantas memukul pelan lengan temannya tersebut. "Bud, biasa ya," kata Tia. "Siap laksanakan!" Sambil berlaga hormat membuat Tia hanya menggelengkan kepalanya, sekian kalinya gadis tersebut membuat iri pengunjung cafe`tersebut, semua berbisik kenapa bisa gadis tersebut mengenal bahkan dekat dengan pelayan cafe` Dragons. Tia bertanya, "Rega mana? Enggak dateng hari ini?" "Lagi beli bahan kopi, stock kopi hitam lagi habis soalnya," jelas Budi yang membuat Tia hanya ber Oh ria saja mendengarnya. Gadis tersebut kini duduk sambil memainkan handphonenya untuk menscroll sosial medianya, tak jarang ia tertawa karena melihat video-video lucu yang lewat di berandanya. "Seperti biasa, es kopi cappucino tidak manis tidak pahit, yang sedang sedang saja," kata Jawa ketika mengantarkan kopi tersebut. "Terimakasih pelayan tampan," balas Tia dengan senyuman dibibirnya membuat Jawa terpeson melihatnya. Budi berkata, "Cemilannya nyusul ya, lagi di buat penuh dengan cinta." Tia yang mendengar lantas tertawa lalu menjawab, "Oh iya? Cinta rasa apa nih?" "Rasa yang pernah ada namun hilang begitu saja," balas Fuji menimbrung. Tia menyela, "Sad boy dasar." Ia lalu mengaduk-ngaduk minumannya agar merata, tak lama kemudian Rega datang dengan memanggul plastik hitam besar di pundak kirinya. Gadis tersebut yang melihat sahabatnya hanya menggelengkan kepalanya sambil menahan ketawa. "Wihhh lagi sibuk Pak Haji?" tanya Tia, laki-laki tersebut lantas menghentikan langkahnya dan menoleh ke arah sumber suara yang kini menaikkan kedua alisnya. "Kamperet, lu dari kapan disini?" tanya Rega. "Sin-sini biar gue yang bawa," ujar Husen yang mengambil alih plastik tersebut. Rega menatap para sahabatnya yang kini menahan ketawanya. "Emang kurang ajar lu pada sama gue," cetus Rega. "Lah sekali-kali lu ngangkut-ngangkut kaya gitu," ujar Fijo. "Cocok kok lu, ganti profesi aja," ucap Tia sambil tertawa pelan. Laki-laki tersebut hanya menatap kesal ke para sahabatnya, lalu duduk di hadapan gadis yang kini menatap seraya meledeknya. "Tumben lu kesini? Enggak tidur siang?" tanya Rega. "Lagi males aja, tadi sebenarnya mau ajak yang lain cuman mereka mendadak enggak bisa," jelas Tia. Rega bertanya, "Yang lain?" "Iya tiga sahabat gue, bukan sahabat lu," balas Tia, Rega hanya ber Oh ria saja ketika mendengarnya. Gadis tersebut kini menyeruput minumannya, ia juga mengirim foto di grup untuk memberitahu bahwa ia kecafe` tersebut, sontak grup tersebut langsung ramai dengan ketiga sahabatnya membuat Tia hanya menggelengkan kepalanya sambil tersenyum tipis. "Tadi Revan kesini," ucap Rega tiba-tiba. "Tumben banget," balas Tia dengan santainya. Rega berkata, "Dia nanya-nanya soal lu." Tia yang hendak meminum es-nya kini terdiam sejenak, matanya kini menatap lekat laki-laki yang duduk di hadapannya. "Nanya apaan?" tanya Tia. "Dia mulai curiga soal kenapa lu jago bela diri, terus ngelawan Rika bahkan Fiona," jelas Rega, Tia hanya diam membisu sambil sesekali meneyeruput minumannya. Rega menarik nafasnya dalam-dalam sebelum berkata, "Gue harap lu bisa kontrol emosi lu Ti, itupun kalau lu mau semua enggak curiga sama lu, sebenarnya gue yakin mereka enggak masalah soal lu jago berantemnya, cuman keluarga besar lu gimana? Tante Caca gimana kalau tahu, dia pasti nyalahin dirinya sendiri." Gadis tersebut terdiam sejenak, ia memainkan sedotannya. "Iya, lain kali gue bakal kontrol emosi," balas Tia dengan lembut. "The Boys akan jagain lu, dan gue harap lu jangan nolak, biarin abang lu ngelakuin hal itu," kata Rega. Tia menatap lurus ke sahabatnya lalu berkata, "Tapi Ga, gue enggak perlu di jagain." "Ti, gue harap lu ngerti," balas Rega, Tia hanya menghela nafasnya dengan pasrah saja. "Oke fine!" Para sahabat mereka berdua hanya memperhatikan saja, Rega menoleh seolah memberik kode untuk tidak membocorkan hal apapun. "Motor gimana? Udah siap?" tanya Tia. "Lu yakin mau turun malam ini?" tanya Rega. Tia menjawab, "Gue enggak pernah narik ucapan gue Ga." Gadis tersebut lalu melirik ke arah Jawa sambil mengangguk ke atas seraya bertanya tanpa kata. "Motor udah ready," kata Jawa, Tia hanya mengeluarkan smirknya. "Anak-anak nanti gue suruh nyebar disetiap sudut," ujar Rega, Tia hanya manggut-manggut saja sambil tersenyum tipis. Tia menyela, "Lu udah kenal lawannya ternyata." "Gimana enggak kenal, salah satu di antara kita pernah di celakai sama dia di trek balap," balas Rega. Gadis tersebut hanya manggut-manggut namun kini tatapannya seraya serius ke arah Rega. "Ga, apa Revan tahu soal Dragons?" tanya Tia pelan, Rega menelan salivanya atas pertanyaan mendadak dari gadis di hadapannya. "Ga!" "Iya, dia nanya soal Dragons dan dia emang tahu kalau Dragons bukan hanya nama cafe` aja tapi–" Tia menyela, "Apa dia tahu ketuanya?" "Gue enggak kasih tahu," balas Rega berbohong, ia hanya tak ingin gadis tersebut marah kepadanya. Tia menghembuskan nafasnya dengan perasaan lega. "Nanti malam jemput gue, gue males bawa motor," kata Tia. "Siap laksanalan Tuan putri," balas Rega membuat Tia tersenyum tipis sambil meneyeruput minumannya. "Gawat, gawat!" Fijo menyela, "Gawat kenapa Sen?" Tia dan Rega lantas menoleh ke arah sumber suara. "Lawan kita D'blue," ujar Husen. Budi menyela, "Lah kok bisa, bukannya lawan kita Dfans ya?" Tia yang mendengar hanya tersenyum miring lalu berkata, "Dia mau lihat cara gue bermain kayanya, masih penasaran sama gue." "Tap–" "Jangan kasih tahu dulu kalau gue yang turun," ujar Tia, ia lalu beranjak berdiri membuat Rega juga ikutan berdiri lalu bertanya, "Lu mau kemana?" Tia menjawab, "Taman, hilangin penat." Gadis tersbeut lalu melangkah keluar cafe` tersebut membuat kelima laki-laki tersebut saling menatap. "Ga, gimana ini? Kita tetap biarin Tia turun?" tanya Jawa. Rega menjawab, "Kita enggak bisa ngelarang kalau udah katanya." "Kita harus perketat jagaan," ujar Husen. "Demon pasti punya cara licik buat jatuhin kita," nimbrung Budi. "Kabarin anak-naka, jam 7 ngumpul," kata Rega, keempat laki-laki tersebut lantas mengangguk lalu mengirimkan pesan di grup untuk berkumpul sesuai perintah Rega Jawa berkata, "Ga, kenapa lu enggak jujur aja tadi kalau lu udah ceritain semua ke abangnya." Rega lantas menoleh ke arah sumber suara dan menjawab, "Lu mau lihat dia marah sama kita? Lagi pula Revan gue suruh diam seribu bahasa." "Bahkan abangnya sendiri aja enggak tahu semenyeramkan itu adiknya," ujar Fijo. "Kita juga enggak tahu," nimbrung Rega, mereka menatap ke arah Rega lalu manggut-manggut secara bersamaan seraya setuju atas perkataan sahabatnya. Rega melanjutkan, "Yang harus kita lakuin, tenangin Tia sebelum emosinya memuncak." *** Gadis cantik dengan jaket kulit hitamnya kini memarkirkan motornya di parkiran taman, ia melepas helm fullface-nya lalu turun dari motornya. Tia melangkahkan kakinya menyusuri taman yang lumayan ramai siang itu, entah bermain, atau berselfi ria. "Bang, ini satu," kata Tia sambil mengambil minuman berasa, ia lalu memberikan uang pas. Tia kembali berjalan ke arah bangku taman di bawah pohon rindang yang meneduhkan, ia duduk lalu membuka minumannya, setelah itu ia bersandar di bangku taman tersebut sambil melihat langit cerah yang tertutup dengan pohon rindang. "Copet!" "Copet!" "Copet!" Teriakan tersebut membuat Tia menoleh ke arah sumber suara, dan terlihat laki-laki dengan memakai hodie dan masker yang menutup wajahnya berlari menghindar dari kejaran para orang-orang. "Shitt! Ada aja yang ganggu tenangnya gue!" Gadis tersebut lalu memakain masker hitam, ia mencepol rambutnya. "Minuman, tunggu sini sebentar ya, jaga tempat gue," ucap Tia kepada minumannya. Gadis tersebut beranjak berdiri dari duduknya, ia berjalan perlahan ke arah laki-laki yang di pastikan adalah pencopetnya, namun kini langkah kakinya berlari bahkan lebih cepat di banding mereka yang sudah lebih dulu mengejar, semua jelas menatap melongo dan bertanya-tanya. "Berhenti gak lu?!" seru Tia. Pencopet tersebut menghadap ke arah belakang lalu berkata, "Lu enggak usah ikut campur, mana cewek pula!" Ia kembali berlari dengan sangat kencang menjauh dari gadis tersebut yang kini tersenyum miring. Tia menarik kerah baju pencopet tersebut, dan sialnya ia membawa pisau lipat yang membuat gadis tersebut mundur sejenak. "Udah gue bilang lu cewek jangan ikut campur! Daripada gue lukain lu," ucap pencopet tersebut. Gadis tersebut hanya tersenyum tipis saja mendengarnya dan membiarkan pencopet tersebut kembali berlari. "Udah biasa gue lihat pisau giti, di dapur gue juga banyak," gumam Tia. Tia berlari kencang hingga kini naik ke bangku taman, gadis tersebut lalu menendang ke arah punggung pencopet tersebut yang membuatnya tersungkur dan membuat pisau lipat yang digenggamannya terpental jauh. "Gue bilang apa, dengerin kalau disuruh berhenti, ngeyel banget si," ucap Tia lalu menahan kedua tangan pencopet tersebut ke belakang agar tidak kabur, ia juga duduk di punggung pencopet tersebut. Para orang yang mengejar kini dibuat terkejut atas ketangkepnya copet oleh seorang gadis. "Ini tas punya siapa ya?" tanya Tia dengan lembut. "Punya saya," ucap Ibu-ibu berhijab dan memakai kaca mata hitam. "Ini Bu tasnya," ucap Tia lalu memberikan tas tersebut, sedangkan pencopet tersebut sudah di amankan oleh beberapa orang matanya menajam menatap Tia, sedangkan Tia hanya tersenyum sambil menghormat seraya meledeknya. "Makasih ya Neng, hebat kamu bisa tangkap pencopet tersebut," ucap Ibunya. Tia tersenyum tipis lalu berkata, "Sama-sama Bu, lain kali hati-hati ya." "Nih buat neng," ucap Ibu tersebut lantas memberikan beberapa lembar uang seratus ribu. Tia berkata, "Enggak usah Bu, saya ikhlas membantu." Ia lalu melangkahkan kakinya menjauh dari ibu-ibu tersebut yang memandang sambil tersenyum. "Sudah cantik, berani pula, idaman banget jadi menantu," gumam ibu tersebut. Sedangkan gadis tersebut kini melangkahkan kakinya kembali ke bangku tamannya, dan ia tersenyum tipis ketila melihat minumannya masih berada disitu. "Tumben masih ada, biasanya ditinggal sebentar udah di tong sampah," gumam Tia, ia kembali duduk dengan santainya sambil sesekali merentangkan tangannya dan lalu bersandar kembali di bangku taman 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD