Bab 17

2135 Words
Liburan sekolah telah usai, pagi hari menyambut gadis tersebut dari tidur nyenyaknya namun Tia masih tak bergeming walau alarm telah berbunyi sejak tadi, ia malah menutup telinganya dengan bantal namun alarm tersebut tak kunjung berhenti. "AHHHH! IYA IYA GUE BANGUN, BERISIK BANGET SI!" seru Tia mengomel sendiri, ia lalu memposisikan dirinya terduduk dan reflek langsung menatap jam wekernya. "Gue baru tidur, lu bisa pengertian sedikit enggak si?" tanya Tia dengan kesal menatap jam wekernta, kini ia meraih jam tersebut dengan malas lalu mematikan alarm yang berbunyi darinya. Gadis tersebut kesal dengan sendirinya hingga ia mengacak-ngacak rambutnya dengan gusar. "KENAPA PAGI CEPAT BANGET SI!" seru Tia sambil merentangkan tangannya, gadis tersebut kini melirik ke arah jam dindingnya dengan mata sepat, ia beranjak turun dari kasurnya lalu melangkah ke kamar mandi untuk menyegarkan tubuhnya dari kantuk yang menyerang. 15 menit gadis tersebut sudah memakai baju seragamnya, sebelum melangkah keluar dari kamarnya ia berkaca dulu di kaca besar miliknya, senyum tipis ia tampilkan di bibirnya, ia mengambil tasnya dan handphone yang berada di meja nakas. Tia kini menuruni anak tangganya dengan raut wajah bahagia, seperti biasa tiada ada yang berbeda dari gadis tersebut. "Morning semua," ucap Tia sedikit lantang ketika sudah berada di anak tangga terakhir, semua yang berada di meja makan lantas menoleh ke arah sumber suara lalu tersenyum. Rifan membalas, "Morning too sayang." "Mau sarapan apa cantik?" tanya Caca sambil menampilkan senyum manisnya, Tia lantas mengerutkan keningnya bingung sebelu berkata, "Bubu kenapa? Kayanya lagi senang banget." Caca yang mendengar jelas menatap ke anak gadisnya. "Kamu paham saja sama Bubu," ujar Caca dengan malu, ia lalu menyendokkan nasi goreng untuk sang anak gadisnya. "Dari tadi Queen, tadi aja gue di panggil ganteng, kan tumben banget," cetus Revan. "Lah kamu kan emang ganteng," balas Caca yang membuat Revan dan Tia saling menatap dengan raut wajah bingung, mereka berdua lantas menoleh ke arah sang ayah yang kini menghendukkan bahunya seolah tidak tahu menahu soal sifat sang istri. Tia berkata, "Makasih ya Bu." Ketika menerima piring berisii nasi goreng dari sang ibu. "Bang Rey mana?" tanya Tia ketika menyadaei abang pertamanya tidak ada di ruang makan tersebut. Rifan membalas, "Bang Rey semalem berangkat karena ada masalah di perusahaan luar." "Kok enggak pamitan sama aku," ujar Tia dengan raut wajah cemberut. Revan menyela, "Lunya aja kali tidur kaya kebo, dia aja pamitan sama gue." Gadis tersebut lantas menoleh ke arah sumber suara dengan tatapan kesal ke abang keduanya. "Revan, Tia, lanjutin makannya, udah siang nanti kalian telat," ucap Caca yang membuat kedua orang tersebut lantas terdiam dan kembali fokus melahap sarapannya. Beberapa menit kemudian mereka telah selesai dengan sarapan bersamanya, Tia beranjak berdiri lalu berkata, "Yah, Bu, Tia berangkat sekolah ya," ucap Tia lalu berpamitan kepada kedua orang tuanya. Gadis tersebut lantas melangkah perlahan, namun belum jauh melangkah Rifan berkata, "Queen, sini." Tia lantas menghentikan langkahnya lalu membalikkan badannya. "Kenapa Yah?" tanya Tia sambil sesekali melirik ke arah jam di tangannya. Rifan berkata, "Kesini dulu." Tia jelas mengerutkan keningnya lalu tanpa pikir panjang ia melangkah dengan perlahan mendekati sang ayah. Gadis tersebut kini menaikkan kedua alisnya ketika sudah berada di samping sang ayah, Rifan merogoh kantongnya yang membuat Tia bingung beberapa detik kemudian ia memberikan kunci motor yang membuat gadis tersebut melongo tidak percaya. "Ini dari Bang Rey sebelum berangkat, maunya si tadi ngasih langsung tapi enggak tega bangunin kamu katanya, " jelas Rifan. Tia kini mengambil kunci tersebut dengan perlahan, tanpa pikir panjang ia mengecup kedua pipi sang ayah dengan singkat. "Akhrinta dateng juga, Tia kira bang Rey bohongan," cetus Tia dengan senyuman manisnya. "Gantian sini De, sama gue," ujar Revan. "Ogah, enak aja," balas Tia sambil memeletkan lidahnya yang membuat Revan jelas tertawa pelan. Revan berkata, "Sombong punya motor baru." Tia lantas tersenyum dengan sombong sambil menaikkan kedua alisnya. "Yaudah sana kamu berangkat sekolah, kamu juga Revan," ujar Caca. "Siapk laksanakan Nyonya!" seru mereka berdua lalu berlaga hormat ke arah sang ibu, Caca yang melihat hanya menggelengkan kepalanya pelan melihat tingkah kedua anaknya. Mereka bersua lantas melangkah. "Queen jangan lupa bilang makasih sama abang Rey," teriak Caca. "Siap!" Tia membalas dengan teriakan juga, Rifan yang mendengar teriakan kedua wanita kesayangannya itu hanya menggelengkan kepalanya sambil tersenyum tipis. "Bang, balapan yuk," ujar Tia ketika ia sudah menaiki motor barunya, Revan menatap sang adik dari atas hingga bawa yang membuat gadis tersebut lantas mengangguk ke atas seraya bertanya. Gadis tersebut kini mengambil airpodsnya dan menyambungkan lagu untuk menemaninya dalam perjalanan, setelah itu ia memakain helm fullface-nya. "Gimana?" tanya Tia sambil menaikkan kedua alisnya, lalu kini ia menutup kaca helm fullface-nya dan tanpa pikir panjang melajukan motornya dengan kecepatan penuh meninggalkan perkarabgan rumahnya. "Belum juga gue jawab udah ngebut aja," gumam Revan sambil menggelengkan kepalanya ketika ia di tinggal begitu saja oleh sang adik, ia menutup kaca helm fullface-nya lalu melajukan motornya menyusul Tia yang sudah mendahuluinya. Di jalanan ibu kota yang padat merayap tersebut kakak beradik tersebut menyalip mobil hingga kini mereka berdampingan dalam lampur merah yang belum menghijau, Tia membuka kaca helm fullface-nya lalu menatap sang abang yang berada di sampingnya. "Bang," panggil Tia. Revan yang tadi fokus lurus kedepan lalu menoleh dan bertanya, "Kenapa?" Gadis tersebut hanya menggelengkan kepalanya yang membuat Revan jelas mengerutkan keningnya menatap bingung. "Dih enggak jelas," ujar Revan, Tia hanya menutup kembali kaca helmnya yang membuat laki-laki tersebut semakin keheranan. Tia melajukan kembali motornya setelah melihat lamou sudah berubah berwarna hijau, Revan sempat terdiam melongo sejenak sebelum klakson mobil di belakang menyadarkannya dan langsumg melajukan motornya. Mereka telah sampai di sekolah, Tia memarkirkan motornya tepat di samping motor Revan. "Payah lu kalah si sama aduk sendiri," cetus Tia meledek sambil membuka helm fullface-nya. "Mengalah buat adik sendiri mah," balas Revan yamg membuat Tia hanya bermenye-menye saja mendengarnya. "TIA!" Mereka berdua lantas menoleh ke arah sumber suara yang ternyata Siska. Siska menghampiri sahabatnya, jelas ia mengangguk malu ketika di tatapn oleh Revan, gadis tersebut hanya mengerutkan keningnya lalu bertanya, "Apa ada kelanjutannya setelah di pantai?" Mereka berdua lantas terkejut mendengar pertanyaan yang di lontarkan gadis tersebut. "Apaan si Ti," cetus Siska. Revan hanya memandang jengah ke sang adik lalu berkata, "Udah sana lu ke kelas." Seraya mengusir. "Lagi juga siapa yang mau disini mulu sama lu," cetus Tia lalu melangkahlan kakinya menjauh dari sang abang. Siska berkata, "Duluan ya." Revan yang mendengar jelas mengangguk lalu tersenyum manis, begitu juga dengan Siska. "Tia tungguin ish!" Siska berlari kecil ketika melihat sahabatnya sudah sedikit jauh dari jaraknya. Tia lantas menoleh sekilas lalu berkata, "Lunya aja yang lama." Siska kini menyengir saja lalu menggandeng tangan sahabatanya, jelas Tia mengerutkan keningnya. "Kenapa lu? Kesambet?" tanya Tia heran. "TerRevan-Revan nih gue," balas Siska membuat Tia yang mendengar hanya melongo saja mendengarnya. Tia menyela, "Dih lebay banget lu." Siska yang mendengar hanya senyam-senyum saja dan semakin mengeratkan rangkulannya di lengan sang sahabat, Tia hanya bisa menggelengkan kepalanya pelan sambil tersenyum tipis. Para penghuni sekolah berbisik ketika mereka berdua lewat, namun Tia yang menjadi bahan pembicaraannya seolah gadis tersebut tiada hentinya menjadi buah bibir disekolahannya. Hanya perkara ia datang beriringan dengan Revan, semua langsung heboh. "Dia bawa motor sendiri, sport keluaran terbaru." "Tapi dia datengnya barengan sama Revan, bahkan mereka sempat kaya bercanda gitu." "Sasimo sana sini mau." "Iya, kemaren Rega, sekarang Revan, terus besok siapa? Semua mostwanted di embat semua sama tuh cewek." Tia hanya tersenyum miring saja mendengarkannya, ia bukan berbisik namun bicara terang-terangan. Siska geram mendengarnya karena ia tahu fakta yang sebenarnya, ia menghentikan langkahnya yang membuat Tia mengerutkan keningnya. "HEH! KALAU LU TAHU FAKTANYA GUE RASA LU BAKAL MALU!" seru Siska sambil menunjuk segerombolan siswi yang tadi membicarakan sahabatnya. Tia menarik tangan sahabatnya sebelum adu bacot tak terhindarkanya, hingga di dalam kelas Siska menghempaskan tangan sang sahabat. "Kenapa si Ti? Itu berita enggak benar, kenapa lu malah diamin aja?!" Siska menaruh tasnya dengan kasar di mejanya. "Terus kalau gue bantah apa mereka percaya? Yang penting sahabat-sahabat gue enggak percaya sama berita itu," ucap Tia "Tapi mereka keterlaluan Ti," cetus Siska dengan nafas yang memburu. Tia kini memegang kedua bahu sahabatnya lalu menununnya untuk duduk. "Kalau emosi jangan diri, nanti malah enggak kendali," ujar Tia yang membuat Siska hanya melongo saja mendengarnya, gadis tersebut hanya menaikkan kedua alisnya dengan senyuman manis di bibir tipisnya. "Wah ada apa nih, kok kaya kesel gitu," kata Rima ketika baru datang dengan Rayna melihat raut wajah Siska menahan amarah. Rayna menyela, "Lu kenapa? Enggak dikasih uang jajan sama bokap lu?" Membuat Rima tertawa mendengar selaan dari Rayna. Siska hanya memandang kesal saja membaut kedua sahabatnya terdiam, mereka tahu gadis tersebut dalam mode serius, kedua orang tersebut menatap Tia yang kini juga menatap mereka. "Biasalah," balas Tia. Bell masuk berbunyi membuat semua berhamburan masuk kedalam kelas untuk mengikuti pelajaran, sedangkan di sisi lain motor sport berwarna merah baru saja memasuki gerbang yang baru saja ingin di tutup oleh satpam sekolahan. Alex jelas mengerutkan keningnya ketika melihat ada motor yang terparkir di tempat biasa ia parkir, tak mau pikir panjang ia langsung memarkirkan motornya di tempat lain, ia melepas helm fullface-nya dan turun dari motor. "Motor siapa itu?" tanya Alex sendiri, kini ia melangkah untuk menuju kelasnya , laki-laki tersebut masih memperhatikan motor tersebut pasalnya ia belum pernah melihat motor tersebut. Alex melangkahkan kakinya menyusuri koridori sekolah, para siswi-siswi yang berada di dalam kelas sontak memoleh dengan serempak menoleh ke arah luar kelas ketika laki-laki tersebut menoleh, begitu juga dengan kelas Tia. "HEI! KALIAN INI BUKANNYA MEMPERHATIKAN BAPAK MALAH FOKUS KE DIA," kata Pak Husda - Guru. "Habis dia lebih ganteng Pak untuk diperhatiin," balas Icha, semua siswi serempak mengangguk menyetujui perkataan Icha. Tia dan ketiga temannya hanya menggelengkan kepalanya saja sambil tersenyum tipis. "Emang visualnya Alex bukan kaleng-kaleng si," bisik Rima, Siska yang menjadi teman sebangkunya hanya manggut-manggut. Rayna menyenggol sikut Tia yang membuat gadis tersebut menoleh sambil menaikkan kedua alisnya. "Banyak banget fansnya Alex, kalau lu enggak buka hati keburu di cantol yang lain itu," bisik Rayna. Gadis tersebut yang mendengar hanya memutar bola matanya dengan jengah saja. "Plis deh Na, mereka yang menganggumi belum tentukan dapetin," kata Tia yang membuat Rayna terdiam untuk mencerna perkataan sahabatnya. "Sudah-sudah, sekarang kita lanjutkan pelajran hari ini," ucap Pak Husda, semua kini kembali fokus ke depan papan tulis untuk mengikuti pelajaran yang berlangsung. Waktu sangat cepat berlalu, kini bell istirahat berbunyi semua berhamburan keluar kecuali keempat gadis tersebut yang menunggu sejenak. "Udah sepi tuh, ayuk. Laper gue," kata Siska lalu lantas beranjak berdiri. Mereka berempat kini melangkah keluar dari kelas dan menyusuri koridor sekolah menuju kantin yang lumayan ramai hari itu. "Yaellah ramai banget, mau ngantri sembako apa ya," cetus Siska yang membuat ketiga sahabatnya hanya tertawa pelan sambil menggelengkan kepalanya pelan. "Berarti kita juga ngantri sembako nih," balas Rima. Siska membalas, "Terpaksa, beras dirumah gue habis soalnya. " Sambil menyengir kuda yang membuat Rima tertawa mendengarnya. "Siyalan lu, retceh babget," ujar Rima. Mereka kini berjalan di tengah-tengah siswa-siswi yang lain, mencari kedai sesuai keinginan mereka. "BANG BAKSO 4 YANG PEDES BANGET KAYA OMONGAN NETIZEN, MINUMNYA ES TEH MANIS BIAR LANCARIN GIBAH," teriak Siska dikerumuna para siswa-siswi lainnya. Tia, Rima, Rayna hanya memejamkan matanya sambil memingkemkan bibirnya menahan malu karena satu sahabatnya tersebut. "SIAP NENG! DUDUK AJA, NANTI AYE ANTERIN," teriak Kang bakso. Tia berbisik, "Yah sama stresnya ini mah." "Besok kita ajuin ke sekooah suruh bikin toa disetiap kedainya," nimbrung Rayna. Siska menyela, "Lah boleh itu." Mereka bertiga yang mendengar kini menepuk jidatnya, lalu meninggalkan Siska yang terdiam sambil manggut-manggut. "Udahlah, bukan teman gue dia," kata Rima. Rayna menyela, "Kok bisa ya kita temanan sama dia." "Khilaf," cetus Tia yang membuat mereka berdua tertawa. "EH TUNGGUIN GUE, ASTAGA MALAH NINGGALIN," teriak Siska ketika tersadar para sahabatnya sudah menjauh darinya. Mereka berempat kini sudah duduk di meja yang kosong sebelum orang lain nanti menempati, keadaan kantin mulai riuh ketika kelima cowok yang terkenal disekolah memasuki area kantin, semua mata tak luput untuk memandangi kedatangan mereka. "Van, mau gabung atau pisah nih," ujar Riko yang membuat Revan menoleh sambio mengerutkan keningnya. "Ya gabunglah masa lu mau pisah-pisah duduknya," cetus Revan. Rega menyela, "Maksudnya Riko mau gabung sama Queen enggak?" Sambil menatap keberadaan gadis tersebut, Revan lantas mengikuti arah pandangan sang sahabat. "Jangan, kita pisah aja," ujar Revan. Bary bertanya, "Kenapa? Kan kita tahu itu adik lu, temannya Tia juga tahu." "Bukan masalah itu, gue emggak mau buat Tia banyak masalah lagi," jelas Revan, mereka semua hanya manggut-manggut saja lalu kembali melanjutkan langkah kakinya ke meja kantin pojok yang biasa mereka tempatin. Tia yang tanpa sengaja melihat ke arah segerombolan laki-laki tersebut bertatap mata dengan Alex, hingga membuat senyum tipis di wajah datar laki-laki tersebut mengembang dengan begitu sempurna. "Heh, lihatin siapa si lu?" tanya Rayna sambil menyenggol sahabatnya. Gadis tersebut yang tersadar lalu memutuskan tatapan matanya dan beralih ke sahabatnya. "Ah enggak, enggak lihatin siapa-siapa kok, lagi ngelamun aja gue," cetus Tia salting. Ketiga sahabatnya jelas saling memandang satu sama lain yang membuat Tia mengerutkan keningnya menatap mereka.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD