Bab 14

2245 Words
Sinar mentari membuat gadis cantik terbangun dari tidurnya, ia membuka matanya perlahan hingga terbuka dengan sempurna, gadis tersebut menggeliat lalu merentangkan tangannya. Tia beranjak memposisikan dirinya duduk dikasur king sizenya sambil mengucek matanya perlahan. "Jam berapa si ini?" tanya Tia lalu melirik ke arah jam dindingnya. Gadis tersebut kini mengambil handphone yang berada di meja nakas samping ranjangnya, ia lalu membuka grup w******p ia dengan ketiga temannya. FOURLIFE ENJOY (4) Rapih-rapih dari sekarang, kita otw kepantai jam 10 nanti. Setelah itu ia menarik handphonenya dia atas kasur, dan ia beranjak untuk bergegas ke kamar mandi membersihkan dirinya dan sekaligus rapih-rapih untuk kepergiannya bersama keempat sahabatnya nanti. 10 menit kemudian, gadis tersebut kini telah rapih dengan memakai celana pendek, baju hitam polos dengan gambar kaktus di samping dadanya, Tia berdiri didepan kaca sambil melihat dari atas hingga bawah. "Tinggal cuss deh," gumam Tia, namun sedetik kemudian ia terdiam. "Eh kan belum ijin ya? Kira-kira dibolehin enggak ya," cetus Tia. Gadis tersebut kini beranjak keluar dari kamarnya dan menuruni anak tangga secara perlahan, ketika berada di ujung anak tangga ia melihat keluarganya yang sedang berkumpul namun hanya tidak ada Revan di dalam ruang makan tersebut. "Selamat pagi semua," kata Tia dengan senyuman tipis melangkah ke arah ruang makan. Mereka bertiga menoleh dengan senyuman tipis. "Pagi Queen," balas Rey. "Pagi sayang," balas Rifan dan Caca secara bersamaan. Caca memperhatikan anak gadisnya dari atas hingga bawah yang membuat Tia jelas mengerutkan keningnya dan mengikuti arah pandang sang ibu. "Kenapa si Bu? Lihat Tia sampai kaya gitu," ujar Tia bingung. "Harusnya Bubu yang nanya, sejak kapan kalau libur jam segini sudah mandi kamu," kata Caca yang membuat Tia memandang jengah sang ibu, lalu beranjak duduk disamping abang pertamanya. Tia mengambil nasi goreng untuk sarapan. "Bang Revan kemana?" tanya Tia. "Barusan pergi, katanya mau jalan-jalan," ucap Rifan yang membuat gadis tersebut hanya ber Oh ria saja lalu melahap nasi goreng dengan nikmat. Rey berkata, "Kamu enggak jalan-jalan, kan sekolahan libur seminggu katanya." Tia yang mulutnya masih penuh dengan makanan menoleh ke arah sang abang, ia menelan makanan perlahan lalu minum sebelum berkata, "Tia sebenarnya mau ke pantai sama teman-teman Tia, boleh enggak?" Matanya kini menatap ketiga orang yang memperhatikannya. Tia hanya memasang wajah memohon sambil puppy eyes. "Ya abang si boleh-boleh aja," ucap Rey yang membuat Tia tersenyum bahagia, namun sedetik kemudian ia melihat arah pandang sang abang yang menatap sang ayah. Rifan masih menikmati makananya, Tia memandang lesu dan kini menatap ke arah sang ibu untuk meminta ijin kepada sang ayah, namun Caca hanya menggelengkan kepalanya bagaimanapun Rifan termasuk yang protektif menyangkut anak gadisnya. "Ayah, Queen bolehkan kepantai, nginep 1 semalem doang kok Yah," ucap Tia dengan lembut, bibirnya kini mingkem menatap memohon ke arah sang ayah. Rifan menghentikan aktifitas makannya yang membuat keadaan seolah mulai mencekam, pria baruh baya tersebut kini meletakkan sendok makannya lalu perlahan menatap anak gadisnya. "Kalau enggak boleh, enggak papa kok Yah, Tia enggak akan pergi," ujar Tia dengan to the point. "Mas." Rifan menoleh ke arah sang istri sambil mengangguk seraya bertanya tanpa bicara. Gadis tersebut menunduk lalu melanjutkan aktiftas makannya walau tidak mood, Rey yang melihat jelas tidak tega namun ia tidak bisa berbuat banyak jika menyangkut sang ayah. "Kamu sama siapa saja?" tanya Rifan. "Sama temen cewek semua kok, 4 orang sama aku," balas Tia. Rifan hanya manggut-manggut, ia kembali melanjutkan makannya yang membuat ketiga orang tersebut hanya terdiam saja dan melanjutkan aktifitas makannya. "Jam berapa berangkatnya?" tanya Rifan kembali. "Jam 10 Yah," balas Tia. Pria paruh baya tersebut kini melirik ke arah jam di tangannya lalu bertanya, "Apa kamu sudah rapih-rapih?" Tia jelas dibuat bingung atas pertanyaan sang ayah namun ia tetao menyahutnya, "Belum Yah, lagipula kan Ayah enggak ngebolehin." "Siapa yang bilang?" tanya Rifan, Tia yang mendengar pertanyaan tersebut jelas terkejut dan saling menatap ke arah sang ibu dan abang pertamanya. Tia bertanya, "Emang ayah ijinin Tia?" "Iya, tapi kamu harus hati-hati dan kabarin kalau sudah sampai," kata Rifan dengan lembut, Tia beranjak dari duduknya lalu memeluk Rifan dengan tiba-tiba. Tia berkata, "Makasih Yah, ayah emang yang terbaik. Queen sayang Ayah." Ia lalu mengecup pipi sang ayah dengan tulus. "Sama-sama Queen," balas Rifan sambil mengelus tulus tangan anak gadisnya yang melingkar di tengkuk lehernya. Caca berkata, "Tuh sudah dapet ijin, sekarang lanjutin makan kamu." Tia berpose hormat ke arah sang ibu, Caca yang melihat hanya tertawa pelan saja. "Kamu nanti bantuin Queen beres-beresin barang yang diperluin," ucap Rifan kepada sang istri. Tia menyela, "Enggak usah Yah, Tia bawa dikit doang kok, lagipula kan cuman 1 hari doang nginepnya." "Emang mandiri anak Bubu mah," balas Caca sambil tersenyum manis, Tia yang mendengar pujian tersebit tersenyum lebar ke arah sang ibu. Setelah sarapan bersama keluarganya, Tia beranjak ke atas untuk membereskan beberapa pakaian yang akan dibawa, sesekali ia melihat handphonenya yang ramai akan chat grup ia bersama sahabatnya, dan sesekali juga ia membalas pesan grup tersebut. "Apalagi ya? Kayanya udah, lagi jugakan sehari doang," ucap Tia ketika melihat keperluan yang ia bentangkan di atas kasur. Tok Tok Tok Ketukan pintu membuat Tia menoleh ke arah pintu kamarnya dan berkata, "Masuk." Suara pintu terbuka kini terdengar, ia menoleh untuk melihat siapa yang ke kamarnya. "Bang Rey belum berangkat kerja?" tanya Tia. Rey melangkah mendekati sang adik, ia lalu duduk di pinggir kasur king size milik samg adik sambil melihat barang-barang yang berjajar rapih di sampingnya. "Ini mau berangkat, cuman mau lihat Queennya abang dulu," balas Rey yang membuat Tia tersenyum tipis saja. "Bang, menurut abang ini udah cukupkan untuk 1 hari nginep?" tanya Tia. "Cukup sayang," balas Rey dengan senyum lembutnya, Tia kini mengangguk pelan lalu memasukkan satu persatu perlengkapannya kedalam tas. Laki-laki tersebut kini melihat sang adik yang sibuk menatap barangnya untuk rapih di dalam tas sambio memainkan handphonenya. Kling. Suara notifikasi tersebut membuat Tia menghentikan aktifitasnya sejenak, ia langsung melihat ke arah handphonenya dan matanya terkejut melihat notif transferan dari sang abang. "Abang, ini apaan?" tanya Tia. "Buat kamu," balas Rey. "Tia masih ada duit bang, ya Allah kenapa si ngirimin Tia mulu, kan aku bilang kalau abis pasti aku bilang kok," jelas Tia sambil menatapbsang abangnya, ia tidak habis pikir kepada abang pertamanya. Rey menyela, "Lagi pula ini sudah tanggal jatah bulanan untuk kamu." "Tapi ini kelebihan, pokoknya Tia transfer balik," balas Tia. "Yaudah kalau mau transfer balik, tapi abang bilang ke ayah untuk enggak ijinin kamu," kata Rey mengancam yang membuat Tia terdiam sejenak lalu menghela nafasnya pasrah. "Bang, ish!" Rey berkata, "Kalau gitu abang mau berangkat kerja dulu, kamu hati-hati, dan jangan lupa buat kabarin abang, ayah dan Bubu." "Iya Bang," balas Tia. Rey kini beranjak berdiri lalu mengecup pucuk kepala sang adik, Tia hanya tersenyum saja. Tia berkata, "Abang hati-hati ya, semangat kerjanya." Rey yang baru saja ingin membuka pintu kamar sang adik reflek menoleh ke arah sang adik perempuannya lalu mengangguk pelan dengan senyuman yang mengembang di bibirnya. Laki-laki tersebut lantas keluar dari kamar Tia lalu melangkah menuruni anak tangga dan bergegas untuk berangkat kerja. Gaids tersebut kini telah selesai dengan menyiapkan perlengkapan yang akan dibawa, ia menenteng tasnya lalu tidak lupa memakai tas selempangnya untuk ia bawa kemana-mana nantinya. Tia menuruni anak tangga lalu melangkah ke arah ruang keluarga untuk pamitan ke kedua orang tuanya. "Yah, Bu, Tia berangkat ya," ucap Tia laku mengecup punggung tangan kedua orang tuanya. Rifan bertanya, "Sudah semua dibawa?" "Ada yang ketinggalan enggak, nanti pas disana dicari enggak ada lagi," nimpal Caca. Tia melihat ke arah tasnya lalu tersenyum manis sebelum berkata, "Sudah semua Bu, Yah, Tia udah berangkat berkali-kali." "Kamu nginep di hotel?" tanya Caca. Rifan mengerutkan keningnya lalu berkata, "Apa hotel? Enggak-enggak, lebih baik kamu pakai saja vila keluarga yang ada didekat pantai itu." "Emang boleh Yah?" tanya Tia dengan ragu. "Boleh, daripada di hotel, Ayah enggak tenang. Kalau di vila kan ada penjaganya disana, ada bodyguard juga," jelas Rifan, Tia hanya manggut-manggut saja mendengarnya. Tia berkata, "Yaudah Tia berangkat ya, nanti Tia kabarin kalau sudah sampai." Gadis tersebut lalu beranjak pergi dari hadapan kedua orang tuanya, Rifan dan Caca hanya menatap langkah senang dari anak gadisnya sambil menggelengkan kepalanya pelan. "Yah sepi deh, Revan pergi, Rey kerja, Tia pergi, kamu sebentar lagi juga berangkat ke kantor kan," ucap Caca sambil menghela nafasnya gusar, Rifan yang mendengar jelas tersenyum geli lalu mendekatka duduknya ke arah sang istri. Rifan berkata, "Yaudah aku libur kantor dulu deh, buat nemenin istri aku tercinta ini." Sambil menoel dagu sang istri. "Tapi bukannya kamu ada pertemuan penting?" tanya Caca. "Enggak papa, kan masih ada Rey yang datamg buat pertemuan," balas Rifan, wanita paruh baya tersebut kini memeluk manja ke sang suami. Caca berkata, "Makasih ya Mas." Rifan kini merangkul tengkuk leher sang istri lalu mengangguk pelan. Rifan berkata, "Gimana kalau kita ke mall, nonton atau belanja bulanan sekalian." Caca menatap ke arah sang suami yang kini menaikkan kedua alisnya dengan senyum manis di bibirnya. "Tumben banget kamu mau," cetus Caca. "Mau enggak? Daripada aku berubah pikiran nih," balas Rifan, wanita paruh baya tersebut langsung beranjak berdiri dan berkata, "Tunggu, aku ambil tas dulu." Rifan hanya menggelengkan kepalanya pelan melihat sang istri. Sedangkan Tia kini melajukan mobilnya dengan kecepatan standar menyusuri jalanan ibu kota yang terpantau sedikit lancar, ia menyalakan lagu untuk menemani perjalanan menjemput ketiga sahabatnya yang sudah berkumpul di rumah Rayna. 2 0 menit kemudian, Tia telah sampai didepan gerbang rumah sahabatnya, ia lalu mengambil handphonenya lalu menelepon Rayna. "Halo." "Gue udah didepan, gece." Tia lalu mematikan teleponnya yang membuat Rayna menatap jengah ke layar handphonenya. Rima bertanya, " Siapa?" "Tia, udah didepan dia," balas Rayna, mereka berempat kini beranjak untuk menemui Tia dan tentunya membawa perlengkapan mereka semua. Gadis tersebut yang kini menunggu di dalam mobil sambil mendengarkan lagu yang tersetel menatap terkejut ketika melihat ketiga sahabatnya keluar dari rumah tersebut dengan hedon, dan satu koper besar. Tia beranjak keluar dari mobil dn bertanya, "Lu pada mau ksemana?" "Ya kepantai lah, kan lu bilang mau kepantai," ujr Siska. Rima menimbrung, "Au nih, pikun ya lu." "Iya gue tahu mau kepantai, tapi kenapa bawa koper gede banget anjirt," ujar Tia sambil menunjuk koper yang berada ditengah-tengah sahabatnya. Rayna menyela, "Ini perlengkapan kita bertiga." Tia yang mendengar jelas menghela nafasnya gusar. "Yaudah taruh di bagasi," ucap Tia, Rima kini mengangguk lalu membawa kopernya untuk ditaruh di bagasi mobil. Mereka berempat kini masuk kedalam mobil, sebelum Tia menancapkan gas ia bertanya, "Ini serius gue nih yang bawa?" "Iyalah, kita percaya sama lu," jawab Rayna yang duduk disampingnya. "Oke. Pakai seatbelt-nya," ucap Tia sambil melirik ke arah ketiga sahabatnya untuk memastikan mereka sudah memakai seatbelt-nya. Tia bertanya, "Mau berapa cepat nyampainya?" Rima menjawab, "Ya secepat lu aja Ti." "Oke." Tia kini tersenyum tipis, ia sedikit mengencangkan volume agar lagu dapat terdengar semakin asik nan enjoy. Ketiga sahabatnya jelas mengikuti alunan musik dengan bahagianya, sebelum pada akhirnya mereka terkejut dengan laju mobil yang dibawa Tia. "Huahhh akhirnya liburan!" seru Tia berteriak dengan lantang. Ketiga sahabatnya kini memegang erat seatbelt atau pegangan mobil di atas jendela mobil. "Astaga Ti, lu mau liburan atau mau ngebunuh kita," ujar Siska sedikit lantang, Tia hanya terdiam saja fokus kepada jalanan dengan memainkan tali gas mobil. "Ya Allah Ti, gue belom punya pacar!" seru Rima. Rayna berteriak, "Tia awas mobil didepan!" Semua sahabtnya berteriak ketika Tia semakin melajukan mobilnya dan hampir mencium bemper belakang mobil didepannya, Tia menyeringai lalu membanting stir mobil ke kiri dengan kendalinya lalu kembali melajukan mobilnya dengan kecepatan sedikit kencang. "Bariklana fima rozaktana...." Tia yang mendengar bahwan Rayna salah doa malah tertawa dan berkata, "Na, lu enggak salah doa itu." Rayna menoleh lalu berkata, "UDAH AH BODO AMAD! PELANIN BAWA MOBILNYA!" "YAALLAH TUHAN! AMPUNI TEMAN HAMBA YANG BAWA MOBIL KAYA KESETANAN!" seru Siska dengan lantang. Tia kini memelankan laju mobilnya yang membuat mereka mulai bernafas lega, jantung mereka jelas berdegup kencang karena kecepatan mobil yang dibawa Tia. "Ti, lu waras enggak si?" tanya Rima dengan kesal. "Lah kenapa? Kan elu bilang katanya sesuai kecepatan gue aja," balas Tia sambil tersenyum tipis. Mereka bertiga hanya menggelengkan kepalanya sambil sesekali melihat ke arah sahabatnya yang fokus menyetir. "Ti, gue paham lu ngerti kalau ini pelan banget," ucap Siska. "Tuhkan salah lagi gue," cetus Tia dengan nada merajuk. Rima menimbrung, "Bukan nyalahin lu, tapi lu enggak dengar kalau klakson mobil belakang." "Jadi harus pelan atau cepat nih?" tanya Tia. "SEDANG!" seru mereka dengan lantang yang membuat Tia sedikit terkejut mendengarnya, gadis tersebut menoleh sekilas ke arah ketiga sahabatnya. Tia menghela nafasnya pasrah, ia lalu melajukan mobilnya dengan kecepatan standar sesuai permintaan ketiga sahabatnya. Perjalanan mereka cukup jauh, hingga memakan waktu 2 jam dari rumah Rayna tadi. "Eh iya kita nginep di hotel mana?" tanya Siska. Laju mobil Tia kini berhenti di sebuah vila 2 lantai, ketiga sahabatnya jelas bingung terlebih ketika gadis tersebut kini sudah turun dari mobil. "Ti, ini vila siapa?" tanya Rima. "Kita nginep disini," ucap Tia. Rayna mengerutkan keningnya sambil melihat sekeliling vila tersebut sebelu berkata, "Tapi ini punya siapa, jangan asal masuk anjir, kalau mahal berabe kita." Satu laki-laki berbadan tegap menghampiri mereka lalu menunduk hormat kepada Tia. "Selamat datang Nona, Tuan tadi sudah memberi tahu bahwa Nona mau menginap disini," ucapnya. Tia hanya tersenyum tipis sambil mengangguk pelan saja menanggapinya, ketiga sahabatnya lantas bingung dan saling menatap satu sama lain, kini mereka bertiga beralih ke arah Tia. "Ada yang perlu dibantu bawa Nona?" tanyanya. "Bawain yang ada dibagasi mobil," ujar Tia lalu memberikan kunci mobil. Gadis tersebut lalu melangkahkan kakinya untuk masuk kedalam vila tersebut, namun langkahnya terhenti ketika ia menoleh ketiga sahabatnya masih terdiam saja. Tia berkata, "Lu bertiga ngapain diam aja, masuk ayuk." 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD