Bab 49

2315 Words
Gadis cantik tersebut kini berada di markas yang berada di Jl. Pelangi, semua jelas tahu akan markas tersebut, semua orang segan terhadap markas tersebut namun tidak ada yang mengetahui markas beringas tersebut dipegang oleh gadis cantik yang masih berstatus siswa sekolah. Tia menendang kaki yang sedang latihan membuat beberapa dari mereka goyah hingga jatuh berlutut. "Lu bisa kuatin lagi enggak? Lemah banget! Pantes kemarin markas ini jeboll," kata Tia dengan nada sarkasnya. "Baik Queen!" seru mereka dengan kompak dan lantangnya, Tia hanya terdiam menatap datar saja para laki-laki bertubuh tegap tersebut. Tia menyela, "Badan doang pada digedein tapi kekuatannya lemah!" Dengan nada menyindir, hingga ada satu laki-laki masuk dengan nafas yang tersenggal dan muka yang babak belur. "Queen," panggilnya membuat Tia yang sedang memasukkan tangannya ke saku celananya sontak menoleh dengan sorot mata yang terkejut. "Ada apa?" tanya Tia dengan nada dinginnya. "Markas kita di serang lagi dengan geng motor bertopeng," katanya yang membuat Tia terdiam sejenak, gadis tersebut lantas mengambil jubah hitamnya serta masker hitam untuk menutupi dirinya. "Semua persiapkan diri," ujar Tia memerintah yang membuat semua sontak melangkah di belakang gadis tersebut. Mereka melangkah keluar bersama dengan Tia yang memimpin. "Hei kalian siapa sebenarnya? Ada keperluan apa sampai merusak markas kami!" seru Jojo - pemimpin yang berada di markas tersebut. Gadis tersebut hanya terdiam saja sambik bersedikap menatap lurus seolah mencari tahu siapa yang berani mengusik. "Kami hanya bersenang-senang dengan markas yang katanya paling disegani," ucap lawan mereka. Tia menyeringai dibalik maskernya, matanya jelas menatap remeh ke arah mereka semua. "Gimana Queen?" tanya Jojo berbisik membuat lawan mereka mengernyitkan dahinya menatap heran akan interkasi tersebut. "Kalian apa gue sendiri yang turun tangan?" tanya Tia dengan nada dinginnya, semua yang mendengar hanya menatap satu sama lain lalu mengangguk. "Biar kita yang hadapin Queen," ujar Jojo sambil menatap dan mengangguk seolah memberi isyarat kepada yang lainnya. Tia hanya terdiam saja memperhatikan terlebih ketika pertarungan sudah di mulai, hingga dimana dering telepon milik Tia berbunyi yang membuatnya tanpa pikir panjang melihat siapa yang meneleponnya. "Ngapain lagi ini dia telepon," gumam Tia. "Lu dimana?" Pertanyaan tersebut muncuo begitu saja ketika telepon tersebut diangkat, gadis tersebut menghela nafasnya dengan gusar. "Jp," jawab Tia singkat. "Kok ramai banget? Ada apaan?" Gadis tersebut belum sempat menjawab karena ada lawan yang menerobos ingin melawannya sehingga ia harus menangani sambil berkata, "Ada yang usik, nanti gue ke cafe'. Sebentar lagi juga kelar." Sambil ia menendant lawannya tersebut hingga tersungkur. Tia kembali memasukkan kembali ponselnya ke saku celananya, hingga beberapa menit kemudian DG berhasil melumpuhkan lawannya hingga membuat mereka pergi lontang lantung dengan muka babak belurnya. "Obatin, gue ada mau ke cafe' dulu," kata Tia yang kini melepas jubah hitamnya namun tidak dengan maskernya. Gadis tersebut kini menaiki motornya lalu memasang airpods di telinganya sebelum memakai helm fullface-nya. "Pertahankan keamana seperti ini," ujar Tia dengan sorot mata yang serius, membuat mereka mengangguk dengan hormat. Tia melajukan motornya dengan kecepatan standar keluar dari markas tersebut. Anggukan kepala gadis tersebut seolah mengikuti lagu yang terdengar melalui airpods yang tersambung dengan ponselnya, langit yang cerah dengan mood yang bagus seolah menambah aura positif akan gadis tersebut. Tia memarkirkan motornya ketika telah sampai di cafe` tersebut, ia melangkahkan kakinya setelah melepas helm fullface-nya. Banyak mata menatap akan kehadiran gadis tersebut, terlebih ketika para pelayan yang berada di cafe` tersebut menyapanya. "Ada masalah apa?" tanya Rega to the point ketika gadis tersebut baru saja mendaratkan tubuhnya duduk di kursi empuk. Tia menatap datar lalu memutar bola matanya jengah. "Sen, es cappucino dong," kata Tia. Husen menyahut, "Oke doki Queen." Gadis tersebut hanya terkekeh saja mendengarnya, Rega duduk tepat di hadapan gadis tersebut dengan sorot mata yang lekat menatapnya. "Lu enggak papa? Kenapa enggak telepon gue atau yang lainnya?" tanya Rega bertubi-tubi, membuat Tia yang kini memainkan ponselnya sontak terdiam sejenak lalu menyahut, "Lu ngelihatnya gue sekarang gimana? Ada yang kurang enggak? Lagi juga disana banyak orang." Jawa bertanya, "Mereka geng baru kayanya, gue baru lihat dan dengar juga." Gadis tersebut menyenderkan tubuhnya di kursi menatap ke arah laki-laki tersebut, ia menyeringai yang membuat mereka yang melihat sontak mengerutkan keningnya heran. "Kenapa lu kaya gitu?" tanya Rega dengan penasaran. "Enggak papa, senang saja kaya ada yang nantang," balas Tia sambil tersenyum miring mmebuat Rega yang mendengar sontak menggelengkan kepalanya pelan. Husen kini menghampiri meja Tia lalu meletakkan es cappucino pesanan gadis tersebut. "Nih spesial buat lu," kata Husen yang membuat Tia tersenyum tipis lalu menyahut, "Aw tencu Sen, besok gue kasih uang jajan." Sambil menaikkan kedua alisnya. Pintu cafe` terbuka membuat mereka semua menoleh lalu berkata, "Selamat datang di Cafe` Dragon's." Tia sedang mengaduk-ngaduk minumannya tersebut dan ia menatap Rega dengan raut wajah yang terkejut dan kesal. "Ga, kenapa si lu?" tanya Tia yang membuat gadis tersebut mengernyitkan dahinya. Tia menoleh mengikuti arah pandang Rega yang kesal mengepalkan tangan, ia hanya penasaran saja. Hingga dimana ia melihat sosok laki-laki yang tak ingin ia lihat. "Lu ngapain kesini?" tanya Rega to the point, Tia mengalihkan pandangannya dengan sorot mata yang kesal. "Gue mau ketemu sama Nesa Ga." Rega melangkah maju ketika laki-laki tersebut mencoba mendekat. "Cafe` ini tidak melayani orang kaya lu, jadi silahkan keluar selagi gue berkata baik," ucap Rega dengan sorot mata yang memerah menahan amarahnya. "Nes, aku mau ngomong sama kamu Nes. Aku mau minta maaf sama kamu Nes, tolong maafin aku Nes. Aku sayang sama kamu." Tia mengepalkan tangannya membuat Husen, Jawa yang melihat sontak menatap satu sama lain lalu mengangguk pelan, mereka berdua melangkah dan kini berada di belakang Rega. Rega menatap nyalang begitu juga dengan yang lainnya, hingga dimana Tia berkata, "Biarin dia ngomong sama gue." Rega yang mendengar sontak menoleh lalu menghampiri gadis tersebut. "Tapi Queen–" Tia mendongak menatap Rega lalu berkata, "Enggak papa, lu bisa ngawasin gue dari dekatkan." Laki-laki tersebut terdiam sejenak sebelum akhirnya ia menatap lurus dengan aura mencekam ke laki-laki tersebut. "Husen, Jawa, lu bisa kerja lagi. Biar dia ngomong sama gue," kata Tia yang membuat kedua laki-laki tersebut menoleh ke arah Rega yang kini mengangguk mengijinkan. "Sebentar," ucap Rega dengan sarkas. Laki-laki dengan perawakan tinggi, rahang yang tegas, alis yang tebal, serta kulit yang sedikit putih membuat siapapun pasti tergila-gila akannya. Gantara namanya, biasa dipanggi Ganta atau Tara ya terserahlah ia pasti akan menoleh, cinta pertama Tia sewaktu di sekolah menengah pertama, namun kesalahan fatal dulu membuat Tia hampir tidak percaya akan laki-laki baik selain Rega dan keluarganya. "Duduk," kata Tia dengan dinginnya membuat Ganta menghela nafasnya gusar lalu melangkah untuk duduk tepat di hadapan gadis tersebut. Tia berkata, "Sen, buatin minuman apapun." Husen menatap dengan malas, namun ia harus membuatkannya karena itu perintah Tia. Ganta menatap lurus ke arah gadis di hadapannya yang kini sibuk mengaduk minuman yang sebenarnya sudsh tercampur. "To the point, lu enggak punya banyak waktu. Lu di awasi sama mereka," kata Tia sambil menyeringai tipis, Ganat melihat ke arah Rega dkk yang benar saja ia di awasi sedikitpun pergerakannya. "Gue mau minta maaf, gue udah lama nyari nomor lu, sosial media lu tapi semua lu hilangin gitu saja," kata Ganta yang membuat gadis tersebut mendongak menatap datar ke laki-laki di hadapannya. "Lu tahu nomor gue dari siapa?" tanya Tia. Ganta terdiam sejenak menunduk sebelum akhirnya menjawab, "Gampang buat gue bobol akses sekolah lu dan cari tahu nomor lu." Tia menyeringai tipis mendengarnya, sorot matanya jelas seolah meremehkan. "Terus buat apa lu hubungin gue kalau cuman buat minta maaf? Kejadiannya juga udah lalu, jadi lupain saja," jelas Tia dengan sedikit tegas. "Gue masih sayang sama l–" Tia menatap nyalang lalu berkata, "Jangan sekali-kali lu ngomong gitu dengan mulut kotorr lu. Gue ngasih lu ngomong bukan berarti gue mau dengar ucapan bullshit lu yang itu." Ganta terdiam membisu akan perkataan gadis tersebut. "Maafin gue." Ganta tertunduk menyesali perbuataannya dulu yang hampir membuat gadis tersebut berniat mengakhiri hidupnya. "Kalau enggak ada lagi yang mau lu bilang, mending lu cabut," kata Tia dengan sarkas. Ganta bertanya, "Apa lu benar-benar sudah lupa sama gue? Apa lu enggak rindu sama gue? Gue mau balik sama lu." Tia terdiam sejenak lalu menyeringai, kemudian menatap sengit lurus ke arah laki-laki di hadapannya. "Apa lu sepede itu ngomong depan gue? Lupa? Gue enggak akan pernah lupa sama cowok yang katanya sayang sama gue tapi niat buat ngerusakk gue, lu sadar enggak? Lu itu saiko! Pikiran lu sempit, kalau mau rusakk ya rusakk sendiri saja jangan ngajak!" seru Tia dengan sorot mata yang merah penuh amarah, bagaimana tidak ia harus mengingat kejadian pahit lagi. "Kalau bukan karena gue mohon sama Rega dan teman-temannya, lu udah habis enggak bernyawa! Dan mungkin lu enggak bisa minta maaf sama gue," kata Tia dengan serius. Ganta mengepalkan tangannya, ia beranjak berdiri membaut Rega dkk seolah siap siaga namun ternyata laki-laki tersebut tidak bertindak apapun, ia melangkah keluar dari cafe` tersebut. Tia menarik nafasnya dalam-dalam lalu ia hembuskannya secara perlahan, ia menyenderkan tubuhnya di sandaran kursi. "Lu enggak papa Ti?" tanya Rega dengan raut wajah khawatir, Tia hanya mengangguk perlahan untuk menjawabnya. Tia mengatur nafasnya, jujur saja ia selalu gemetar ketika melihat Ganta karena kejadian yang menyakitkan selalu terulang ketika melihatnya. "Cari tahu kenapa dia bisa kembali," ucap Tia yang membuat Rega menatap singkat lalu manggut-manggut. "Hellow brooohhh!" Rega sontak menoleh ke arah pintu masuk Cafe` begitu juga dengan Tia, yaps itu Bary, Riki, Revan serta Alex. "Yailah ini orang ngapain kesini si," cetus Rega yang membuat Bary kini seolah mengerucutkan bibirnya. "Lah ada Tia," kata Riko yang membuat gadis tersebut kini menyengir kuda. Revan bertanya, "Bukannya lu tadi katanya mau hangout bareng Siska?" "Mereka pada enggak bisa ternyata," jawab Tia yang membuat Revan terdiam sejenak memandanf curiga lalu akhirnya manggut-manggut. Mereka berempat akhirnya duduk tepat satu meja dengan gadis tersebut. "Kenapa pesan gue enggak dibales?" tanya Alex dengan to the point yang membuat Tia jelas kikuk mendengarnya, mereka yang berada dimeja tersebut sontak mendengar dan mendadak hening. "Haduh neng Tia kok bisa-bisa abang Alex di abaikan pesannya," ujar Bary seraya mencairkan suasana. "Aduh-aduh, berarti lu belum spesial buat Tia Lex," cetus Riko yang membuat Alex kini menoleh dengan sorot mata yang datar. Tia hanya terdiam sebelum akhirnya berkata, "Wa bawa buku menunya, biar mereka milih. Bang Revan yang traktir." Lalu menyengir kuda membuat Revan sontak menatap dengan raut wajah terkejutnta. "Astaga De, bacot lu ya lama-lama gue lem juga nih," kata Revan. Alex hanya terdiam saja menatap lurus ke gadis tersebut yang ia ketahuo bahwa Tia mengalihkan pembicaraan akan perkataan Riko. Keempat laki-laki tersebut kini memilih minuman serta cemilan untuk menenami obrolan santainya. "Kenapa De? Enggak enak badan? Mau pulang?" tanya Revan ketika melihat sang adik sedari tadi diam mengaduk-ngaduk minuman, dengan raut wajah tidak ceria. Tia mendongak lalu tersenyum tipia sebelum menyahut, "Enggak papa Bang, gue baru datang juga masa iya balik." "Apa ada yang ngusik lu?" tanya Revan yang membuat Tia kini tersedak mendengarnya, Rega yang melihat jelas terdiam menatap gugup akan pertanyaan Revan. "Enggak ada Bang, tanya saja tuh Rega sama yang lainnya," kata Tia sambil melihat ke arah Rega, Jawa, dan Husen. Ketiga laki-laki tersebut terdiam sejenak sebelum akhirnya mengangguk karena mendapat kode melotot dari gadis tersebut. Rega berkata, "Iya Van, santai. Siapa yang berani ngsuik Tia si disini." Revan menatap seolah mencari kebenaran sebelum akhirnya anggukan kecil ia berikan bertanda percaya apa yang diucapkan sahabatnya. Hingga tak terasa waktu berlalu begitu cepat, siangnya langit kini deolah digantikan dengan teduhnya langit sore yang membuat mereka memutuskan untuk balik kerumah masing-masing kecuali Tia dan Alex. "De lu seriusan baliknya nanti?" tanya Revan sekali lagi memastikan. "Iya Bang, gue bawa motor. Tenang saja," jawab Tia dengan senyuman tipis. Alex menyahut, "Entar gue yang iringin Tia." Revan menatap lekat ke arah sahabatnya lalu manggut-manggut sebelum akhirnya ia berkata, "Yaudah, iringin adik gue sampai selamat. Kalau gitu gue duluan ya." Rega berkata, "Hati-hati dijalan." "Kaya lagu," kata Revan yang membuat mereka yang mendengar sontak terkekeh pelan, laki-laki tersebut melangkah keluar dari cafe` tersebut. "Gue tinggal ke dapur dulu ya, ada urusan," kata Rega yang membuat kedua insan tersebut manggut-manggut. Terjadi keheningan di antara mereka sebelum akhirnya Alex berkata, "Lu bohong sama Revan." Tia yang mendengar sontak mendongak menatap lekat ke arah laki-laki yang ada di hadapannya. "Maksut lu?" tanya Tia dengan bingung. "Soal Revan nanya lu kenapa, lu bohong kalau enggak ada apa-apa," cetus Alex yang membuat gadis tersebut terkejut akan perkataannya. Tia tersenyum tipis, tatapannya datar ia lalu berkata, "Lu kayanya sok tahu banget soal bohong atau enggaknya gue ya? Jangan terlalu dalam ngenal gue apalagi nebak-nebak." Dengan nada yang serius membuat Alex kini semakin menatapnya dengan lekat. "Gue yang mau ngenal lu lebih dalam, jadi resiko apapun gue akan terima," kata Alex dengan nada serius, kedua mata mereka kini saling menatap satu sama lain sebelum akhirnya Tia yang mengakhiri tatapan tersebut. "Lex, lu enggak tahu soal gue," kata Tia. Alex membalas, "Dan gue enggak peduli akan hal itu." "Gue enggak sebaik yang lu pikir Lex," ujar Tia dengan sorot mata yang serius, laki-laki tersebut terdiam sejenak menelusuk menatap kedalam mata gadis tersebut. "Gue juga enggak sebaik yang lu kira, jadi apa salahnya kalau gue mau kenal lu lebih jauh?" tanya Alex. Gadis tersebut memicingkan matanya ke arah Alex yang kini menatapnya tanpa berkedip sedetikpun. "Kalau nyatanya gue bukan kaya cewek-cewek idaman lu gimana?" tanya Tia. "Kalau nyatanya gue cuman mau lu gimana?" tanya Alex balik membuat gadis tersebut menghela nafasnya lalu menyenderkan tubuhnya di kursi. "Lu mah ngeselin banget anjirt! Gue nanya bukannya jawab malah nanya balik!" ketus Tia dengan kesalnya membuat laki-laki di hadapannya tersenyum tipis. Alex mencetus, "Kalau enggak ngeselin mana mungkin gue bisa imbangin lu." Tia hanya bermenye-menye saja mendengarnya membuat gemas akan hal tersebut. "Oh iya btw, permintaan lu sisa 6 ya." Alex tersebut sontak menatap sambil mengerutkan keningnya menatap ke arah Tia. "Perasaan gue belum minta apa-apa deh," kata Alex dengan bingung. Tia membalas, "Lah enggak ingat pulang sekolah lu maksa gue, katanya ada yang mau di omongin." Laki-laki tersebut mengernyitkan dahinya seolah mengingat. "Ya terserah lu," balas Alex seolah tidak mau berdebat dengan gadis dihadapannya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD