BAB 2. Rein

1224 Words
Aku berjalan melewati lorong Rumah Sakit ini sambil merasakan kelelahan yang cukup berat. Hari ini cukup banyak pasien hingga memaksaku menjadi sangat sibuk. Ketika aku melangkah ke luar rupanya Moana sedang menungguku dengan senyjan manisnya yang biasanya. Kekasihku ini memang selalu semanis itu dari sejak pertama kali bertemu denganku. Kami tidak berada satu kampus, tapi kami lulus kuliah bersama dan kemudian di tempatkan di Rumah Sakit yang sama. Yang awalnya aku tidak tahu bahwa Rumah Sakit itu milik ayah Moana. Setelah itu kami menjadi dekat, dia berhasil mengobati patah hati yang di sebabkan oleh cinta pertamaku dan akhirnya kami memutuskan untuk bersama hingga sekarang. “Pasti lupa yah kita ada janji makan malam bareng?” godanya dan aku terkekeh. “Hari ini aku sibuk sekali baby, sampai melupakan hal sepenting ini.” Ucapku manis sembari mencium keningnya. Setelah itu kami melaju menuju rumahnya karena memang janji makan malam itu adalah makan malam dengan keluarga Moana. “Rein baru pulang banget yah?” Sapa Tante Samatha. Beliau adalah dokter spesialis anak di Rumah Sakit ,ilik keluarga mereka. Dan beliau adalah ibu dari Moana. “Iya tante, hari ini pasien banyak banget jadi Rein sibuk banget nggak sempet pulang. Maaf yah tante.” Jawabku. Untungnya aku selalu membawa baju ganti, sekalipun baju yang aku pakai sekarang tidak bisa di golongkan cukup Resmi untuk acara makan malam tapi lumayan sopan lah. “Nggak masalah, kamu kaya sama siapa. Kita ini udah jadi keluarga Rein.” Ucap tante Samantha lagi. “Ehh Rein udah dateng, gimana keadaan Rumah Sakit?” Yang ini adalah om Aldo. Seorang profesor spesialis penyakit dalam yang merupakan pemilik dari Rumah Sakit Swasta terbesar di kota ini. Tapi jangan salah, aku tidak bekerja di Rumah Sakit milik keluarga Moana. Karena ku pikir akan lebih aman jika aku bekerja di Rumah Sakit lain selama aku belum menikah dengan Moana. Sebab pasti akan terjadi banyak spekulasi tentang hubungan kami dan pekerjaan. “Baik om, fasilitas semakin lengkap dan semakin banyak tenaga handal juga.” Jawabku dan om Aldo tersenyum. Setelah itu dimulailah obrolan mengenai pasien yang panjang hingga makan malam siap dan kami makan malam dengan tenang seperti biasa. Jika biasanya setelah makan malam aku akan mengobrol sebentar dengan Moana dan keluarganya, tapi malam ini aku langsung pamitan karena tubuhku rasanya lelah sekali. Untung saja Moana adalah jenis wanita yang pengertian dan keluarganyapun demikian. Sehingga tidak jadi masalah ketika aku memutuskan untuk pulang. “Loh mas tumben udah pulang?” Sapa ibuku yang terlihat sedang menyuapi cucu kesayangannya makan sesuatu. “Iya bu soalnya Rein capek banget hari ini mau langsung tidur.” Jawabku sopan, kemudian menghampiri beliau dan mencium tangannya seperti biasa. Tidak lupa menjawil pipi Riani, keponakanku yang nakal itu. “Tapi jadi makan malam tadi?” Tanya beliau lagi. “Jadi Buk, tapi setelahnya Rein langsung pamitan.” “Ya sudah sana mandi, terus langsung tidur. Besok kamu tugas pagi kan?” Ucap Ibu memperingatkan. Aku mengangguk dan setelah itu menghampiri ayahku yang sedang menonton Tv bersama kakaku untuk mencium tangannya. “Gue nggak di salamin Rein?” Ledek mas Rian kakaku. Aku hanya memberinya tatapan malas dan dia tertawa. Di dalam keluargaku yang mayoritas adalah pembisnis, aku adalah satu-satuinya yang berprofesi sebagai dokter. Mas Rian meneruskan perusahaan ayah nantinya dan dia sudah ikut mengelola perusahaan bersama ayah. Sementara kakak perempuanku bernama Mbak Rina, dia sudah menikah dan Riani adalah putrinya. Suaminya juga seorang pengusaha yang menjadi sangat klop dengan mas Rian dan ayah. “Besok dinas pagi Rein?” Tanya ayah karena melihat aku hendak melipir ke kamar. Biasanya aku akan ikut duduk bersama mereka walaupun hanya untuk mengobrol hal penting. “Iya yah, Rein langsung tidur yah?” pamitku. “Iya langsung tidur saja biar nggak ngantuk besok.” Ucap beliua bijaksana seperti biasa. Tapi setelah mandi rupanya rasa kantukku belum juga datang, karena itu aku memilih untuk membuka aplikasi membaca online yang beberapa waktu lalu di kenalkan oleh salah satu pasienku dan membuatku penasaran karena aku juga gemar membaca buku online maupun cetak. Dari sanalah peperangan di mulai. Aku menemukan sebuah akun dengan nama pena Ranjani1201 yang menyajikan banyak kisah romansa. Pengikutnya lumayan banyak sudah lebih dari lima puluh ribu. Kemudian aku mulai membaca salah satu karya miliknya dan cukup terganggu dengan romansa ala negri dongeng yang menurutku tidak masuk akal. Aku mengirimkan beberapa komentar di sana tapi ketika aku melihat komentar setelahku dibalas olehnya sementara komentarku tidak hal itu membuatku kesal. Aku kemudian mengunjungi sosial media milik si penulis dan menemukan yang lebih buruk lagi. Sepertinya penulis ini memang mengerjakan tulisannya asal-asalan melihat dari cara hidupnya yang terlihat dari postingan di sosial medianya yang juga asal-asalan, pemalas dan cukup gemar pamer. Perdebatan kami yang cukup pelikpun akhirnya terjadi. “Ayok ketmu kalau berani! Jangan beraninya sembunyi di balik akun palsu!” Tantangnya diakhir perdebatan kami. “Siapa takut.” jawabku berani. Setelah itu perjanjian kamipun terjadi dan jadwal pertemuannya adalah besok pukul setengah sebelas di sebuah kafe yang letaknya tidak jauh dari Rumah Sakit tempatku bekerja. Beruntung karena kami tinggal di daerah yang sama. *** Pukul sepuluh lebih lima belas menit aku sudah berada di kafe Horison di meja yang sebelumnya sudah aku pesan secara online karena kebetulan aku mengenal pemiliknya. Rupanya si penulis menyebalkan itu belum datang. Aku menunggu cukup lama dan ku pikir dia tidak akan berani datang tapi rupanya aku salah. Tiba-tiba saja ada seorang gadis yang menyapaku dengan kalimat menyebalkan sambil menyebut nama akunku dan kemudian duduk di hadapanku tanpa permisi. Ranjani benar-benar datang dan sekarang dia berada di hadapanku sambil menatapku kesal. Tapi bukan lagi tentang novel dan komentar jahatku lagi yang menjadi fokusku. Sebab gadis penulis dengan akun Ranjani1201 ini adalah seseorang yang dulu sempat menggorekan luka cukup dalam padaku. Dia adalah cinta pertamaku yang diam-diam selalu aku ikuti kemanapun dia pergi. Gadis baik hati yang gemar membantu orang lain. Yang hobbynya mengajak anak-anak panti asuhan bermain sambil mengajari mereka banyak hal. Dan aku, bisa dibilang adalah salah satu tersangka dari tragedi mengerikan yang menimpanya beberapa tahun lalu. Yang membuatnya hampir kehilangan nyawa dan membuatku bermasalah dengan Argan kakaknya. Tapi bohong jika aku dulu tidak mencintainya. Aku sangat mencintainya sampai mau gila. Melupakannya juga membuatku hampir gila rasanya. Dan ketika sekarang aku bertemu lagi dengannya, perasaan rindu itu menyeruak membuatku sesak. Steviku yang manis sudah besar, dia sekarang sangat cantik, gayanya masih sederhana seperti dulu dan aku rasa kegemarannya masih sama yaitu membuat cerita tentang pangeran tampan dan gadis rakyat jelata. Itulah kenapa tulisannya membuatku kesal, aku kesal karena kisah itu mengingatkanku padanya. Tidak pernah menyangka bahwa penulisnya benar-benar Stevi yang selalu memiliki tempat di hatiku dulu. Tapi bagaimana jika sekarang setelah aku memiliki Moana? Jujur saja aku tidak bisa menjawabnya. “Heh makhluk sialan, lo nyuruh gue dateng sejauh ini dan lo main pergi aja. Jangan pernah baca buku gue lagi Brengsekkkk!!” Teriaknya ketika aku terpaksa pergi karena ada panggilan darurat. Diam-diam aku tersenyum karena menemukan lagi kalimat-kalimat berterus terang dari mulutnya yang sedikit mengobati kerinduanku padanya. “Nggak mau, aku akan baca semua buku kamu.” Jawabku dengan senyuman. Setelah tahu dia adalah Stevi, puluhan ribu sekalipun dia melarangku membaca bukunya, aku tetap akan membaca. Karena aku ingin tahu lebih banyak tentang kisahnya selama aku tidak melihatnya. Dan semua itu bisa aku temukan dari cerita-cerita yang dibuat. Sama seperti dulu, saat cerpen-cerpen miliknya selalu aku nantikan menghiasi mading kampus. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD