Bagian 2

1459 Words
"Aarrrgghhh..," Arfan menggeram keras saat tubuhnya terasa menggigil, ia masih belum menyadari bahwa semalam ia tidak tidur sendiri. "Ayo bangun Fan, sudah subuh nih," ucap Layla sambil menarik selimut yang menutupi tubuh Arfan, Layla tertawa saat melihat wajah kesal Arfan di balik baby face-nya. Meskipun hanya istri sementara tapi Layla tidak akan membiarkan imamnya meninggalkan kewajiban sebagai seorang muslim. Layla sudah sedikit mengenal karakter ataupun kebiasaan Arfan, sebulan sebelum mengikrarkan ijab qobul Arfan dan Layla sering menghabiskan waktu bersama untuk persiapan pernikahan dan tentu saja itu ulah Aisya dan mama mertuanya yang berhasil membuat Arfan dan Layla sering pergi bersama. "Ntar aja Ma," jawab Arfan masih dengan mata terpejam, tangannya meraba selimut yang terlepas dari tubuhnya lalu menyembunyikan seluruh tubuhnya ke dalam selimut. Layla mengernyitkan keningnya saat mendengar jawaban Arfan. "Arfan sayang, aku istrimu Layla bukan Mama Liana," bisik Layla tepat di telinga Arfan. "Layla!" teriak Arfan seketika membuatnya terduduk, ia usap wajahnya dengan kasar sambil menatap Layla dari ujung kaki hingga ujung kepala. Dengan kedua tangan terlipat di d**a Layla tertawa keras melihat raut kaget Arfan, ekspresi Arfan persis orang yang ketakutan karena melihat hantu. "Ngapain kamu di kamarku," ancam Arfan sambil menutup tubuhnya dengan selimut dengan ekspresi aneh seperti orang yang hendak diperkosa. Bukannya menjawab Layla semakin tertawa sambil memegangi perutnya yang mendadak sakit karena tertawa hingga sudut matanya berair. "Hello bos gantengku, kita sudah resmi menjadi suami istri sejak kemarin sore," terang Layla sambil menyeka air di sudut matanya. Arfan mematung di tempat, otaknya mulai me-replay semua peristiwa yang sudah ia lalui. Benar gadis bawel di hadapannya ini sudah sah menjadi istrinya. Arfan mengusap kembali wajahnya dengan kasar lalu menyingkap selimut yang menutup tubuhnya lalu beranjak pergi ke kamar mandi dengan kesal. Layla tengah sibuk bermain dengan ponselnya saat Arfan ke luar dari kamar mandi dengan wajah yang terlihat segar. Ia laksanakan salat subuh dengan khusuk, sudah sering ia tinggalkan salat lima waktu selama tinggal di hotel ini, Arfan memang lebih sering bermalam di hotel ketimbang pulang ke rumah orang tuanya. "Oya aku memberimu kebebasan, terserah kamu mau ngapain aja tapi jangan pernah ikut campur urusan pribadiku," ucap Arfan dengan ekspresi tak terbaca, Layla hanya melirik Arfan sekilas lalu kembali menatap layar pipih di hadapannya. Arfan geram saat Layla mengacuhkannya dan ia tidak suka itu, berlahan ia naik ke atas ranjang lalu tidur terlentang di samping Layla. Melihat Layla tidak bergeming Arfan merebut ponsel dari Layla dengan paksa. "Kembalikan Fan." Layla berusaha merebut ponselnya dari tangan Arfan. "Aku paling tidak suka saat aku berbicara diabaikan," tatap Arfan tajam ke dalam netra Layla. "Kan sebelum menikah kita sudah membicarakan hal itu," jawab Layla kesal lalu beranjak dari atas ranjang, ia berniat menelpon bell boy untuk memesan minuman hangat untuknya dan Arfan. Buk.. Tarikan tangan Arfan berhasil membuat Layla terjatuh tepat di atas tubuhnya, seketika jantung Layla berulah kembali. Namun dengan cepat Layla berhasil menguasai diri. "Ok, terserah kamu lah," balas Layla dengan jengah, ia bangkit dari atas tubuh Arfan lalu merapikan rambutnya yang berantakan. "Awas kamu klo berani macam-macam, akan aku perkosa kamu, aku punya hak atas dirimu." Seringai licik terbit di wajah baby face Arfan. Namun jawaban enteng Layla semakin membuatnya geram, ternyata gadis yang dianggapnya bisa ia kendalikan dengan mudah mulai menampakkan taringnya. "Oya dengan senang hati Mas Arfan," balas Layla dengan suara manja lalu mengedipkan matanya dengan genit, Arfan bergidik ngeri menatap Layla dengan terangah. "Satu teh panas dan cappuccino ya Mas," ucap Layla pada bell boy lalu meletakkan telponnya kembali. Ia ke luar, menuju balkon kamarnya, ia hirup dalam-dalam udara sejuk di pagi hari, meskipun tak sesegar udara pagi di rumahnya. Baru semalam saja ia meninggalkan rumah kedua orang tuanya perasaan rindu sudah menghinggapi hatinya. "Semangat Layla, hanya 8 bulan." Layla menyemangati diri sendiri. ***** Pagi ini seluruh anggota keluarga Alfarizi berkumpul dan sarapan bersama. "Fan untuk sementara waktu kalian tinggal di sini bersama Mama," ucap Liana yang seketika membuat Arfan terkejut. "Kamu setuju kan Layla?" Tanya Liana dengan senyum merekah pada Layla, menantu barunya. "Terserah Mas Arfan saja Ma," jawab Layla dengan mata berbinar, tentu saja Layla setuju karena ia akan memiliki teman berbincang bahkan memasak bersama, seandainya ia harus tinggal di apartemen sendiri pasti membosankan apalagi Arfan sudah melarangnya bekerja. Dan tentu saja Layla hanya akan mengikuti keputusan Arfan selaku pemegang kendali dirinya. "Apartemenku udah sering kosong Ma, rencananya sih aku mau beli rumah aja buat kita," terang Arfan sambil melanjutkan mengunyah makanannya. "Coba seperti Masmu ini, sebelum menikah ia sudah mempersiapan segalanya," tegur Andre, papa Arfan sambil menatap Arfan tajam. "Iya Pa," jawab Arfan jengah. Ia sudah bosan selalu dibanding-bandingkan dengan Ardan, kakaknya. "Jangan gitu dong Dek, Papa dan Mama kan hanya menginginkan yang terbaik buat kita," sela Ardan saat menangkap raut jengah Arfan, ia tahu adiknya itu tidak suka jika dibanding-bandingkan dengan dirinya. Menyadari atmosfir yang mulai tak nyaman Layla memberanikan diri berbicara. "Ma Pa, kami kan sudah menikah jadi memang sebaiknya kami tinggal di apartemen saja sambil menunggu Mas Arfan mendapatkan rumah baru, Layla janji akan sering berkunjung saat tidak ada kelas di kampus," terang Layla dengan sopan dan tersenyum ramah. "Anak Mama ini pinter banget," puji Liana dengan mata berbinar, tak salah ia memilih menantu, ia hanya khawatir jika Arfan memperlakukan Layla dengan tidak baik, Liana tahu mereka menikah tanpa cinta. Berbeda dengan kisah cinta anak sulungnya yang memang saling mencintai hanya saja karena terpisah cukup lama hingga membuat Aisya tak mengenali Ardan. Arfan sedikit lega saat Layla berhasil membujuk kedua orang tuanya. Arfan melirik Ardan yang sedang menyuapi istrinya, Aisya. Karena memang Aisya sedang menggendong Baby Azka, senyum Arfan terbit seketika, setiap melihat keponakan tampannya itu entah mengapa perasaanya selalu menghangat. Setelah menghabiskan sarapannya Arfan tak sabar ingin menggendong Baby Azka yang menggemaskan, setelah mencuci dan mengelap tangannya dengan tisu. "Ayo ikut Om Sayang." Arfan merentangkan tangannya dan seketika Baby Azka melepas emutan jempolnya yang berada di dalam mulut lalu kedua tangannya seperti menyambut uluran tangan Arfan. "Anak pintar," puji Arfan lalu menghujani ciuman ke wajah Baby Azka yang sudah berada dalam gendongannya. "Kamu kan bisa bikin sendiri Dek," ucap Ardan yang seketika membuat Arfan cemberut karena itu tidak akan terjadi, berbeda dengan Layla yang seketika rona merah menghiasi wajah manisnya. Semua orang kini menatap Layla dan Arfan bergantian sambil tertawa. ***** Sesampainya di apartemen Arfan, mulut Layla seketika mengangah takjub karena melihat apartemen mewah milik Arfan, apartemen Arfan persis dalam drama-drama Korea yang biasa ia tonton di televisi. Dan ini nyata, ia akan tinggal dan menikmati semua fasilitas apartemen mewah ini. Berlahan Layla mengelilingi setiap sudut apartemen, ia amati ruang tamu yang serba bernuasa putih dan silver dengan akseroris yang cukup maskulin namun elegan, di ruang tengah terdapat sofa panjang berwarna silver yang dapat di buka menjadi ranjang, televisi berukuran 40 inci menempel di dinding, di sebelah kiri terdapat lemari sudut kecil berukuran 50 cm dengan tinggi sekitar 1 meter yang berisikan frame-frame kecil berisi foto keluarga Arfan, dan beberapa buku-buku tentang perhotelan dan bisnis terletak di rak nomorb3 dan 4, di sisi kanan terdapat bar kecil untuk membuat minuman, selanjutnya ia menuju kamar di sebelah Barat, Layla berdecak kagum dengan nuansa cream berpadu warna merah bata terkesan hangat dan girly tetapi tampak masih kosong, sepertinya kamar ini jarang ditempati Arfan namun lengkap dengan segala furniture di dalamnya. Tak lupa ia melihat tempat favoritnya nanti selama tinggal di sini, yakni dapur minimalis dengan set kickcen berbahan stanlis tertata apik. Terakhir ia menuju kamar di sebelah Timur yang menurutnya adalah kamar utama, tampak dari gagang pintu yang jelas lebih mewah dengan warna gold sedikit lebih gelap. Klek... Pintu kamar terbuka, kali ini Layla tak bisa berkomentar lagi, kamar ini di desain dengan interior yang sangat mewah dengan nuansa putih namun lebih berpadu warna gold dan cokelat, yang lebih mengejutkan lagi kaca besar seperti layar bioskop yang menampilkan langsung pemandangan kota dengan segala aktivitasnya, sangat indah. Pintu kamar mandi pun tak tampak dari luar, karena penasaran Layla buka satu persatu pintu yang berjejer rapi, dari 5 pintu itu ternyata pintu kamar mandi yang terbuat dari kaca, seketika Layla menelan salivanya dengan keras, mengagumi kemewahan apartemen Arfan. "Semoga kamu betah tinggal di sini, selama ini aku jarang sekali ke sini, aku lebih banyak tinggal di hotel dan hanya beberapa kali dalam sebulan aku pulang ke rumah orang tuaku, " terang Arfan yang tiba-tiba sudah berdiri di ambang pintu kamar menatap Layla. Tadi Arfan izin sebentar untuk membeli sesuatu ke mini market di depan apartemen. Arfan sengaja membeli minuman, camilan, dan beberapa keperluan dapur yang mungkin nanti dibutuhkan Layla. Melihat Layla masih bergeming Arfan mendekat lalu menyentil kening Layla dengan tersenyum. "Oya ini kamarku, kamu tidur di kamar sebelah," ucap Arfan sambil menunjuk kamar di sebelah Barat. Dengan kesal Layla ke luar dan membanting pintu kamar Arfan dengan keras. __________________&&&_________________ Judul Buku : Intuition of Love Author : Farasha
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD