“Kamu penguntit, ya?” tanya Shena melirik Yanan yang saat ini tubuhnya berdempetan dengannya. Bisa Shena cium harum wangi tubuh Yanan saking dekatnya jarak mereka. Tangan Yanan yang tengah memegang payung juga tampak kekar di penglihatan Shena.
“Apa? Kamu menilaiku penguntit?” tanya Yanan tertawa kecil.
“Kalau bukan penguntit, lalu apa namanya? Kamu selalu ada di mana pun aku berada,” sinis Shena.
“Aku makhluk pluto yang terdampar di sini, kebetulan sinyalnya ada di kepalamu,” jawab Yanan menoyor kening Shena dengan pelan. Shena sudah ingin ngamuk, tapi ia tahan saat ada beberapa orang yang meneriaki namanya. Shena menatap ke toko buku Bookmedia, di sana para remaja sudah menantinya dengan membawa poster fotonya serta poster namanya. Shena tidak menyangka kalau yang menantinya seantusias ini.
“Wah, penggemarmu banyak juga, ya,” ucap Yanan. Shena tidak bisa mengartikan Yanan memujinya atau menghinanya, dari nadanya seperti seorang yang tengah menghina. Shena memilih bungkam, setelah sampai di depan toko buku, Shena segera membaur dengan para penggemarnya. Sedangan Yanan meletakkan payungnya dan ikut masuk.
Yanan sungguh tidak bisa menahan rasa penasarannya akan Shena, pria itu melihat ambisi besar yang ada di mata Shena. Ia yakin kalau Shena sangat cocok berada di klub olahraganya.
Shena duduk di tempat yang sudah disediakan. Penggemarnya meski di luar langit tengah hujan, tapi masih banyak yang datang, bahkan yang menyusul pun juga banyak.
Para penggemar itu berbaris rapi menjadi dua baris untuk menantikan buku dan tandatangan Shena, tidak lupa mereka juga akan meminta foto bersama perempuan itu. Shena dengan senang hati diajak berfoto.
Tidak berapa lama, segerombolan anak muda datang dengan rambut yang basah. Mereka turut berbaris tepat di samping Yanan. Yanan menatap segerombolan anak muda yang umurnya berkisar seperti Shena.
“Wahh aku tidak sabar foto dengan Shena, nanti bakal aku jadikan profil media sosialku,” ucap salah satu laki-laki kepada temannya.
“Yoi, nanti aku juga posting di media sosialku,” jawab yang lain. Yanan menatap anak muda itu dari atas sampai bawah, lantas Yanan membandingkan dengan penampilannya sendiri. Meski umurnya bisa dibilang setengah tua setengah muda, tapi jiwa Yanan sangat muda.
Yanan kembali memfokuskan pandangannya pada Shena, perempuan itu tampak sangat cantik saat tengah tersenyum. Yanan tersenyum sinis, baginya senyum Shena sangat mahal. Senyum itu hanya diperuntukkan khusus untuk orang-orang yang membeli karya perempuan itu saja. Yanan berpikir demikian karena saat bersamanya, Shena tidak pernah mau tersenyum.
Yanan mengantri bersama anak remaja yang menurutnya sangat alay. Bahkan ada beberapa anak remaja yang dengan sengaja melirik-lirik ke arahnya. Yaanan risih, tapi ini ia lakukan demi mengenal dekat dengan Shena.
Sudah satu jam Yanan berdiri di sana, pria itu sudah mulai jengah dengan sikap bocah-bocah yang sangat antusias dengan Shena. Padahal bagi Yanan, Shena tidak lebih dari bunglon yang bisa berubah di mana perempuan itu berpijak. Setelah menunggu lama, tibalah pada giliran Yanan. Yahan mengambil buku dan membayarnya, setelahnya pria itu meletakkan di depan Shena untuk ditandatangani.
“Untuk apa kamu beli buku milikku?” tanya Shena dengan tajam.
“Aku penggemarmu,” jawab Yanan.
“Bagaimana bisa kamu penggemarku sedangkan kita baru bertemu,” ujar Shena.
“Menjadi penggemar tidak harus bertemu lama,” jawab Yanan yang terdengar sangat menyebalkan di telinga Shena.
“Tidak perlu tanda tanganku, silahkan pergi!” kata Shena yang membuat Yanan tersenyum kecil. Sedangkan Shena berusaha tidak menatap Yanan, baru saja muncul beberapa hari lalu, Yanan sudah mengganggunya sampai membeli bukunya.
“Buku Misteri Otak Mekanik, karya Shena,” ucap Yanan.
“Pergi!” desis Shena.
“Tanda tangan, aku mau membacanya sampai habis. Aku mau tahu sejauh mana seorang penulis melakukan riset. Sebagai dokter, aku pasti akan menertawakan bila hasil risetmu asal-asalan,” ujar Yanan yang benar-benar membuat Shena emosi. Shena merebut buku Yanan dan segera menandatanganinya.
“Sudah dapat tanda tangan, sekarang pergi!” desis Shena lagi.
“Foto dulu,” kata Yanan. Shena mengepalkan tangannya dengan erat. Pria di depan-nya sungguh membuatnya emosi tingkat dewa.
Namun meski begitu Shena pun menuruti permintaan orang yang sangat menyebalkan bernama Yanan untuk berfoto bersama menggunakan hp Yanan. Setelah mendapat apa yang dia inginkan, Yanan segera melenggang pergi dengan membawa bukunya.
Shena menatap punggung Yanan dengan pandangan kesal. Di dunia ini, ia baru menemui pria semenyebalkan Yanan.
Sedangkan Yanan keluar dari toko buku dan kembali ke clubnya. Jelas gosip tentang Yanan yang memayungi seorang gadis sudah menyebar luas di club. Gosip dari bibir Maxim ditambah bumbu penyedap yang membuat heboh seluruh club. Saat masuk ke clubnya, Yanan sudah mendengar krasak-krusuk, tapi pria itu tidak menanggapi. Yanan segera ke kamarnya untuk membaca buku Shena. Namun terlebih dahulu Yanan melihat halaman belakang yang mencantumkan email, akun media sosial dan w******p Shena.
Yanan mengambil hpnya dan mencatat nomor hp Shena. Pria itu juga mengirimkan sebuah pesan.
08951xxxx: Hai, Shena. Ini Yanan, penggemar barumu.
Setelah mengetikkan sebuah pesan, Yanan meletakkan hpnya kembali. Yanan membaca buku berjudul Misteri Otak Mekanik. Menurut Yanan, judul tersebut tidak lah menjual, tapi ia heran kenapa bisa sampai laku keras.
Yanan membaca buku itu dengan serius, sesekali pria itu menggelengkan kepalanya, terkadang juga mengerutkan dahinya, dan lebih seringnya Yanan akan tertawa dengan kencang. Yanan menertawakan hal aneh yang Shena tulis. Buku fiksi ilmiah yang Shena tulis membuatnya terhibur karena gaya kepenulisan perempuan itu yang sangat lucu.
Tanpa Yanan sadari, ia lupa menutup pintu kamarnya. Kini tawa Yanan terdengar dari luar kamar yang membuat biang gosip dan biang ngintip sangat penasaran. Di luar, Veral dan Vero berebut ingin mengintip Kaptennya. Mereka sangat penasaran ada apa gerangan Yanan bisa tertawa sampai sekencang ini.
“Hah gadis itu lucu sekali,” ucap Yanan mengusap air matanya karena terlalu kencang tertawa.
“Buku seperti ini tidak akan lama melejitnya,” ucap Yanan membanting buku Shena ke meja. Pria itu menyandarkan kepalanya di sandaran kursi.
“Waaah … masalah gadis,” ucap Vero.
“Waah akhirnya kita punya Mami,” ucap varel yang langsung mendapatkan tonjokan dari Maxim.
“Mami apanya? Aku melihat gadis itu sangat kecil. Bahkan sama tubuh kita lebih kecil gadis itu,” ucap Maxim.
“Apa Kapten p*****l?” tanya Vero yang membuat lainnya menutup mulut.
“Tidak tahu, tapi kelihatan gadis itu masih sangat muda,” jawab Maxim.
“Sampai kapan kalian akan menguping di situ?” tanya Yanan melirik pintu. Tanpa sepatah kata pun, si biang gosip dan biang ngintip segera melenggang pergi. Mereka kabur satu persatu.
Yanan menghela napasnya, setelah memastikan anak buahnya kabur, Yanan segera menuju ke pintu dan menutupnya rapat. Setelah selesai membaca buku, ia baru sadar kalau lupa menutup pintu kamarnya.
Setelah menutup pintu, Yanan kembali meraih hpnya. Saat membuka aplikasi pesan online, mata Yanan membulat sempurna.
“Kontak Anda diblokir” Tulisan itu lah yang Yanan baca di kontak bernama ‘Penulis Kecil’
“Sialann!” maki Yanan. Selama ini Yanan lah yang sering memblokir kontak orang, tapi sekarang kontaknya malah diblokir orang, terlebih itu adalah penulis kecil bernama Shena.