Jangan pernah menyesal

2704 Words
Siren memandang wajahnya di cermin besar yang ada di dalam kamarnya. Ia lalu membuka pakaiannya bagian atas, hingga memperlihatkan bagian atas tubuhnya yang dipenuhi oleh tanda merah yang semalam ditinggalkan oleh Geo sebagai tanda kepemilikannya. Ingatlah tanda merah di tubuhmu ini. Mulai sekarang, tubuh ini adalah milikku. Kata-kata yang semalam Geo ucapkan, terus terngiang di telinga Siren. Dengan kasar Siren mengusap bagian tubuhnya yang ada tanda merahnya. “b******k kamu Geo! Aku gak akan pernah memaafkanmu! Aku akan membuat hidupmu menderita!” geramnya. Apa kamu pikir, setelah kamu mendapatkan tubuhku, aku akan menjadi milikmu? kamu salah besar Geo. Aku gak akan pernah membiarkan kamu mengatur hidupku. Gak akan pernah! Siren lalu melangkah menuju kamar mandi. Ia merasa tubuhmu masih kotor, meskipun tadi sudah mandi saat berada di rumah Geo. Bekas yang Geo tinggalkan di tubuhnya lah yang membuatnya merasa kotor. Selama ini, ia berusaha menjaga satu-satunya yang paling berharga dalam dirinya, meskipun berulang kali Nicholas memohon padanya untuk menyerahkan tubuhnya atas nama cinta. Tapi, Siren tetap mempertahankannya, karena ia berjanji akan memberikannya kepada Nicholas, kalau mereka sudah sah menjadi suami istri. Tapi, siapa yang akan menyangka, ternyata di tangan Geo lah, hal yang paling berharga dalam dirinya harus terenggut dengan paksa. Setelah bersiap-siap, Siren melangkah keluar dari kamarnya, menuruni anak tangga satu persatu. Hari ini, dirinya akan menempati rumah barunya. Rumah pemberian sang papa sebagai hadiah pernikahannya dengan Geo. “Pa.” Siren mendudukkan tubuhnya di samping sang papa yang tengah menyesap kopi buatan sang asisten rumah tangga. Roy meletakkan cangkir yang ada di tangannya ke atas meja, lalu kedua matanya menatap putri cantiknya. “Gimana perasaan kamu setelah semalam tinggal di rumah mertua kamu? kamu gak bikin masalah di rumah mertua kamu ‘kan?” Siren mengerucutkan bibirnya, “apa Papa gak bisa, sehari aja, gak nuduh aku yang gak-gak?” Roy menghela nafas panjang, “Siren. Papa hanya ingin kamu lebih dewasa lagi. Sekarang kamu sudah menikah. Kamu sudah menjadi seorang istri. Papa harap kamu bisa merubah sikap burukmu itu.” Siren menghela nafas, “Papa yang menginginkan pernikahan ini. Bukan aku, Pa!” “Geo pria yang baik. Papa yakin, dia pria yang tepat buat kamu. Lupakan pria gak berguna itu.” Siren mengepalkan kedua tangannya, “aku mencintai Nicholas, Pa! sampai kapanpun aku gak akan pernah...” Siren terkejut, saat tamparan keras melayang di pipi kirinya. “Pa!” serunya dengan kedua mata yang memerah karena amarah. “Kalau kamu masih bersikap seperti ini, jangan harap Papa akan memberikan uang Papa untuk kamu.” “Pa! aku anak Papa. Aku berhak untuk semua harta Papa!” Roy beranjak dari duduknya, “mulai sekarang, Geo yang akan mengatur keuangan kamu. Jadi, hormatilah Geo sebagai suami kamu.” Roy lalu melangkah pergi dari ruangan itu, meninggalkan Siren dengan kedua mata yang sudah penuh dengan cairan bening. Siren menyentuh pipi kirinya yang masih terasa nyeri. Ini pertama kalinya papanya menamparnya. Selama ini, semarah-marahnya Roy, ia tak pernah main tangan terhadap putri tunggalnya itu. Semua ini gara-gara kamu, Geo! Gara-gara hidup aku hancur! Gara-gara kamu Papa sampai menamparku! Aku agak akan tinggal diam begitu saja! Siren beranjak dari duduknya, ia lalu melangkah menuju pintu utama. Dengan sangat kasar, ia menutup pintu hingga terdengar dentuman yang cukup keras. Roy menghela nafas panjang. Ia lalu menatap telapak tangannya yang sudah menampar wajah sang putri tercinta. Maafkan Papa, Siren. Papa hanya ingin kamu menjadi Siren yang dulu lagi. Papa melakukan semua ini untuk kebaikan kamu. Papa yakin, Geo adalah pria yang tepat untuk kamu. Roy lalu melangkah menaiki tangga. Ia ingin mendinginkan pikirannya. Biasanya dirinya akan duduk di kamarnya sambil menatap foto mendiang sang istri. Sedangkan di luar, Geo baru saja keluar dari mobilnya. Ia lalu bergegas melangkah menuju pintu, membuka pintu itu dan masuk ke dalam rumah. “Bik, dimana Siren?” tanya Geo saat berpapasan dengan asisten rumah tangga keluarga Siren. “Non Siren baru saja keluar, Den.” Geo meraup wajahnya kasar, “sial! Lalu, dimana Papa sekarang?” “Tuan Roy ada di dalam kamarnya, Den.” “Apa Bibik bisa panggilkan Papa sekarang?” Meskipun Geo sudah menjadi bagian dari rumah itu, tapi ia tetap tak bisa seenaknya masuk ke dalam kamar papa mertuanya itu. “Baik, Den. Silahkan tunggu sebentar.” Wanita paruh baya itu lalu meninggalkan Geo di ruang tamu. Geo mendudukkan tubuhnya di sofa, “semoga Siren belum mengadu kepada Om Roy. Kalau itu sampai terjadi, Om Roy pasti tak akan mempercayaiku lagi.” Geo beranjak dari duduknya, saat melihat Roy yang tengah melangkah ke arahnya. “Pa,” sapanya lalu mencium punggung tangan papa mertuanya. “Duduklah.” Roy lalu mendudukkan tubuhnya di sofa. Begitu juga dengan Geo. “Kamu pasti mencari Siren.” Geo menganggukkan kepalanya, “maafin aku, Pa. Aku sudah...” “Apa Siren membuat ulah di rumah kamu?” Geo mengernyitkan dahinya, ‘jadi Siren belum cerita sama papanya soal perbuatan gue semalam?’ gumamnya dalam hati. “Siren...” “Papa minta maaf. Mulai sekarang, Papa akan menyerahkan semuanya sama kamu.” “Apa maksud Papa?” tanya Geo tak mengerti. “Papa sudah menutup semua rekening Siren. Mulai sekarang kamu yang akan mengatur keuangan Siren. Kamu sekarang adalah kepala keluarga. Jadi, kamu harus bisa membuat Siren menghormatimu sebagai kepala keluarga.” “Tapi, Pa...” Roy beranjak dari duduknya, “lebih baik sekarang kamu susul Siren. Papa yakin, dia sekarang sudah sampai di rumah kalian.” Geo beranjak dari duduknya, “Pa. Apa aku boleh bertanya sesuatu sama Papa?” Roy menganggukkan kepalanya, “apa yang ingin kamu tanyakan?” “Kenapa Papa menikahkan Siren denganku? Apa Papa juga tau kalau Siren selama ini mempunyai kekasih?” Roy menghela nafas panjang, “hem... itu sebabnya Papa menikahkan Siren sama kamu. Nicholas bukan pria yang tepat untuk Siren.” “Geo, ingat kata-kata Papa. Kalau kamu bisa merubah Siren menjadi lebih baik, Papa janji, Papa akan membantu perusahaan keluargamu bangkit kembali. Papa yakin, kedua orang tuamu masih membutuhkan bantuan Papa.” Geo mengepalkan kedua tangannya. Ia lalu menganggukkan kepalanya. “Aku akan berusaha, Pa.” Roy lalu melangkah pergi meninggalkan Geo menuju tangga dan menaikinya satu persatu. Geo tersenyum sinis, “aku akan buat putri Om menjadi seorang istri yang penurut. Tapi, jangan salah aku, Om. Kalau sampai aku bersikap kasar padanya, karena dia bahkan tak bisa menghormatiku sebagai suaminya,” ucapnya lalu melangkah keluar dari rumah itu. Geo baru saja menghentikan mobilnya tepat di depan rumah yang terdiri dari dua lantai itu. Rumah itu terlihat sangat mewah. Bahkan rumah itu lebih besar dari rumah kedua orang tuanya. Geo lalu membuka pintu mobil dan melangkah keluar dari mobil. Ia lalu berjalan menuju pintu utama, menekan bel yang ada di dekat pintu. Tak berselang lama, pintu terbuka dari dalam. “Apa Siren ada di dalam, Bik?” tanyanya. “Iya, Tuan. Nyonya Siren baru saja naik ke atas.” Geo lalu melangkah masuk ke dalam rumah, menuju tangga guna untuk menuju kamar yang ada di lantai dua. Dimana di lantai dua ada dua kamar. Tentu saja satu kamarnya dan satu lagi kamar Siren. Geo membuka pintu kamar yang dipakai Siren. Ia lalu melangkah masuk ke dalam kamar itu. Dimana dia? Geo lalu melangkah menuju kamar mandi. Tapi, ia sama sekali tak menemukan Siren di dalam kamar mandi. Tatapan Geo kini menuju pintu balkon kamar itu yang terbuka. Ia lalu melangkah menuju balkon. Tebakannya ternyata benar. Siren saat ini tengah duduk di kursi yang ada di balkon. “Siren, kita perlu bicara.” Siren menyesap teh hangat yang ada di tangannya, “keluar dari kamar aku sekarang juga.” Geo melangkah mendekat. Ia berdiri tepat di depan Siren, “kita harus bicara.” Siren membanting cangkir yang ada di tangannya tepat di samping Geo. “Apa kamu tuli, hah! Aku bilang keluar dari kamar aku sekarang!” geramnya. Geo menghela nafas panjang, “soal semalam...” Siren beranjak dari duduknya. Ia lalu melayangkan tangannya tepat di pipi kiri Geo. “Itu pantas kamu dapatkan Geo! Apa kamu pikir, setelah kamu mendapatkan tubuhku, aku akan menganggapmu sebagai suamiku?” Siren lalu tersenyum sinis, “jangan terlalu percaya diri. Sampai kapanpun, aku gak akan pernah menganggapmu sebagai suamiku. Di mataku, kamu hanyalah seorang pengecut yang menjual harga dirimu untuk mendapatkan uang dari Papaku!” serunya sambil mengarahkan jari telunjuknya tepat di d**a Geo. Sabar Geo. Demi keluargamu, kamu harus bisa menahan diri. Ingat, nasib keluargamu saat ini berada di tanganmu. Geo tersenyum sinis, “apa kamu yakin, kalau kamu akan bisa bertahan tanpa aku?” tanyanya sambil melipat kedua tangannya di depan dadanya. “Memangnya siapa kamu, hah! Kamu bukan siapa-siapa aku!” “Aku suamimu, kalau kamu lupa itu. Aku kepala keluarga sekarang.” Siren tertawa, “apa kamu bilang, kepala keluarga! Keluargamu bahkan bisa hidup dari uang Papaku!” Geo mencengkram dagu Siren, “jangan bawa-bawa keluargaku dalam masalah kita, karena aku gak akan tinggal diam, kalau kamu menghina mereka!” Siren menepis tangan Geo, “tapi itu adalah kenyataannya. Keluarga kamu memang hidup dari uang Papaku!” Geo yang sudah diselimuti oleh amarah, langsung menarik tangan Siren dan membanting tubuhnya ke atas ranjang. Geo merangkak naik ke atas ranjang dan menindih tubuh Siren, “aku sudah memperingatkan kamu. Aku gak akan tinggal diam, saat kamu menghina keluargaku.” Siren tersenyum sinis, “memangnya apa yang akan kamu lakukan padaku? Apa kamu akan melampiaskan amarahmu dengan cara memaksaku seperti semalam?” Geo mencengkram dagu Siren, “kenapa? apa kamu begitu menginginkannya? Apa kamu begitu ingin aku menyentuh tubuh ini?” Siren mendorong tubuh Geo. Tapi sayangnya, Geo sama sekali tak bergeser sedikitpun. Geo mencengkram kedua tangan Siren di atas kepalanya. “Sekarang kamu akan menerima hukuman yang pantas untuk kamu dapatkan!” Geo lalu membungkam mulut Siren. Tapi, dengan sekuat tenaga Siren melawan. Ia tak ingin bernasib seperti semalam. Ia tak akan rela kalau sampai Geo kembali menjamah tubuhnya. Geo memekik kesakitan, saat kaki Siren menendang bagian bawah tubuhnya. Siren memanfaatkan itu untuk bangun dan beranjak turun dari ranjang. “Aku peringatkan sama kamu Geo! Jangan pernah kamu melewati batasanmu lagi! kita memang sudah menikah. Tapi, jangan pernah berharap, aku akan menjadi istrimu dan melayanimu selayaknya istrimu!” Siren lalu mengambil tas selempangnya dan kunci mobilnya. Ia lalu melangkah keluar dari kamar itu. Geo memukul kasur berkali-kali dengan kepalan tangannya. “b******k! Aku akan pastikan kamu akan membayar mahal untuk penghinaan ini Siren! aku akan membuat hidupmu seperti di neraka!” Siren melajukan mobilnya menuju apartemen Nicholas. Hanya tempat itu satu-satunya tujuan yang bisa ia datangi untuk berkeluh kesah saat ini. “Sayang...” Nicholas langsung memeluk tubuh sang kekasih saat mendapati sang kekasih tengah berdiri di depan pintu apartemennya. Siren memeluk tubuh Nicholas erat. Nicholas mengusap punggung Siren dengan lembut, “Sayang, kamu kenapa? apa kamu bertengkar lagi sama Papa kamu?” “Nich, maafin aku,” ucap Siren dalam dekapan Nicholas. Nicholas melepaskan pelukannya, ia lalu memegang kedua bahu Siren, “kenapa kamu meminta maaf sama aku? memangnya apa salah kamu?” Siren menundukkan wajahnya. Ia bahkan tak berani menatap kedua mata Nicholas saat ini. “Sayang, kenapa kamu diam? Jangan bilang kalau Geo sudah...” “Maaf,” lirih Siren dengan kepala masih menunduk. Nicholas melepaskan kedua bahu Siren. Ia lalu meraup wajahnya kasar. “Kenapa, Sayang? kenapa! kenapa kamu biarkan pria itu melakukannya! Kenapa!” teriaknya tidak terima. Selama ini dirinya harus menahan diri untuk tidak menyentuh Siren. Ia berharap akan bisa menyentuh Siren saat mereka sudah sah menjadi suami istri, karena itu keinginan Siren. Tapi, apa yang ia dapatkan sekarang? Pengkhianatan? “Kamu sudah mengkhianati aku Siren! kamu mengingkari janji kamu!” seru Nicholas dengan emosi yang meluap. Siren bersimpuh di depan Nicholas, “maafin aku, Nich. Geo memaksaku. Dia mabuk berat dan memaksaku untuk melayaninya. Aku minta maaf.” Nicholas menatap sang kekasih yang saat ini tengah bersimpuh di depannya sambil terisak. Hatinya berdenyut nyeri saat melihat kondisi Siren saat ini. Wanita yang sangat dicintainya, kini tengah bersimpuh di depannya, memohon maaf padanya dengan berderai air mata. Bukan ini yang Nicholas inginkan. Nicholas membantu Siren untuk berdiri. Ia lalu merengkuh tubuh sang kekasih ke dalam pelukannya. “Maafin aku, Sayang. Aku minta maaf,” ucapnya sambil mengeratkan pelukannya. “Nich, jangan tinggalin aku. Aku butuh kamu,” pinta Siren di sela isak tangisnya. Nicholas mengecup bahu Siren yang bergetar karena berusaha menahan isak tangisnya. “Aku gak akan pernah meninggalkan kamu, Sayang. Gak akan pernah,” ucapnya lalu menangkup kedua pipi Siren. Nicholas lalu mengecup bibir Siren, lalu mengajak Siren masuk ke dalam apartemennya. Mendudukkan tubuh sang kekasih di atas sofa. Nicholas duduk berjongkok di depan Siren. “Sekarang apa yang akan kamu lakukan? Apa kamu masih akan mempertahankan pernikahan kamu atau kita pergi dari kota ini?” “Apa maksud kamu?” Nicholas menghapus air mata yang membasahi kedua pipi Siren, “kita pergi dari kota ini. Kita akan menikah dan hidup berdua.” “Nich... apa kamu serius dengan ucapan kamu itu?” Nicholas menganggukkan kepalanya, “aku akan menerimamu apa adanya. Asal kamu mau hidup susah denganku. Kamu tau kan, kalau aku bukan berasal dari keluarga kaya seperti itu?” Siren menangkup kedua pipi Nicholas, “aku gak peduli itu, Nich. Tapi, aku gak bisa pergi begitu saja. Aku gak akan membiarkan hidup Geo bahagia dengan harta Papaku. Aku harus merebut kembali apa yang seharusnya menjadi milikku.” “Tapi aku gak rela membiarkan kamu tinggal satu atap dengan suami kamu itu. Aku gak sanggup membayangkan saat dia menikmati tubuhmu lagi!” Siren mengecup bibir Nicholas, “soal itu kamu gak usah cemas. Geo gak akan berani melakukan itu lagi. Aku milikmu, Sayang. Hanya milikmu,” ucapnya dengan senyuman di wajahnya. Nicholas beranjak berdiri, lalu mendudukkan tubuhnya di samping Siren. “Apa maksud kamu, Sayang? jangan bilang kalau...” Siren menganggukkan kepalanya, “sekarang gak ada lagi yang perlu aku jaga. Kamu bisa memilikiku sekarang juga,” ucapnya sambil membelai lembut pipi Nicholas. “Kamu serius? Kamu yakin dengan apa yang kamu katakan?” “Hem... lebih baik aku menyerahkan diriku padamu, ketimbang kepada pria yang sama sekali tidak aku cintai.” Nicholas mengecup bibir Siren, “jangan pernah menyesali apa yang kamu katakan, Sayang, karena kamu tak akan bisa menarik kembali kata-kata kamu itu.” Nicholas lalu membungkam mulut Siren. Tentu saja ia tak akan pernah menyia-nyiakan kesempatan emas yang ada di depan kedua matanya saat ini. Dimana sang kekasih dengan suka rela mempersembahkan tubuhnya untuk dinikmatinya. Padahal selama ini sang kekasih begitu mempertahankan tubuhnya untuk tak disentuh olehnya. Tapi, saat ini, dirinya bahkan bisa menikmati tubuh itu dengan sepuasnya. Nicholas tak peduli, kalau dirinya bukanlah yang pertama bagi Siren. Baginya, menjadikan Siren miliknya adalah yang utama. Ia tak akan melepaskan Siren lagi. Ia akan sekuat tenaga membantu Siren untuk bisa lepas dari pernikahannya dengan Geo. Setelah pertempuran panas yang baru saja mereka lakukan, Siren terlelap dalam pelukan Nicholas. Nicholas mengecup kening Siren, “terima kasih, Sayang. Terima kasih, karena kamu sudah memberikan hati dan tubuhmu untukku. Aku ingin melihat, apa yang akan Geo lakukan, saat tau istrinya saat ini tengah tertidur lelap dalam pelukan pria lain.” Nicholas lalu beranjak dari ranjang, melangkah menuju sofa untuk mengambil tas selempang Siren. Ia lalu mengambil ponsel Siren. Nicholas kembali naik ke atas ranjang, lalu membuka selimut yang menutup tubuh polos Siren. Ia lalu menyalakan kamera video di ponsel Siren, lalu mengarahkan ke tubuh Siren. Nicholas mulai menikmati bagian tubuh atas Siren, hingga membuat sang empu mendesah nikmat dengan kedua mata yang masih terpejam. Siren tak menyadari, kalau saat ini apa yang terjadi di kamar itu tengah direkam oleh Nicholas. “Sayang... apa yang tadi masih kurang?” tanya Siren dengan suara berat karena gejolak yang kembali bangkit dalam tubuhnya karena ulah Nicholas. “Aku gak akan pernah puas untuk menikmati tubuh kamu, Sayang, karena tubuh kamu adalah candu buatku.” Nicholas tersenyum sinis sambil menatap ke arah kamera. Bahkan tangannya saat ini tengah bermain-main di tempat favoritnya, hingga membuat Siren melenguh nikmat. Nicholas lalu mematikan kamera itu. Ini kejutan buat kamu, Geo. Aku harap kamu gak mempunyai riwayat sakit jantung. Nicholas lalu mengirim video itu ke nomor Geo. Ia lalu meletakkan ponsel itu ke atas nangkas, karena ia harus mengakhiri apa yang baru saja dimulainya. “Sayang, malam ini aku akan buat kamu puas.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD