Keluar rumah

2242 Words
Siren menggerakkan jemarinya untuk membalas pesan dari Nicholas. Maaf, Sayang. Untuk hari ini aku gak bisa datang ke apartemen kamu. Gimana kalau besok? Aku janji, aku akan datang ke apartemen kamu. Setelah mengirim pesan, Siren lalu memasukkan ponselnya ke dalam tas. Ia mendengar suara pintu terbuka. Memperlihatkan Geo yang baru saja selesai mandi dan hanya menggunakan handuk untuk melilit tubuhnya. Siren memalingkan wajahnya. Ia tak ingin melihat tubuh Geo yang hanya tertutup oleh handuk itu. Geo terus melangkah menuju kopernya. Ia tak peduli dengan sikap Siren yang sama sekali tak ingin menatapnya. Memangnya aku peduli. Geo bahkan memakai pakaiannya di dalam kamar itu. Ia bahkan tak peduli, kalau saat ini ada Siren di dalam kamar itu. Kalau dia sampai berani menoleh ke belakang, itu berarti dia hanya berpura-pura tak ingin melihat bentuk tubuhku. Itu yang Geo pikirkan saat ini. Tapi nyatanya, sampai Geo selesai memakai pakaiannya, Siren sama sekali tak menengok ke belakang. “Sebelum ke rumahku, lebih baik kita sarapan dulu,” ajak Geo sambil menutup kembali kopernya. “Terserah kamu.” Siren yang saat ini tengah memegang ponselnya, sejak tadi menatap layar ponselnya. Berharap akan ada balasan pesan dari Nicholas. Apa dia marah ya? Geo mengernyitkan dahinya, saat melihat Siren yang sejak tadi fokus dengan benda pipih yang ada di tangannya. “Kamu sedang menunggu chat dari siapa?” tanyanya penasaran. “Bukan urusan kamu!” Siren lalu memasukkan ponselnya ke dalam tas selempang nya, “lebih baik kita berangkat sekarang. Aku sudah lapar!” Siren lalu melangkah menuju pintu. Tapi, sebelum membuka pintu kamar hotel itu, ia membalikkan tubuhnya menatap Geo. “O ya, tolong bawakan sekalian koper aku,” ucapnya lalu kembali membalikkan tubuhnya dan membuka pintu. Siren bahkan sudah melangkah keluar dari pintu sebelum mendengar jawaban yang keluar dari mulut Geo. “Dasar! Memangnya dia pikir aku pembantunya apa!” geram Geo. Tapi, Geo tetap membawa koper Siren keluar dari kamar hotel tempat mereka menginap semalam. Niatnya kamar hotel itu akan menjadi saksi bisu pengalaman pertama Geo dan Siren. Tapi, bukannya mendapatkan pelukan hangat dari sang istri, Geo malah harus tidur seorang diri di kamar itu. Geo dan Siren akhirnya memutuskan untuk sarapan di restoran yang ada di dalam hotel itu. Mereka bahkan makan dalam diam. Siren sibuk dengan ponselnya, sedangkan Geo sibuk dengan makanan yang ada di depannya. Geo lebih dulu menghabiskan makanannya. Ia beranjak dari duduknya dan tak memperdulikan Siren yang bahkan belum menghabiskan makanannya. “Geo! Kamu mau ninggalin aku!” “Siapa suruh makan sambil mainan ponsel. Aku gak mau menunggu kamu!” Geo lalu melangkah keluar dari restoran itu. Siren mau tak mau beranjak dari duduknya dan bergegas mengejar Geo yang sudah jauh berada di depannya. Sialan! Mana perut aku masih lapar lagi! kenapa juga si Nicholas! Kenapa dia gak balas chat dari aku! jangan bilang dia sekarang lagi sama cewek lain di apartemennya! Siren yang masih bergelut dengan pikirannya sendiri, tak melihat Geo yang berhenti di depannya. Tubuh Siren seketika langsung menubruk punggung Geo. “Aww!” pekiknya sambil mengusap keningnya. Geo membalikkan tubuhnya, ia lalu menghela nafas, “makanya, kalau jalan itu pakai mata! Masa badan segede gini kamu tubruk juga!” “Kenapa kamu malah nyalahin aku! kenapa juga kamu harus berhenti mendadak kayak gitu, hah!” kesal Siren yang tak terima Geo menyalahkannya. “Terserah!” Geo lalu kembali melanjutkan jalannya. “Dasar! Gak bertanggung jawab!” seru Siren hingga membuat semua orang yang melewati lobby itu menatap ke arahnya. Siren yang merasa sangat malu, bergegas menyusul Geo. Sesampainya di rumah Geo, mereka disambut oleh kedua orang tua Geo. Siren mencium punggung tangan kedua mertuanya. Bagaimanapun ia tak ingin sampai kedua mertuanya berpikiran buruk tentangnya. “Mama senang kamu mau datang ke rumah ini, Sayang,” ucap Sila setelah melepas pelukannya kepada menantunya. Siren hanya menepiskan senyumannya. Mereka lalu masuk ke dalam rumah. “Geo, lebih baik kamu ajak istri kamu ke kamar,” ucap Marco sambil menepuk bahu Geo. Geo menganggukkan kepalanya, “ayo,” ajaknya kepada Siren sambil menarik kedua koper yang ada di kedua tangannya. Siren menatap kamar Geo yang terlihat sangat rapi, “rapi juga kamar kamu. Biasanya kamar anak cowok itu selalu berantakan,” ucapnya lalu melangkah menuju pigura yang tergantung di dinding kamar itu. Siren mengernyitkan dahinya, saat melihat foto yang ada dalam pigura itu, “dia kekasih kamu?” tanyanya sambil menatap Geo. “Kamu gak perlu tau!” Geo lalu melangkah menuju ranjang, “aku lelah, aku mau istirahat. Kalau kamu butuh apa-apa, minta sama bibik atau Mama.” Geo lalu merebahkan tubuhnya, tak butuh waktu lama, kedua matanya sudah terpejam. Siren hanya geleng kepala, “astaga! Apa kerjaan dia selama ini hanya tidur-tiduran kayak gitu!” Siren lalu mengambil ponselnya dari dalam tas selempang nya. Ia lalu melangkah menuju balkon kamar Geo. Mendingan aku telepon Nicholas. Siren lalu mencari kontak Nicholas dan langsung menghubunginya. “Halo, Sayang,” sapanya saat panggilan itu mulai tersambung. Nicholas hanya diam. Siren menghela nafas panjang, “kamu marah sama aku? aku minta maaf. Tapi aku benar-benar gak bisa datang ke apartemen kamu, karena saat ini aku sedang berada di rumah Geo.” “Jadi kamu lebih mentingin suami kamu itu ketimbang aku? kamu udah gak peduli lagi sama aku?” “Bukan gitu, Sayang. Jangan berpikiran yang macam-macam dulu dong. Aku terpaksa ikut ke rumah Geo, karena Geo mengancam akan melaporkan pada Papa kalau aku kabur semalam. Tapi aku janji, besok aku akan datang ke apartemen kamu.” “Janji?” “Hem... aku janji.” “Padahal hari ini aku ingin jalan-jalan sama kamu. Aku sangat merindukan kamu.” Siren tersenyum, “aku juga sangat merindukan kamu. Besok, kalau aku sudah pindah ke rumah baru aku, aku akan lebih bebas untuk ketemu sama kamu.” “Beneran? Kamu gak takut sama suami kamu? siapa tau suami kamu itu akan mengancam mu lagi.” “Gak. Aku gak takut. Aku juga gak peduli. Selain itu, Geo gak akan berani melapor sama Papa aku, karena dia dan keluarganya masih butuh uang Papa aku.” “Apa aku juga boleh menginap di rumah kamu? karena aku gak bisa jauh-jauh dari kamu, Sayang.” “Em... kalau soal itu...” “Please... gak tiap hari kok.” Siren menghela nafas panjang, “lihat aja besok.” Siren mendengar suara ketukan di pintu, “Sayang, sudah dulu ya. Sepertinya itu mama mertua aku.” Siren lalu mengakhiri panggilan itu, “iya, sebentar!” serunya lalu melangkah masuk ke dalam kamar. Siren lalu membuka pintu, “ada apa ya, Ma?” Sila memberikan paper bag kepada Siren. Siren tak langsung menerima paper bag itu. Tapi ia malah mempersilahkan mama mertuanya itu untuk masuk ke dalam kamar. “Duduk, Ma,” pintanya lalu mendudukkan tubuhnya di sofa yang ada di dalam kamar Geo. Sila mendudukkan tubuhnya di samping Siren, “Sayang, Mama ada sesuatu buat kamu,” ucapnya lalu memberikan paper bag itu kepada Siren. “Mama gak perlu repot-repot,” ucap Siren yang bahkan tak menerima paper bag itu. Sila tersenyum, ia lalu menarik tangan Siren dan memberikan paper bag itu. “Ini adalah hadiah pernikahan kalian dari Mama dan papa. Tolong diterima ya,” pintanya. Siren mau tak mau menerima hadiah pemberian mama mertuanya itu. “Makasih ya, Ma,” ucapnya sambil menepiskan senyumannya. Sila menganggukkan kepalanya. Ia lalu melihat Geo yang tengah tertidur lelap di atas ranjang. “Kalau begitu Mama keluar dulu. Kamu pasti juga capek.” “Em... Ma. Apa aku boleh minta tolong sama Mama?” Sila yang ingin beranjak dari duduknya, akhirnya mengurungkan niatnya. “Apa itu, Sayang?” “Em... gini, Ma. Sebenarnya hari ini aku ada janji sama teman. Apa boleh aku pinjam mobilnya Mama? soalnya Geo gak mau meminjamkan mobilnya.” Siren berharap mama mertuanya itu percaya dengan apa yang diucapkannya. Kalau rencanaku ini berhasil, aku bisa ke apartemen Nicholas. Sila mengusap lengan Siren, “boleh dong, Sayang. Kamu pakai aja mobil Mama. Biar nanti Mama bilang sama suami kamu agar tak pelit sama istri sendiri,” ucapnya dengan senyuman di wajahnya. “Makasih ya, Ma. Mama memang baik deh,” ucap Siren lalu memeluk mama mertuanya. Sila mengusap punggung Siren, “tapi pulangnya jangan malam-malam ya, Sayang. Sekarang kamu sudah punya tanggung jawab sebagai seorang istri.” Siren menganggukkan kepalanya, ia lalu melepaskan pelukannya, “Siren janji, Ma. Sebelum makan malam, Siren sudah pulang.” Siren saat ini tengah berdiri di depan pintu apartemen Nicholas, ia lalu memencet bel yang ada di dekat pintu itu. Tak berselang lama, pintu itu mulai terbuka dengan perlahan. Memperlihatkan Nicholas yang baru saja selesai mandi. “Sayang! kamu baru mandi!” seru Siren terkejut melihat penampilan Nicholas yang hanya berbalut handuk yang melilit pinggangnya. Nicholas hanya nyengir kuda, “katanya gak bisa datang kesini?” Nicholas lalu menarik tangan Siren dan membawanya masuk ke dalam apartemennya. Nicholas lalu membungkam mulut Siren dengan bibirnya. Ia lampiaskan rasa rindunya kepada kekasihnya itu. Siren tak tinggal diam. Ia membalas ciuman Nicholas. Mereka saling bertukar saliva dan memainkan lidah mereka di dalam rongga mulut masing-masing. Siren lebih dulu mendorong tubuh Nicholas, karena ia sudah kehabisan nafas. Saat ini mereka berdua tengah menghirup udara untuk mengisi kembali paru-paru mereka. Nicholas menangkup kedua pipi Siren, “Sayang, makasih ya, kamu sudah mau datang ke sini. Aku benar-benar sangat merindukan kamu,” ucapnya lalu mengecup punggung tangan Siren. “Tapi aku gak bisa lama-lama. Soalnya aku bawa mobil mertua aku. Geo juga gak tau, kalau aku keluar rumah.” Nicholas hanya tersenyum. Ia lalu menarik tangan Siren dan membawanya duduk di sofa. “Sayang, kamu gak pakai baju dulu? nanti kalau kamu masuk angin gimana? Mana AC kamu nyala.” “Aku gak bakalan sakit, kalau ada kamu disini.” Nicholas lalu menyandarkan kepalanya di pangkuan Siren. Siren membelai rambut Nicholas dengan sangat lembut, “Sayang, aku ingin Papa aku segera merestui hubungan kita. Dengan begitu kita bisa menikah dan tinggal bersama.” Nicholas mengecup punggung tangan Siren, “kamu harus janji sama aku, jangan biarkan suami kamu menyentuhmu. Hanya aku yang boleh menyentuhmu.” Siren menganggukkan kepalanya. Nicholas lalu menarik tengkuk Siren. Mereka lalu melanjutkan aktivitas mereka yang sempat terjeda. Bahkan kali ini, tangan Nicholas tak tinggal diam. Ia menarik tangan Siren dan menuntunnya untuk menyentuh sesuatu yang sejak tadi sudah terbangun. Siren menarik tangannya, ia lalu melepaskan ciuman itu, “Nich...” Siren menatap kedua mata Nicholas yang sudah penuh dengan kabut gairahh. “Please, Sayang. Bantu aku. Aku gak bisa menahannya,” pinta Nicholas dengan wajah memelas. Ini memang bukan pertama kalinya Siren melakukan itu. Tapi, meskipun begitu, Siren tak mengizinkan Nicholas untuk mengambil hal yang paling berharga dalam dirinya sebelum mereka sah menjadi suami istri. Nicholas lalu bangun dari pangkuan Siren, “apa kamu tega melihat aku tersiksa kayak gini? Atau kamu ingin aku melampiaskannya dengan wanita lain?” Kedua mata Siren lalu membulat dengan sempurna, “awas saja ya kalau kamu sampai berani melakukan itu!” kesalnya. Nicholas tersenyum, ia lalu menggenggam tangan Siren, lalu mengecupnya. “Makanya, bantu aku untuk memuaskannya. Seperti biasanya. Sudah lama ‘kan kamu gak bermain dengannya?” Siren menghela nafas panjang. Ia tak bisa menolak permintaan Nicholas, terlebih lagi, ia tak rela kalau Nicholas melampiaskannya kepada wanita lain. Siren tak rela, apa yang sudah menjadi miliknya disentuh oleh wanita lain. Nicholas hanya miliknya seorang. Sementara ini di tempat lain, Geo baru saja membuka kedua matanya. Ia lalu menatap ke sekeliling kamarnya. Tapi, ia sama sekali tak melihat sosok yang tengah dicarinya. Dimana Siren? apa dia ada di bawah sama Mama? Geo lalu bangun dan beranjak turun dari ranjang. Ia lalu melangkah menuju kamar mandi untuk mencuci muka. Setelah selesai mencuci muka, Geo melangkah keluar dari kamar. Ia ingin mengambil minuman, karena tenggorokannya terasa kering. Tapi, Geo mengernyitkan dahinya, saat melihat mamanya yang tengah mengobrol dengan papanya di ruang tengah. “Lho, Ma? Dimana Siren?” tanyanya sambil melangkah mendekat. “Kamu sudah bangun, Sayang?” Sila yang bertanya. “Aku pikir Siren lagi sama Mama dan Papa,” ucap Geo lalu mendudukkan tubuhnya di sofa tunggal. “Istri kamu pergi keluar. Katanya dia ada janji sama temannya,” ucap Sila menjelaskan. Geo mengernyitkan dahinya. Teman? Kok Siren gak bicara apa-apa sama aku ya? “Terus Siren pakai mobil siapa, Ma?” “Pakai mobil Mama. Katanya kamu gak ngebolehin Siren pinjam mobil kamu? Sayang, kamu gak boleh kayak gitu. Masa sama istri sendiri kamu gak kasih pinjam.” Sialan! Apa yang Siren katakan sama Mama aku! apa dia ingin Mama membenciku dan menyalahkan aku! tapi, aku juga gak bisa membantah. Aku hanya tak ingin Mama memandang buruk Siren. “Iya, Ma. Aku melakukan itu, karena aku ingin mengantar Siren kemanapun dia pergi. Aku hanya gak ingin sampai terjadi apa-apa sama Siren, Ma. Sekarang Siren ‘kan tanggung jawab aku.” Sila dan Marco tersenyum. Mereka tak menyangka, putra semata wayangnya itu sudah semakin dewasa. “Kamu gak usah cemas. Mama sudah meminta Siren untuk gak pulang malam. Dia juga sudah berjanji, akan pulang sebelum makan malam,” ucap Sila dengan senyuman di wajahnya. Geo hanya bisa menganggukkan kepalanya. Kemana Siren pergi? apa jangan-jangan selama ini Siren sudah mempunyai kekasih? Dan sekarang dia sedang bersama dengan kekasihnya? Geo hanya bisa berharap, apa yang ada dalam pikirannya saat ini tak benar-benar terjadi. Ia tak bisa membayangkan, istrinya itu disentuh oleh pria lain. Tapi itulah yang sedang terjadi saat ini Geo. Istrimu saat ini tengah memuaskan kekasihnya di dalam apartemennya. Entah apa yang merasuki pikiran Siren saat ini.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD