Mulai curiga

2479 Words
Setelah seharian membantu sang papa di kantornya, Geo akhirnya bisa pulang ke rumahnya untuk beristirahat. Tapi, saat masuk ke dalam rumah, dirinya terkejut saat melihat Siren berada di rumah dan menyambut kedatangannya. “Gimana kerjaan kamu?” Siren mengambil alih tas kerja Geo. Geo menyentuh kening Siren untuk memastikan, apakah istrinya itu sedang demam atau tidak, karena menurutnya sikap istrinya itu sangat aneh. Semenjak dirinya menikah dengan Siren, ini pertama kalinya Siren bersikap sebaik ini padanya. Andai sikap Siren ini memang karena dia mulai berubah dan sudah bisa menerima pernikahan mereka, tentu saja itu adalah kabar yang sangat menggembirakan untuk Geo, karena sejak awal Geo memang sudah menerima pernikahan mereka. “Kamu salah minum obat?” tanya Geo sambil mengernyitkan dahinya saat mendapati kening sang istri sedikit hangat. “Obat apa maksud kamu? kamu pikir aku sakit!” sentak Siren sambil menyingkirkan tangan Geo dari dahinya. “Kayaknya kamu memang sakit deh. Mau aku antar ke rumah sakit?” Siren mengeratkan genggaman tangannya pada tas kerja Geo. Niat ingin bersandiwara untuk mengambil hati Geo, kini dirinya justru merasa tengah dipermalukan oleh Geo. Apa mungkin dirinya memang tidak cocok untuk berperan menjadi seorang istri yang perhatian? Belum apa-apa Geo sudah mencurigai nya. “Cukup, Ren. Apa mau kamu sebenarnya? Gak usah sok baik di depan aku. Aku tau kalau sikap kamu ini hanya sandiwara.” kedua tangan Geo terlipat di depan dadanya. “Apa mau kamu? apa kamu mau uang?” tanyanya kemudian. “Ada yang ingin aku bicarakan sama kamu. Bisa kita bicara sebentar?” “Soal apa? kalau gak penting aku gak ada waktu. Aku lelah, ingin segera istirahat.” “Sebentar aja, ini sangat penting buat hubungan kita berdua.” Geo mengernyitkan dahinya. “Hubungan kita berdua?” mengulang ucapan Siren. “Hem” Geo diam sejenak, mencoba untuk mencerna ucapan Siren. “Baiklah, tapi aku mau mandi dulu. Tapi kalau kamu gak mau menunggu, aku bisa ....” “Aku akan menunggu, kamu bisa mandi dulu karena badan kamu bau,” potong Siren lalu melangkah menuju ruang kerja Geo untuk meletakkan tas kerja Geo. “Bau? Masa badan aku bau.” Geo lalu mengangkat kedua tangannya lalu mengendusnya. “Gak bau kok. Cuma dikit.” Geo lalu tersenyum. “Sepertinya sebentar lagi akan ada hal menarik yang akan terjadi,” ucapnya lalu melangkah menuju tangga. Geo ingin segera membersihkan tubuhnya yang terasa lengket dan membuatnya merasa tidak nyaman. Dirinya sengaja berlama-lama di dalam kamar mandi, karena dirinya ingin sesekali memberi pelajaran kepada Siren. Selama ini Siren tak pernah menghargainya sebagai seorang suami, tapi Geo masih tetap diam. Tapi sekarang dirinya mempunyai kesempatan untuk mengerjai istri cantiknya itu. Setelah berada di dalam kamar mandi selama satu jam, Geo akhirnya melangkah keluar dari kamar mandi hanya dengan handuk yang melilit tubuhnya. Tapi gerak kaki Geo mulai melambat saat melihat Siren berada di dalam kamarnya. “Sedang apa kamu disini?” Geo menggosok rambut basahnya dengan handuk kecil yang ada di tangannya. Kedua matanya menatap ke arah ranjang, dimana saat ini diatas ranjang itu terdapat pakaiannya. Pakaian yang biasa dirinya pakai saat sedang ada di rumah. Tapi bukan piyama, karena Geo jarang memakai piyama saat tidur. Dahi Geo mengernyit saat melihat perubahan sikap Siren yang sangat drastis. “Ren, kamu beneran gak lagi sakit kan?” “Sudah aku bilang, aku gak sakit.” Siren mendudukkan tubuhnya di tepi ranjang. “Kenapa kamu malah duduk disitu? Kamu mau melihat aku ganti baju? Ya gak apa sih, gak masalah juga buat aku.” Geo lalu mengambil pakaian yang Siren siapkan untuknya. Geo melihat Siren yang tetap pada posisinya saat ini. “Ren ....” “Kalau mau pakai baju, pakai aja kali, Eo. Lagian aku sudah melihat semuanya. Gak ada yang perlu kamu tutup-tutupi lagi.” “Aku bukannya mau menutup-nutupi. Hanya saja, aku merasa ada yang aneh dengan sikap kamu saat ini.” “Sudah aku bilang, ada yang ingin aku bicarakan sama kamu.” “Tapi kamu bisa tunggu aku di luar kan?” Siren beranjak dari duduknya, lalu melangkah mendekati Geo, melipat kedua tangannya di depan dadanya. “Kenapa? apa kamu malu memakai baju di depanku?” “Kamu nantangin aku?” alis Geo terangkat satu. “Buktikan kalau kamu berani,” tantang Siren dengan menyunggingkan senyumannya. “Ok. Jangan menyesal karena sudah berani menantangku.” Tanpa pikir panjang Geo menarik handuk yang melilit tubuhnya, lalu melemparnya asal. “Sial!” umpat Siren lalu membalikkan tubuhnya, karena tubuh Geo benar-benar polos saat ini. Geo membalikkan tubuh Siren. “Kenapa? katanya kamu mau lihat aku ganti baju? Sekarang buka mata kamu.” Saat ini Siren memang memejamkan kedua matanya, karena dirinya tak ingin melihat tubuh kekar Geo yang entah mengapa membuat tubuhnya jadi panas dingin. “Cepat pakai baju kamu, Geo! Jangan menguji kesabaran aku!” seru Siren dengan kedua mata masih terpejam. “Ck, tadi nantangin, sekarang nyali kamu malah menciut.” Geo lalu segera memakai pakaiannya. “Apa yang ingin kamu bicarakan sama aku?” Geo mengambil handuk yang tadi dilemparnya asal, lalu memasukkannya ke keranjang cucian kotor yang ada di dekat kamar mandi. Geo lalu kembali melangkah mendekati Siren yang masih memejamkan kedua matanya. “Buka mata kamu sekarang.” Siren mulai membuka kedua matanya secara perlahan. Dirinya melihat Geo yang sudah berpakaian lengkap dan sedang menyisir rambutnya. “Apa yang ingin kamu bicarakan sama aku, Ren?” tanya Geo sekali lagi, karena Siren belum menjawab pertanyaannya tadi. “Aku ingin membuat perjanjian sama kamu?” “Perjanjian?” ulang Geo dengan dahi mengernyit. “Hem. Perjanjian yang akan sama-sama menguntungkan buat kita berdua.” “Kenapa kamu suka sekali membuat perjanjian? Dulu sebelum kita menikah, kamu juga memintaku untuk menandatangani perjanjian. Sekarang kamu ingin melakukannya lagi?” Siren sepertinya lupa dengan perjanjian yang dulu pernah dirinya sepakati dengan Geo. Tapi Geo sudah mengingkari isi perjanjian itu dengan memaksanya untuk melayaninya malam itu. “Ada poin baru yang harus kamu lakukan.” Geo menyunggingkan senyumannya. “Apa kamu akan mulai mengatur hidupku lagi?” “Geo, kamu tau kalau kita sama-sama tak menginginkan pernikahan ini. Tapi gak ada salahnya kita bekerja sama.” “Tapi aku berubah pikiran. Aku menginginkan pernikahan ini. Aku menginginkan kamu jadi istriku sepenuhnya. Melakukan semua tugasmu sebagai seorang istri.” “Jangan harap aku mau melakukan itu!” seru Siren sambil mengangkat tangan kanannya dan mengarahkan jari telunjuknya ke wajah Geo. “Sampai aku matipun aku gak akan sudi untuk menjadi istrimu!” “Tapi kenyataannya sekarang kamu adalah istriku.” Geo menyingkirkan tangan Siren dari depan wajahnya. “Mau kamu menerimanya atau enggak, kamu tetap istriku yang sah sekarang,” lanjutnya. Geo lalu mencengkram dagu Siren, mendongakkan wajahnya agar menatapnya. “Tapi tenang saja, aku sama sekali tak tertarik untuk menikmati tubuhmu lagi, karena aku yakin, kalau kekasihmu itu sudah menikmati tubuhmu!” Geo melepaskan cengkraman tangannya pada dagu Siren. Ia lalu melipat kedua tangannya di depan dadanya. “Sekarang apa yang kamu inginkan? Kamu ingin bercerai denganku?” “Aku ingin kita tetap bersandiwara di depan Papa kalau hubungan kita baik-baik saja.” “Kalau soal itu kamu gak perlu cemas, karena aku juga tak ingin membuat kedua orang tuaku kecewa dan merasa bersalah, karena telah memilihkan calon istri yang salah buatku.” Geo lalu melangkah menuju nakas yang ada di dekat ranjangnya. Ia lalu mengambil kartu kredit yang memang sudah dirinya siapkan untuk Siren. “Kamu bisa pakai ini untuk memenuhi kebutuhan pribadi kamu. Ini uang kamu, aku gak berhak untuk mengatur keuangan kamu. Tapi ada satu hal yang ingin aku minta sama kamu.” “Apa itu?” tanya Siren setelah mengambil kartu kredit itu dari tangan Geo. “Rubah sikap kamu, bagaimanapun aku tetaplah suami kamu. Hargai aku sebagai kepala rumah tangga di rumah ini. Putuskan hubunganmu dengan kekasihmu itu, karena aku gak suka istri aku jalan sama pria lain.” Siren hanya diam. Geo menghela nafas panjang. “Aku harap kamu bisa memikirkan kata-kataku tadi,” ucapnya lalu melangkah keluar dari kamarnya. Cacing di dalam perutnya sejak tadi sudah berdemo meminta jatah makan malamnya yang sudah telat karena waktu makan malam sudah lewat sejak tadi. Geo melihat begitu banyak makanan di atas meja makan. Tapi dirinya tau, kalau semua makanan yang saat ini terhidang diatas meja makan buat Siren yang memasaknya. Siren menyusul Geo ke ruang makan. Ia melihat Geo yang sudah makan malam lebih dulu. Ia menarik kursi yang ada di depan Geo, lalu mengambil makanan yang ingin dimakannya tanpa mengatakan sepatah katapun untuk mengajak Geo bicara. Setelah selesai makan Siren masuk ke dalam kamarnya, sedangkan Geo memilih untuk keluar rumah, karena dirinya tak ingin berada di rumah untuk saat ini. Ia memilih untuk ke rumah sahabatnya Hito. Di dalam kamar Siren tak harus melakukan apa. Ia akhirnya mengambil ponselnya dan membuka galeri ponselnya. Dirinya teringat akan video yang tadi sengaja Nicholas kirim ke nomor Geo. “Apa maksud Nicholas mengirim video itu ke nomor Geo? Apa dia ingin Geo tau kalau kami sudah tidur bersama?” Siren memutar video yang berdurasi lima belas menit itu. Dimana dalam video itu Nicholas tengah menikmati tubuh bagian atasnya hingga membuatnya mendesah nikmat. “Lebih baik aku hubungi Nicholas, aku ingin tanya apa maksud dia sebenarnya.” Siren lalu mencari kontak nomor Nicholas, lalu segera menghubunginya. “Halo, Sayang,” sahut Nicholas setelah panggilan itu sudah mulai tersambung. “Nich, ada yang ingin aku tanyakan sama kamu.” “Soal apa?” “Soal video yang kamu kirimkan ke nomor Geo dengan menggunakan ponsel aku. Apa maksud kamu sebenarnya?” Siren beranjak dari duduknya, lalu melangkah menuju balkon kamarnya. “O ... itu. Gak ada maksud apa-apa sih. Kenapa? apa Geo marah sama kamu setelah melihat video kita berdua?” “Geo gak akan pernah melihat video itu, karena aku sudah menghapusnya. Nich, aku gak mau kamu mengulanginya lagi. Jangan bersikap gegabah kalau kamu masih mau bersamaku.” Siren tak mendengar suara apapun dari seberang sana. “Nich, kamu masih mendengarku kan?” “Hem.” “Terus kenapa kamu diam?” Siren bisa mendengar helaan nafas Nicholas. “Kamu marah sama aku?” tanyanya lagi. “Sayang, kamu gak jatuh cinta sama suami kamu itu kan?” “Hah! Maksud kamu? kenapa kamu bisa berpikir seperti itu?” “Aku mengirim video itu dengan maksud agar suami kamu menceraikan kamu setelah melihatnya, dengan begitu kita bisa bersama selamanya. Tapi, dengan kamu menghapus video itu, itu tandanya kamu masih ingin bersamanya.” “Astaga! kok kamu bisa mikir kayak gitu sih! Aku melakukan itu karena aku gak mau sampai Geo mengadu sama Papa, dan itu akan berdampak buruk untuk aku dan hubungan kita berdua, karena aku sangat mengenal Papa, Nich.” Siren menghela nafas panjang. “Please, tolong percaya sama aku. Aku akan berusaha supaya Papa mau merestui hubungan kita.” “Tapi sampai kapan aku harus menunggu, Sayang. Setiap hari aku tersiksa, membayangkan kamu dan Geo di rumah itu, aku juga gak tau apa yang sedang kalian lakukan di rumah itu.” “Jadi kamu gak percaya sama aku?” “Bukan begitu, hanya saja aku ....” “Terserah kamu lah, Nich.” Siren lalu mengakhiri panggilan itu, lalu menggenggam erat ponsel yang ada di tangannya. “Aku disini sedang berjuang buat hubungan kita, Nich. Aku bahkan sudah memberikan semuanya ke kamu, tapi ini yang aku dapatkan! Kamu malah menaruh curiga sama aku!” Disaat Siren tengah dilanda emosi, kini Geo sudah sampai di rumah sahabatnya—Hito. Sahabat yang selalu ada di saat dirinya butuh tempat untuk mencurahkan semua keluh kesahnya. “Tumben lo kesini.” Hito mendudukkan tubuhnya di samping Geo. “Gue lagi malas di rumah.” Geo menyandarkan tubuhnya ke sandaran sofa. “Ada istri lo?” “Hem.” “Lah, itu rumah kan emang milik istri lo. Jadi wajar dong kalau ada istri lo di rumah itu.” “Gue tau. Tapi gue masih sakit hati atas perlakukan Siren ke gue selama ini. Lo tau gak?” “Enggak.” “Ck, dengerin gue ngomong dulu dodol!” Geo menoyor kening Hito. “Siren buat perjanjian baru lagi. Dia minta gue untuk bersikap baik sama dia saat di depan bokapnya, seolah-olah hubungan gue sama dia baik-baik saja selama ini.” “Terus lo setuju gitu aja?” tanya Hito sambil mengernyitkan dahinya. “Hem. Gue juga gak punya pilihan lain. Gue juga gak mau membuat kedua orang tua gue kecewa saat mereka tau pernikahan gue dan Siren hancur. Padahal lo tau kan, gue belum lama nikahnya. Masa iya gue sama Siren harus cerai gitu aja.” “Kalau lo emang gak cinta, kenapa gak cerai aja? lo takut bokap Siren nyabut semua bantuan ke bokap lo?” Geo menganggukkan kepalanya, karena memang hanya karena itu dirinya mau menikah dengan Siren dan mencoba untuk bertahan dengan segala tingkah Siren yang sama sekali tak menghargainya sebagai seorang suami. “Eo, sebenarnya hari ini gue ada janji sama temen di club. Lo mau ikut gue gak? Lumayan buat nyegerin pikiran lo yang kusut itu.” “Boleh juga ide lo. Gue juga lagi butuh minum malam ini.” “Ok, kita berangkat sekarang aja, mereka pasti sekarang sudah sampai di club.” “Hem.” Hito dan Geo akhirnya beranjak dari duduknya dan melangkah keluar dari rumah minimalis itu. “To, gimana hubungan lo sama Hanin?” Hito membulatkan kedua matanya, dirinya tak menyangka Geo tau hubungannya dengan Hanin selama ini. Padahal selama ini dirinya tak pernah memberitahu Geo maupun memperkenalkan Hanin sebagai kekasihnya kepada Geo. “Gue tau kalau selama ini lo ajak Hanin ke rumah lo. Gue juga tau apa yang sudah lo lakuin ke Hanin selama ini,” lanjut Geo dengan masih menatap ke depan. Menatap jalanan yang malam ini cukup ramai. “Gue gak serius sama Hanin. Hubungan kita hanya hubungan saling membutuhkan satu sama lain. Dia butuh gue, gue butuh dia. Itu aja.” “Yakin lo gak cinta sama Hanin?” “Hem. Lo tau siapa yang gue cintai.” “Tapi lo gak bisa dapetin dia.” “Gak untuk saat ini. Tapi kita gak akan tau masa depan bukan? Sama seperti lo. Mungkin sekarang Siren nolak lo, tapi siapa tau di masa depan dia bucin abis sama lo.” Geo tertawa. “Emangnya lo tau masa depan? Udah kayak cenayang aja lo. Tapi, kalau suatu saat nanti Siren mau terima gue sebagai suaminya sepenuhnya, mungkin saat itu gue udah gak butuh dia lagi.” Geo menatap Hito sekilas, lalu kembali fokus menatap ke depan. “Lo mau kerja sama gue gak?” “Di kantor bokap lo?” “Bukan. Gue rencana mau buat perusahaan sendiri. Gue mau mulai dari nol. Gue juga gak mau selamanya bergantung sama bokapnya Siren.” “Boleh. Kebetulan gue butuh kerjaan.” “Bukannya lo udah kerja?” “Gue baru kena PHK. Perusahaan tempat gue kerja bangkrut.” “Ok. Nanti kita bicarakan lagi.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD