"Apa kamu lagi ada masalah sama ... Rezky?" tanya Trias ragu.
Violet hanya diam mendengarkan pertanyaan dari Trias. Bagaimana cara yang pas untuk memberitahukan jika sebenarnya dalam hubungan mereka sudah tidak ada lagi masalah, dan juga bukankah semua ini sudah berakhir?
"Aku sama Rezky udah ... gak ada hubungan apa pun lagi sekarang," lirih Violet dengan kepala yang tertunduk.
Mentari dan Trias terkejut. Mereka merasa ini hanya omong kosong, dan rasanya sangat tidak mungkin sekali.
Mentari berjalan cepat menuju Violet yang masih terdia di tempat. "Sekarang kita gak jadi pergi ke kota," putus Mentari.
Trias membelalakkan matanya. "Kok bisa gitu? Bukannya ini udah kita rencanain dari awal buat berangkat ke sana?" tanya Trias tidak mengerti.
Violet menoleh ke arah Mentari. "Ngapain kamu batalin sih?"
Mentari menghela napasnya. Ia menengok ke arah Violet dan Trias silih berganti, rencana yang dibatalkan karena lebih memilih untuk mendengarkan cerita sahabatnya yang terdengar sangat menarik.
"Kita ke restoran terdekat sekarang! Kalian berdua tinggal ikutin aku aja," ucap Mentari mantap.
Mentari kemudian melangkah menuju motornya, dan mulai menyalakan mesin. Violet dan Trias mengikuti apa yang dilakukan olehnya, dan mereka semua mulai menuju ke suatu tempat yang sudah direncanakan olehnya.
Salah satu restoran yang berada tidak jauh dari rumah Violet, kini menjadi pilihannya. Tepat di depan jalan, dan dengan konsep modern yang diusungnya.
Mereka bertiga kini sudah duduk di salah satu meja yang berada di bagian ujung restoran tersebut.
Violet sendiri duduk di salah satu bangku yang menghadap langsung ke arah spot foto menarik, dan melihat banyak sekali para pengunjung yang mengambil gambarnya dengan background aesthetic.
Mentari menatap Violet yang terlihat tengah melamun, dan ia menyenggol lengan sahabatnya tersebut.
"Maksud ucapan kamu tadi apaan, Vi?" tanya Mentari ingin tahu.
Violet menggeleng tanda tidak mengerti sama sekali. "Aku dari tadi diem dan gak ngomong apa pun," kata Violet tenang.
Trias menepuk keningnya sendiri. Apa yang dikatakan oleh Violet tadi memang benar, Mentari salah memberikan pertanyaan yang justru di hadapannya kini terlihat sangat bodoh.
"Maksudnya si Mentari itu gini, Vi. Kamu tadi pas di rumah kan sempet bilang kalau udah gak. Ada hubungan apa pun sama Rezky, bagaimana bisa terjadi itu?" jelas Trias panjang lebar.
Violet terkekeh pelan, dan mengangguk. "Rezky ... bentar lagi mau nikah sama perempuan lain," ucap Violet dengan senyum yang mengembang sempurna.
Trias dan Mentari hanya menampilkan raut datar. Bukankah ini yang sedari dulu harus diwaspadai oleh sahabatnya tersebut, karena memang ia sudah mencurigainya beberapa bulan terakhir ini.
"Terus kamu sekarang gimana?" tanya Trias. Maksudnya adalah sedih atau tidak saat mendapatkan kabar tersebut, dan biasanya orang-orang yang telah gagal dalam masalah percintaan akan merasakan sedih yang berkepanjangan.
"Kamu ... dapet kabar itu dari mana Vi?" tanya Mentari.
Violet menarik napas perlahan. Ditatapnya intens kedua sahabatnya tersebut, dengan bibirnya yang melengkungkan senyuman tipis.
"Aku waktu kemarin sore janjian sama Rezky ke resto tempat kesukaan kami, dan di sana ... dia membawa perempuan." Violet membayangkan dirinya masih ada di sana, dan ekspresi bingung yang tertampil pada wajahnya.
Trias menutup mulutnya karena terkejut dengan apa yang diucapkan oleh Violet itu. "Apa? Perempuan lain? Dan itu serius di depan kamu, Vi?" tanya Trias terkejut.
Violet mengangguk mantap. "Yups, aku sebegitunya percaya sama Rezky kemarin hari, dan yang aku dapet, ya ... begitulah."
Mentari menepuk pundak dari Violet. Ia tahu dengan baik bagaimana rasa sakitnya ketika dikianati oleh pasangan seperti ini, apalagi ketika sudah berada di jenjang yang lebih serius lagi.
"Sabar Vi! Aku tau banget rasanya kok jadi kamu seperti apa," ucap Mentari iba.
Violet mengernyitkan keningnya, dan kemudian terkekeh pelan. "Sabar? Buat apa?" tanya Violet merasa heran.
"Kamu malah pake nanya segala sih? Jelas untuk hati kamu yang patah kali," sergah Trias dengan cepat.
"Hati aku gak patah, meskipun rasa kecewa mungkin masih ada," ungkap Violet jujur.
"Apa kamu gak sedih, Vi? Aku dari tadi liat wajah lo fresh gitu," kata Mentari dengan mata yang meneliti wajah dari Violet.
Pelayan restoran itu kemudian datang dan mendekati meja yang saat ini tengah ditempati oleh Violet dan juga kedua sahabatnya tersebut. Tangan yang membawakan menu makanan dan juga disodorkan begitu saja di hadapan pengunjungnya.
"Silahkan mau pesan apa, Mba?" tanya pelayan tersebut pada Violet.
Violet menatap kedua sahabatnya tersebut, dan kemudian tersenyum pada pelayan tersebut. "Kita pilih-pilih dulu ya, Mas. Nanti kalau sudah selesai akan dipanggil lagi," ucap Violet dengan senyum tipis.
Pelayan tersebut membungkuk, tanda sopan. "Baik, Mba!"
Seperginya pelayan tersebut, Violet kini menatap kedua sahabatnya itu untuk menanyakan menu kali ini apa.
"Kita mau makan apa nih kali ini?" tanya Violet menatap kedua sahabatnya tersebut.
Mentari menatap sekeliling dan melihat semakin banyak sekali orang yang mulai masuk ke dalam restoran ini. "Aku mungkin pengen pesen minuman aja kali ya, udah makan juga soalnya."
"Iya, aku pun minuman aja deh Vi," ucap Trias menambahi.
Violet mengangguk mantap. "Okey, kalian berdua minuman, dan aku sama makanan deh, laper."
Violet kemudian mulai memanggil pelayan tadi untuk mencatat semua pesanannya itu. Setelah selesai dan mereka menunggu semuanya siap terhidang di meja, kembali membuka percakapan yang tadi belum selesai untuk dibahas.
Trias menatap ke arah Violet sangat intens. "Aku waktu putus sama mantan, itu nangis kejer. Kok kamu bisa biasa aja gini sih, Vi? Bagaimana ini bisa?"
"Bener tuh, Trias! Aku juga waktu dulu sampe frustasi, dimulai dari nangis, teriak, marah, dan lainnya."
"Liat Vivi yang masih bisa senyum gini, aku mulai meragukan cintanya deh," duga Mentari ngawur.
Violet sebenarnya sudah menebak jika hal ini akan dilontarkan oleh kedua sahabatnya tersebut. Mau bagaimanapun ia juga tau dengan sangat baik hari-hari itu, dan apa reaksi mereka berdua setelah putus, itu sangat jauh berbanding terbalik dengannya.
"Simplenya aku gini, 'untuk apa menangis, lagi pula tidak bisa mengembalikkan hubungan kita berdua.' So, seperti buang-buang waktu bukan?" Violet terkekeh pelan.
"Tapi gak semua orang bisa melakukan itu," ucap Trias heran.
"Iya, memang benar. Tidak semua orang yang bisa melakukan ini, dan intinya ... ketika cinta mulai hadir, kalian harus siap dengan konsekuensi yang ada di depan nanti."
Trias mengangguk, dan membenarkan apa yang diucapkan oleh Violet. Tatapan matanya mendadak teralih begitu saja pada pintu masuk restoran tersebut, dan melihat seseorang di sana. "Vi, Vivi ... coba kamu tengok ke belakang deh," titah Trias ragu.