Tidak Ada Yang Sempurna

1299 Words
  بـــــــسم اللّـــــــه الرّحمن الرّحيـــــــم ⚠Ambil baiknya, buang buruknya⚠ ⚠Jangan ngejudge suatu cerita sebelum kamu mebacanya sampai tamat⚠ Selamat Membaca Rania mundur beberapa langkah. Tatapan Raka begitu menusuk sehingga membuat ia merasakan ketakutan yang luar biasa. Rania tidak menyangka bawa Raka akan senekat ini. Laki-laki itu tidak terima bahwa Rania menerima lamaran laki-laki lain. Raka harus mengambil kembali apa yang seharusnya menjadi miliknya. Ditatapnya wajah Rania yang cantik, paras yang selalu membuatnya tergoda. "Kenapa kamu khianatin aku, Rania. Bukannya kamu udah janji bakal nunggu hijrah aku sempurna? Kenapa kamu malah menikah dengam laki-laki itu!" Air mata Rania sudah jatuh bertetesan, ia hanya berdoa agar Yusuf segera datang menolongnya. Sekarang Rania bisa melihat bagaimana nafsu b***t yang terpancar dari wajah Raka. Raka mencengkram pipi Rania kuat. Perempuan itu harus menerima balasannya. Raka tahu ini perbuatan yang salah, tapi dengan aksinya untuk menodai Rania sudah pasti membuat Yusuf akan meninggalkannya. "Lepasin aku, Raka. Kamu harus bisa terima ini semua Raka. Kamu nggak bisa paksa aku buat jadi istri kamu!" Rania merasa sangat jijik saat disentuh seperti itu. Apalagi saat Raka mulai memajukan wajahnya, sangat dekat. Raka tersenyum remeh. Dia suka adegan seperti ini, ditekannya dagu Rania hingga ia bisa mencicipi bibir tipis Rania, sesuatu yang salama ini tidak pernah dia dapatkan. Rania berusaha meronta, namun usahanya sia-sia. Tenaga Raka jauh lebih besar dari tenanganya. "Kurang ajar!" Seseorang sudah barhasil menarik kerah baju Raka. Dengan luapan emosi yang teramat, Yusuf memukul Raka berkali-kali. "b******n!" jika Yusuf tidak bisa mengontrol emosinya, mungkin saja saat ini ia akan memghabisi nyawa Raka detik itu juga. "Apa kamu kamu lakukan dengan istri saya!" Raka malah tertawa remeh. "Kenapa? Dia itu mantan pacar gue! Lo nggak tau apa-apa, gue udah pernah lakuin lebih dari ini!" Rania melotot mendengar pernyataan Raka. Ia berani bersumpah tidak pernah melakukan hal b***t apa pun yang membuatnya harus menanggung dosa. "Enggak, itu semua nggak benar!" Yusuf memandang Rania sejenak. Hatinya sakit saat perempuan yang ia cintai mengalami hal buruk seperti ini. "Saya tidak perlu meladeni anak seperti kamu. Saya rasa kamu perlu berurusan dengan pihak yang berwajib, kerena sudah berniat melakukan pelecehan pada istri saya. Tunggu saja, kurang dalam waktu 12 jam, kamu akan mendekam di penjara." Yusuf menghampiri Rania, membawa perempuan itu kedalam pelukannya. "Aa, maafin aku, Aa ... Maafin aku..." Rania terisak pilu. Kejadian ini membuatnya begitu malu. "Ini bukan salah kamu, sayang." Raka berdecak. Sial! Kenapa semuanya tidak sesuai dengan harapannya? Karena kejadian buruk yang Rania alami, Yusuf memutuskan untuk membawa Rania pulang. Sebisa mungkin ia berusaha untuk menenangkan Rania. Sepanjang perjalanan Rania hanya bisa menangis, ia sangat merasa terhina setelah mendapatkan sentuhan haram seperti tadi. Jika Rania bisa memotong bibirnya sampai habis, ia akan melakukan hal itu dengan senang hati. Berkali-kali Rania mengusap bibirnya kasar, hingga menimbulkan bekas merah dan luka. "Rania, apa yang kamu lakukan?!" Yusuf menarik tangan Rania dengan telak. Rania sudah menyiksa dirinya sendiri. "Lepasin, Aa. Aku mau bersihin bibir aku yang kotor! Kalau perlu aku bakal lenyapin bibir ini!" "Astagfirullah...." Yusuf memandang Rania dengan sendu, kemudian membawa istrinya itu ke dalam pelukan. "Tenanglah sayang, istighfar. Jangan menyakiti diri kamu seperti ini." Sebenarnya Yusuf marah, ia tidak terima ada laki-laki yang nyaris medoai istrinya. Jika ia tidak datang tepat waktu, Yusuf akan merasa sangat menyesal. "Aku bodoh, Aa ... Aku bodoh! Aku nggak bisa jaga diri aku sendiri, aku emang nggak pantas buat A Yusuf. Aku udah biarin orang lain nikmatin apa yang Aa miliki." Rania hampir frustrasi, malu dan sakit hati. "Berhati menyalahkan diri kamu, Rania. Aku tau kamu udah berusaha menjaga diri kamu. Tapi lawan kamu nggak sebanding, sehingga hal itu bisa terjadi." "Maafin aku, Aa ... Maafin aku...." Rania menegan d**a Yusuf, kemudian mencengkrang kuat kemeja yang Yusuf kenakkan. "Kamu tidak perlu minta maaf, Rania. Ini bukan salah kamu. Aku janji akan bikin perhitungan sama laki-laki itu. Aku akan membuat dia jera karena sudah berani melakukan perbuatan hina itu sama kamu." Rania hanya diam, namun Yusuf masih bisa mendengar isakan Rania. "Aku punya satu cara supaya kamu terlindungi, nggak bakal ada lagi kejadian seperti ini yang menimpa kamu." "Apa?" "Kamu mau pakai niqab? Selain melindungi wajah kamu dari sinar mata hari, kain itu juga akan menutupi kecantikan kamu. Satu hal yang tidak lagi bisa dinikmati laki-laki mana pun selain aku. Tidak ada lagi yang akan tergiur melihat kecantikan kamu saat kain itu menutupi wajah kamu. Hal itu seratus persen membuat kamu terjaga." "Apa aku pantes pake kain suci itu, Aa?" "Kenapa enggak? Setiap wanita muslimah berhak memakainya. Tidak ada larangan." "Iya, Aa ... Aku mau." Yusuf tersenyum. "Yaudah, sekarang kamu istirahat, ya." Yusuf berjongkok di depan Rania, membuka sepatu yang dikenakan sang istri. Rania hanya memganggukkan kepala, kemudian berbaring di atas ranjang. Asri baru saja keluar dari gedung kantornya, Asri harus menuntaskan segalanya, termasuk penyelesaian kontrak dengan perusahaan tempat dia bekerja. Saat tiba di parkiran, seseorang sudah berdiri tepat di depan mobil Asri. Kening Asri mengerut. Untuk apa dia di sini? "Ilyas?" Ilyas hanya tersenyum. Asri tampak cantik dengan kerudungnya. "Asri, boleh aku bicara?" "Bicara apa?" Ilyas menarik napas sejenak. "Asri, aku minta maaf atas semua luka yang sudah aku berikan padamu. Aku mengerti, ucapan maaf ini tidak akan bisa mengobati lukamu selama belasan tahu. Aku sadar akan hal itu." Asri hanya diam, tidak mengerti apa tujuan Ilyas bicara seperti itu. "Mungkin kamu sempat mendoakan aku agar hidupku tidak bahagia. Ya, itu semua terjadi, Asri. Selama ini aku tidak merasakan kebahagiaan saat aku bersamamu." Asri tergelak remeh, bulshit! "Sarah tidak sebaik kamu, Sarah lebih berkuasa dibandingkan aku. Kodratku sebagai kepala keluarga seolah dirampas oleh Sarah." Ilyas menjeda ucapannya sejenak. "Aku tau keinginan aku ini konyol, tapi apa salahnya aku mencoba? Apa kamu masih mau menerima aku kembali? Kita berkempul bersama Rania, satu-satunya anak yang kita punya." Asri tersentak kaget, maksudnya laki-laki itu mengajaknya rujuk? Tidak akan pernah! "Kembali?" Asri menggelengkan kepalanya. "Aku sudah terbiasa sendiri, Ilyas. Meski kamu tidak menceraikan aku secara resmi, tetap saja menurut agama aku bukan lagi istrimu. Kamu sudah terlalu lama meninggalkan kewajiban kamu. Kamu acuh terhadap perkembangan anak-anak kamu. Baiklah, kalau kamu tidak menginginkan aku saat itu, setidaknya kamu menemui Radit dan Rania, kamu pantau perkembangan mereka. Kamu didik mereka. Tapi pada kenyataannya kamu melepaskan semua tanggung jawab kamu. Sehingga Radit kehilangan arah untuk membawanya kejalan yang lebih baik." Asri maju beberapa langkah, tatapan wajahnya datar namun matanya memancarkan kesedihan mendalam. "Jadi maaf, Ilyas. Aku tidak mungkin menerima kamu kembali. Kamu sudah memilih perempuan lain yang jauh lebih sempurna dari aku." Ilyas menundukkan kepalanya, penolakan Asri lumayan menyakitkan. Ilyas menyesal, sangat menyesal. Rupa tidak akan pernah menjamin kokohnya sebuah iktan pernikahan. Sarah yang dulu selalu Ilyas puja ternyata tidak bisa seperti Asri. Asri memang manja, tapi dia tidak seperti Sarah yang tidak punya etika. Dulu Ilyas memang sangat muak dengan sikap Asri yang manja. Sekarang ia malah merindukan. "Kamu menolakku, Asri?" "Kamu pasti tau jawabannya. Lagipula jika kamu kembali artinya kamu akan meninggalkan istri kamu, kamu akan mengulangi kesalahan yang sama." "Dia tida bisa memberiku anak, Asri. Untuk apa aku bertahan?" "Kamu jangan pernah meninggalkan orang karena dia memiliki kekurangan, Ilyas. Kamu yang sudah memilih dia, jadi semua kekurangannya harus kamu lengkapi dengan kelebihan kamu." Ilyas bungkam. "Kamu punya anak perempuan. Bagaimana kalau suatu saat nantu Rania ditinggalkan karena dia memiliki kekurangan, apa kamu akan terima?" "Itu tidak mungkin, Asri. Sebab suami Rania adalah laki-laki yang baik." "Ya, dia beruntung. Setidaknya aku tidak perlu khawatir dia akan mengalami hal yang sama sepertiku." "Maafkan aku, Asri." "Sudalah, Ilyas. Kita harus bisa melupakan semuanya. Kamu harus bisa melanjutkan hidup kamu dengan pilihan kamu. Buang jauh-jauh keinginan kamu yang tadi." Asri melangkah, masuk ke dalam mobil begitu saja. Ilyas mengerti, Asri tidak seperti dulu lagi. Dia sangat berbeda. Pendiriannya amat kokoh, sepertinya Ilyas tidak punya harapan lagi untuk bersatu dengannya. Bersambung Jazakillahu khairan khatsiiran ... Raka bagusnya diapain, ya?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD