2. Introduction

1783 Words
Aurora Lunetta, seorang wanita berusia dua puluh tujuh tahun yang kini bekerja di perusahaan novel di Indonesia. Tak seperti kebanyakan platform novel lainnya, di novel Starreads para penulis mempunyai kubikel sendiri, dan tentunya tak terikat jam kerja. Mereka bebas mau menulis di kantor atau dirumah, yang penting setiap hari ada cerita yang diupdate, itulah yang membuar Starreads kian digemari banyak pembaca. Tak hanya di Indonesia, karena perusahaan yang berbasis dari Amerika itu justru mempunyai banyak cabang hampir di seluruh negara, seperti Indonesia, Malaysia, Singapore, Vietnam, Thailand dan tak ketinggalan Korea Selatan juga negara besar lainnya. Wanita bertubuh langsing dan berambut panjang itu memang penampilan kesehariannya sangat santai, seperti di siang ini dia hanya mengenakan celana panjang bahan dan kaos kebesaran. Bantal leher yang membantu mengurangi pegalnya, juga kacamata anti radiasi yang selalu dia pakai ketika sedang mengetik. Gedung tempat Starreads Indonesia bernaung cukup besar, karena gabung dengan perusahaan lainnya. Dan kantor Starreads sendiri berada di lantai 10, di gedung bernama Central Tower. Warna kulit Aurora putih namun tampak pucat karena jarang terkena sinar matahari, maklum dia kost dekat dari gedung Central Tower, sebagai wanita sebatang kara, dia kerapkali menjalani kehidupannya yang bebas, bukan bebas bergaul atau sampai melakukan hal-hal terlarang. Namun bebas disini adalah dia bebas mau bangun jam berapa pun? Makan kapanpun? Mandi atau tidak? Semua dijalani sendiri. Orang tuanya telah lama meninggal dan dia hanya anak tunggal yang sejak lulus SMA langsung mencari kerja dan merantau ke ibu kota. Belakangan ini pemasukan Aurora cukup besar, novel yang dia buat meledak di pasaran, bahkan sudah ada yang dibuat versi cetak, padahal sebelumnya hanya berada di aplikasi yang bisa dibaca melalui ponsel atau web. “Coffe time!!” ujar Aresta tepat di telinga Aurora, membuat wanita yang sedang melamun itu cemberut. “Males ah, minta office boy aja beliin, kita santai di balkon,” ucap Aurora sambil mengedipkan matanya. Sama seperti Aurora, Aresta pun bertubuh langsing namun kulitnya agak sedikit lebih gelap dan rambutnya yang dipotong pendek. Aresta menyetujui ide Aurora, dia pun menarik kursi untuk duduk di samping Aurora, sambil mengirim pesan pada office boy kantor, dia pun memperhatikan kubikel Aurora, yang sudah dipenuhi foto-foto idolanya yang bahkan sampai kini tak Ariesta hapal. “Yang ini siapa namanya?” tunjuk Aresta membuat Aurora menggeram karena dia selalu menyebutkan nama mereka namun Aresta tak pernah mengingatnya. “Shane,” jawab Aurora. “Yang paling kamu suka?” tanya Aresta. Aurora pun menggeleng, dan menunjuk satu foto pria tanpa memakai baju dan hanya mengenakan celana panjang saja, posenya sangat seksi dan tampak kulitnya berkilat karena keringat. Tubuhnya sangat bagus layaknya pahatan mahakarya yang sangat sempurna. “Namanya Yohan, dia pemimpin Sunshine, kalau yang ini Mark, paling cerewet, ini Adam paling muda, ini Chann yang paling pandai menari, dan terakhir Austin, suaranya paling bagus.” Aurora menunjuk ke enam anggota idol group itu dengan mata berbinar. “Ah aku cuma tahu Song Jong Ki sama Song Hye Kyo doang,” ucap Aresta membuat Aurora terkekeh. “Mereka kan artis drama, kalau ini idol group, beda lah,” tutur Aurora. “Mereka nggak main drama? Kok namanya kayak kebarat-baratan gitu ya?” “Shane yang sering main drama, iya memang mereka pakai nama Inggris agar lebih mendunia dan bisa Go Internasional atau bisa dibilang nama keberuntungan,” jawab Aurora, dibanding ke lima temannya memang Shane yang visualnya paling tampan, dia juga paling bisa berakting meski semuanya pun pandai akting dan juga tak kalah tampan. Namun sepertinya setiap anggota mempunyai konsentrasi pada bidang berbeda. Seperti Shane yang selain idol juga merupakan aktor drama atau film, Yohan yang sering menjadi pembawa acara, Mark yang merupakan pengisi reality show, ketiga lainnya masih sering mondar mandir di acara dan belum mempunyai acara tetap. Seorang office boy membawakan mereka berdua kopi, yang diterima Aresta dengan sangat senang, Es kopi di sore hari membuat idenya akan kian lancar, namun sebelum menulis ceritanya, dia merasa perlu beristirahat. Dia pun mengajak Aurora ke balkon. Balkon lantai sepuluh merupakan tempat terbuka yang sangat seru, ada kursi-kursi taman dengan pemandangan yang terhampar luas, pagar pembatas setinggi satu setengah meter terbuat dari kaca membuat mereka bisa memandang ke bawah gedung dengan leluasa. Rumput sintetis yang bisa diduduki seolah berada di tanah lapang, juga tumbuhan dalam pot yang terawat. Saat mereka berdua tengah berbincang, datanglah wanita yang merupakan editor mereka berdua, berdiri sambil bersandar di dinding, wajahnya tampak berseri-seri padahal biasanya dia yang paling stres menghadapi penulis dengan segudang masalahnya. “Double A, besok ada pertemuan penting, datang pagi yaa jam delapan akan ada informasi yang amat sangat penting dari CEO kita di Indonesia,” ucap Risma, sang editor. Yang memang terbiasa memanggil kedua orang itu Double A karena inisial mereka berdua sama dimulai dengan huruf A. “Wah pengumuman kontes ya?” tanya Aurora. “Atau naik gaji?” seloroh Aresta membuat Risma mencibir. “Yah datang aja kalau mau tahu, oke. Bye,” ujar Risma membuat Aurora dan Aresta menggeleng, geli seperti apa dia datang tak dijemput, pulang tak diantar! “Mau buat cerita baru lagi?” tanya Aresta. Aurora pun mengangguk. “Yang aku lagi garap mau tamat, jadi harus sudah ada cerita baru lagi dong,” jawab Aurora sambil menggerakkan lehernya yang sedikit pegal. “Idenya segudang! Bagi-bagi dong,” tutur Aresta. “Halah cerita kamu juga jauh lebih banyak dari aku,” sungut Aurora. “Tapi nggak ada yang se-trending cerita-cerita kamu,” rutuk Aresta. “Belum saja, nanti juga trending, semangat semangat!” ujar Aurora sambil tersenyum lebar lalu menyesap es kopinya. Rasanya tak sabar menunggu hari esok, jika Risma sudah tersenyum seperti itu pasti ada sebuah kabar baik, karena biasanya dia selalu cemberut terlebih saat menuju deadline. *** Di pagi hari yang cerah ini, para penulis Starreads berkumpul di ruang pertemuan, ruang tersebut sudah dipenuhi oleh para hadirin, tak hanya penulis namun juga terdiri dari karyawan kantor bagian keuangan, promotion, marketing dan lain sebagainya. CEO muda mereka masuk, lelaki berwajah oriental dengan kacamata tipis membingkai wajahnya pun duduk di kursi utama. “Selamat pagi,” sapanya yang dijawab serempak oleh seluruh hadirin termasuk Aurora yang pagi ini memakai baju rapih padahal biasanya memakai baju asal-asalan. Maklum acara penting seperti ini biasanya dihadiri banyak orang, dia pun masih ada rasa malu untuk pencitraan dirinya. “Hari ini saya membawa kabar bahagia, untuk pertama kalinya, karya dari salah satu penulis kita di Indonesia, akan mendapatkan kontrak untuk dibuat drama, dan kalian tahu dimana drama itu dibuat?” tanya sang CEO membuat para hadirin bertanya-tanya. “Ya, di Korea Selatan,” ujarnya yang mendapat sambutan yang meriah, tepuk tangan dan riuh suara kegembiraan dari seluruh hadirin. Hingga sang CEO mengangkat tangan agar para peserta memberi waktu untuknya meneruskan pembicaraan. “Dan karya yang terpilih, berjudul Emergency Stairs by Aurora Lunetta, selamat!!” ujarnya setengah teriak, semuanya antusias bertepuk tangan kecuali Aurora yang membeku dengan mulut menganga. Tak percaya bahwa karyanya terpilih dan akan dibuatkan drama di negeri yang paling disukainya. “Ini mimpi kan?” tanya Aurora hingga Aresta mencubit pipinya sampai Aurora mengaduh. “Sakit? Berarti nyata,” kekehnya sambil memeluk Aurora. Ucapan selamat mengalir untuk Aurora. “Rencana syuting sebentar lagi dan kontrak akan diurus perusahaan ya Aurora, sekali lagi selamat dan sebaiknya kamu belajar bahasa Korea Selatan, barangkali nanti kamu mau lihat proses syutingnya, ada wanita bernama Hae So atau nama Indonesianya Shafa yang bekerja di ST Entertainment dan dia yang akan membantu semua prosesnya, jika kamu mau nanti bisa menghubungi dia,” ucap Sang CEO yang diangguki oleh Aurora. Dia sangat senang bahkan sampai ingin menangis, dia pikir kebahagiaan tak akan berpihak padanya lagi setelah dengan mendadak Tuhan mencabut nyawa kedua orang tuanya dalam waktu berdekatan. Namun kini dia bahkan menangis lagi untuk hal yang membahagiakan. Sayangnya di hari bahagia ini, tak ada keluarga yang bisa dibaginya, membuat senyumnya tak juga terbit dan justru menangis kian keras, beruntung ada Aresta sabahat yang seperti saudara baginya, meskipun baru tiga tahun berteman dekat. Setelah hari itu Aurora selalu dihubungi oleh Shafa yang memberi tahu tentang proses syuting, scene bahkan casting, ingin rasanya Aurora berada disana, namun ketidak mampuannya berbahasa Korea Selatan membuatnya takut jika dia hanya akan merepotkan disana. Diapun memutuskan mempelajari bahasa Korea Selatan agar jika suatu saat dia kesana, dia tak akan merepotkan Hae So. Satu hal yang paling membuat Aurora bahagia adalah, bahwa pemeran utama pria nya adalah salah satu aktor sekaligus idol yang disukainya, dialah Shane yang waktu itu sempat jadi perbincangan antara dirinya dan Aresta. Aurora yakin kisahnya akan semakin menarik karena yang memerankan sangat terkenal. Proses syuting berjalan dengan baik, dan Aurora selalu dapat menontonnya dari televisi besar di kantor yang disetel dan ditonton berama-ramai. Benar dugaan Aurora, Shane sangat pandai memerankan karakter di novel Aurora, film tersebut mempunyai rating terbaik dan yang membuat Aurora bangga, namanya juga di tulis saat credit title bersanding dengan nama sang sutradara. Selama syuting berlangsung, selama itu pula Aurora belajar bahasa Korea Selatan, kini setiap petang dia akan mendatangi tempat kursus dan karena kecerdasannya, dia mampu mencerna pelajaran itu dengan baik, terlebih dia sangat sering menonton drama Korea yang membuatnya tak asing dengan beberapa bahasa percakapan yang diajarkan guru kursusnya. Aurora pun sudah membeli mobil dan juga sebuah rumah cukup besar yang dia sewakan karena dia lebih suka kost dekat kantor, alasannya agar dia lebih mudah jika ada urusan dengan kantor Starreads. Dia pun hanya seorang diri, tak mau tinggal di rumah besar sendirian. Setelah tiga bulan belajar bahasa Korea, dia pun mulai lancar berbahasa negeri ginseng itu, bahkan dia sering menonton drama tanpa subtitle Indonesia sebagai latihan untuk memperbanyak kosa katanya. Hari ini, setelah cerita Emergency Stairs berakhir, para penulis dan karyawan kantor berkumpul lagi, Aurora diminta berdiri disamping CEO yang berpakaian sangat rapih. “Kamu sudah punya passport kan?” tanya sang CEO, Aurora mengangguk, dia memang sudah membuat passport bersama Aresta karena mereka berdua bercita-cita terbang ke Korea, uang yang didapat Aurora cukup banyak dan dia ingin mengajak Aresta, sang sahabat liburan. “Kamu akan memakainya pekan depan, karena kamu diundang ke ST Entertainment, cerita kedua kamu atau spin off dari Emergency Stairs juga di kontrak oleh ST Entertainment untuk dibuatkan drama, sekali lagi selamat yaa! Ini ada undangan, didalamnya ada voucher untuk menginap di hotel, penerbangan semua ditanggung pihak ST Entertainment, untuk dua orang,” ucap sang CEO yang lagi-lagi membuat Aurora menganga tak percaya, semua hadirin bertepuk tangan dan menyelamati Aurora. Sepulang kerja, Aurora dan Aresta langsung berkemas mereka membuat list apa yang perlu disiapkan dan lain sebagainya, mereka sangat bahagia karena perjalanan mereka berdua akan sangat seru. Aresta bersyukur karena Aurora tak pernah melupakannya sebagai sahabat dan mengajaknya serta. Dia berharap sampai kapanpun Aurora tak berubah tetap menyayanginya sebagai sahabat sekaligus saudara, karena dia pun menyayangi wanita itu dengan sangat tulus. ***      
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD