Pintu kamar mandi terbuka dan muncul lah Simon dengan handuk yang melilit setengah tubuhnya. Ia menarik garis lurus bibirnya ketika melihat Cindy yang tidur dengan damai di ranjang miliknya.
Simon menjauh dari sana lalu masuk ke dalam walk in closet-nya. Dan tak berapa lama ia keluar dari sana-melangkah menuju ranjang dan duduk di samping Cindy yang terlelap di sampingnya.
Simon menjangkau tab miliknya yang ada di atas meja nakas lalu mengotak-atik benda itu. Lama memandang layar tab, Simon pun mengalihkan pandangannya ke arah Cindy yang bergerak di sampingnya. Ia memperbaikki letak selimut gadis itu dan menatap lekat wajahnya yang terlelap.
Sebelah tangan Simon perlahan terangkat mengelus pipi Cindy dengan lembut. Cindy yang sebenarnya belum tidur dan hanya berpura-pura, berusaha untuk menahan dirinya agar tidak tersenyum.
Mimpi apa ia semalam!! Bisa-bisanya Simon mengelus pipinya seperti ini!!
Ini tidak bisa di tunda lagi, ia harus membuka matanya sekarang!
Perlahan Cindy membuka kedua matanya dan menatap wajah Simon yang sangat dekat dengannya. Simon tidak bisa menyembunyikan ekspresi keterkejutannya saat mata hazel milik Cindy terbuka, dengan cepat ia membuat jarak dengan gadis itu.
"Kau bangun?" tanya Simon sembari berdehem. Ia kembali memfokuskan perhatiannya ke arah tab yang ada di tangannya.
Cindy yang melihat tingkah Simon yang seperti pura-pura tidak terjadi apa apa, tersenyum puas di dalam hatinya. Ia mencoba untuk merubah posisinya menjadi duduk.
"Kau sedang apa, Pak?" tanya Cindy duduk di samping Simon dengan menyandarkan punggungya pada kepala ranjang.
"Sedang mengecek, email." jawab Simon datar dan tetap fokus pada tab nya.
Cindy mengangguk-angguk, "lalu tadi itu kau sedang apa, Pak? Kenapa wajahmu sangat dekat dengan wajahku?" Cindy kembali bertanya dan kini ia menatap wajah Simon yang tampak kaku dari samping.
Cindy, lagi-lagi tersenyum ah.. tidak malahan kini ia tertawa puas di dalam hati, entah kenapa ia sangat senang menggoda Simon.
Untuk beberapa saat Simon tidak mengacuhkan Cindy, ia tau gadis itu terus menatapnya sedari tadi.
Tatapan Cindy terus ter-arah kepada Simon. Matanya menyusuri semua yang ada di wajah Simon. Pria di depannya ini sungguh tampan dan membuat tangan Cindy gatal untuk menyentuhnya.
Tanpa sadar jari telunjuk Cindy menekan pipi Simon dan membuat pria itu terkejut dan langsung menoleh ke arah Cindy yang juga ikut terkejut dengan apa yang telah ia lakukan.
Cepat-cepat Cindy menarik tangannya, "m-maaf, Pak."
Simon hanya mengerjap, lalu ia menutup tabnya dan meletakkan benda itu ke meja. Kemudian ia turun dari ranjang.
Cindy yang melihat Simon turun dari ranjang dan keluar dari kamar itu, berusaha untuk mengejarnya.
"Pak." Cindy berhasil menggapai tangan Simon dan berdiri di depan pria itu. "Kau marah?.. aku minta maaf,"
Simon menurunkan pandangannya ke bawah-tepatnya ke tangan Cindy yang memegang tangannya. Lalu pandangannya kembali naik ke wajah gadis itu yang tampak sedih.
"Maaf, sudah membuatmu marah." ujar Cindy kembali.
Simon tidak membalas ucapan gadis itu, saat tangannya di tarik oleh Cindy untuk kembali masuk kedalam kamar, ia tetap diam hingga mereka sudah merebahkan tubuh dengan selimut yang sama di atas ranjang.
Cindy dan Simon sama-sama masih membuka matanya-menatap langit-langit kamar entah sudah berapa lama.
"Pak." Cindy memberanikan diri membuka suaranya.
"Mm.." saut Simon datar.
Mendengar suara Simon seperti itu, membuat Cindy langsung menoleh ke arah Simon.
"Kau masih marah?" ujar Cindy tentang kejadian beberapa menit yang lalu.
"Tidak."
"Lalu kenapa nada suaramu ketus kepadaku?"
"Bukankah nada suaraku memang seperti ini?"
Cindy menghela nafasnya. Ia tidak suka Simon yang saat ini. Lebih baik ia melihat Simon yang marah dari pada dingin dan ketus padanya.
Cindy memutar tubuhnya menghadap Simon yang terlentang. "Pak."
"Mm.."
"Aku ingin kau jawab pertanyaanku,"
"Tentang apa?" Simon masih dengan posisinya, namun walapun ia terlihat begitu cuek kepada Cindy, tapi sebenarnya ia sangat ingin menatap wajah gadis itu sekarang.
Ia tidak marah dengan hal yang di lakukan Cindy padanya tadi, masa iya hanya masalah sepele seperti itu ia langsung marah? Ia melakukan ini hanya ingin menyembunyikam rasa malunya. Ia malu ketika Cindy menunjuk pipinya seperti tadi. Wajahnya pasti tampak seperti orang bodoh, makanya ia keluar dari kamar ingin menghindari gadis itu.. tapi tanpa ia sangka Cindy malah mengejarnya dan membuatnya mengeluarkan alasan bodoh untuk tidur di kamar tamu.
Sial!
"Kenapa kau menciumku?"
Mendengar kalimat yang di ucapkan oleh Cindy, membuat Simon langsung memutar kepalanya menghadap Cindy yang kini tengah menatapnya dengan mengerjap-gerjapkan mata.
"Kenapa diam, Pak? Apa pertanyaanku terlalu sulit untuk di jawab?"
Simon tetap pada pendiriannya. Ia tak bersuara hingga Cindy kembali membuka suaranya dan membuat Simon cukup terkejut mendengar pengakuan dari gadis itu.
"Kau ciuman pertamaku, Pak. Aku tidak pernah melakukannya dengan pria mana pun. Dan hari ini kau sudah menciumku dua kali. Aku pikir, jika aku diam maka kau akan membahas kenapa kau menciumku tapi.. ketika kau melakukan untuk ke dua kalinya kau tetap tidak melakukan apa yang aku inginkan. Kenapa, Pak? Kenapa kau tidak pernah menyinggung itu? Apa aku hanya anak kecil di matamu?.. atau ada hal lain yang kau rasakan setelah menciumku?"
Dengan pertanyaan yang bertubi-tubi Cindy berikan kepada Simon tidak juga bisa membuat pria itu bersuara.
Cindy menghela nafas, ia bangkit dari posisinya. "Sepertinya aku terlalu mengganggumu hari ini. Maaf kalau aku banyak tingkah hari ini dan membuatmu kesal, Pak." setelah mengatakan itu Cindy hendak turun dari ranjang.
Simon yang masih diam di tempatnya, terus memikirkan semua apa yang di katakan Cindy. Ia tidak tau kenapa ia mencium Cindy. Yang jelas ia hanya ingin melakukan itu. Ia sebenarnya ingin menyinggung tentang ciuman itu ketika mengobati kaki Cindy, tapi entah kenapa ia mengurungkan niatnya itu ketika ia menatap wajah Cindy.
Ia takut, jika menyinggung tentang itu maka respon Cindy akan membuatnya marah. Emosi yang ia miliki kadang tidak terkontrol dan juga.. ia paling benci jika mendengar penolakkan dari seseorang.
Kedua kaki Cindy sudah menyentuh marmer kamar. Rasa dingin dari lantai itu menyentuh kulit kakinya. Sepertinya rencana yang ia inginkan untuk tidur sekamar dengan Simon tidak terwujud. Cindy menghela nafas, sulit sekali untuk membuat Simon agar merasa nyaman di dekatnya. Hal seperti ini saja ia tidak bisa lakukan, apa lagi untuk membuat pria itu menyukainya.
Menyebalkan!
Cindy mengumpat di dalam hati, perlahan ia bangun dari ranjang itu, namun sebelum berdiri sepenuhnya tangannya di tarik oleh Simon ke belakang dan.. pria itu kembali menciumnya. Tubuh Cindy kembali bertemu dengan ranjang.
Ia cukup terkejut dengan apa yang di lakukan Simon di tambah kini tubuh pria itu sudah ada di atasnya.
What?!!
^^^
Simon, tidak tau apa yang ia pikirkan sekarang. Ia hanya ingin Cindy di sini bersamanya malam ini. Ia tidak ingin gadis itu pergi dan keluar dari kamarnya.
Ia bangun dari ranjang- menarik tangan Cindy yang hendak berdiri lalu kembali melanjutkan aksinya seperti beberapa waktu yang lalu.
Ia terus menciumi bibir Cindy dan membawa tubuh gadis itu berbaring di bawahnya. Cindy tidak melakukan perlawanan yang berarti seperti saat ia mencium gadis itu untuk pertama kalinya. Ia membalas gerakkan bibir Simon seadanya. Gerakkan pria itu sungguh cepat dan membuat Cindy tak mampu melawannya.
Ciuman Simon turun ke leher Cindy. Ia menghisap leher gadis itu dengan kuat dan membuat Cindy mengeluarkam lenguhannya.
Cindy cukup terkejut ketika mendengar suara itu keluar dari bibirnya. Ciuman Simon kembali mendarat di bibir Cindy dan gadis itu langsung menyambutnya dengan senang hati.
Dengan keberanian yang ada, Cindy mengangkat tangannya ke kepala Simon. Tangannya mengusap kepala pria itu, merasakan betapa lebatnya rambut hitam yang di milikki oleh Simon. Lalu tangannya turun ke leher Simon, mengusapnya pelan dan membuat kulit Simon meremang. Tanpa sadar, Cindy telah melakukan hal yang salah. Ia telah membangunkan hasrat Simon untuk melakukan hal lebih padanya.
Perlahan Simon melepaskan bibirnya-menatap Cindy yang kini terengah-engah di bawahnya.
Dada gadis itu naik turun dengan bibir yang membengkak merah.
"Pak, k-kenapa?" ujar Cindy bingung karena Simon hanya menatapnya tanpa melakukan apa pun.
Simon yang mendengar suara Cindy, langsung membuka kaos yang ia kenakan di hadapan gadis itu-membuatnya membelalak kaget.
Baru kali ini ia melihat tubuh seorang laki-laki dan itu Simon!
Oh My God!!
Simon menurunkan kembali tubuhnya dan mengecup kecil leher Cindy.
"Pak,"
"Mm.."
"K-kau punya tato?"
Simon tidak menjawab, ia terus mengecup dan menghisap kecil leher Cindy.
"Kenapa bunga mawar?" tanya Cindy kembali. Tangannya dengan kuat mencengkram sprei, ia tidak sanggup jika menyentuh tubuh Simon.
"Memangnya kenapa? Apa ada masalah?" bisik Simon. Kini ciumannya beralih ke telinga Cindy.
Cindy menggeliat, sembari menutup mata ia terus mengeluarkan pertanyaan yang harus ia tanyakan kepada Simon.
"Tidak... hanya saja aku merasa familiar dengan bunga mawar,"
Mendengar ucapan Cindy membuat gerakkan Simon langsung berhenti. Nafasnya yang menderu menyapa telinga Cindy.
"Ada bayangan yang melintas di ingatanku.. tapi aku tidak tau itu apa?"
"Apa berbentuk?"
Cindy mengangguk, "iya.. tampak seperti.. wanita mungkin? Di tangannya juga sedang memegang bunga. Siapa dia? Kenapa aku tidak bisa melihat wajahnya?"
Dia kakakmu, Cindy
Simon kembali melanjutkan aksinya, "jangan terlalu di pikirkan, nanti kepalamu sakit." bisik Simon tepat ke telinga Cindy.
Gadis itu langsung membuka matanya, tangannya bergerak menyentuh sisi wajah Simon. "Pak." Ia membawa wajah Simon ke hadapannya. "Apa arti tato yang ada di d**a kananmu itu? Apa tato bunga itu ada hubungannya dengan kekasihmu?"
Simon mengangguk,
"Lalu sekarang dimana dia?"
"Dia sudah meninggal lima tahun yang lalu, akibat di bunuh."
Mata Cindy seketika melebar mendengar cerita Simon tentang kekasihnya. "M-maaf.. aku tidak bermaksud-"
"Tidak apa, cepat atau lambat kau harus mengetahuinya."
Cindy hanya mengernyitkan keningnya mendengar ucapan Simon. Sedangkah pria itu kembali melakukan aksinya.
Cindy menggeliat ketika Simon mengecup lehernya. dengan keberanian yang ada ia mengangkat tangannya memeluk punggung Simon.
Simon yang merasakan itu, beralih mencium bibir Cindy kembali, ia bergerak dengan cepat dan membuat Cindy kewalahan mengikutinya.
Tangan Simon bergerak masuk ke dalam kaos Cindy. Cindy yang merasakan tangan Simon yang mengusap perutnya lalu perlahan naik menuju dadanya- cepat-cepat menahan tangan pria itu.
Simon seketika melepaskan ciumannya dan mengangkat kepalanya-menatap Cindy.
Cindy menggelengkan kepala, "jangan.. bisakah hanya menciumku?" ujarnya dengan wajah yang tampak memohon.
Simon menundukkan kepala-melihat tangannya yang di tahan oleh Cindy. Dengan enggan ia mengeluarkan tangannya dari dalam kaos gadis itu lalu kembali menatap wajahnya. Padahal ia sangat ingin menyentuh Cindy.
"Bisakah.. tidak melakukannya lebih jauh?"
"Why? "
"Aku... belum siap."
Simon tersenyum miring mendengar ucapan Cindy. Bisa-bisanya ia merasa gemas mendengar ucapan gadis itu.
"Kau mengatakan itu seperti sudah-"
"Aku sudah mengerti, Pak. Aku bukan anak kecil lagi." ujar Cindy dengan wajah serius.
Sebelah tangannya terangkat mengusap d**a Simon-tepatnya ke gambar tato bunga yang ada di d**a Simon.
"Pak. Kau rela menggambar tubuhmu dengan apa yang di sukai kekasihmu. Kau rela menahan rasa sakit untuk mengingat kekasihmu.. kalau aku memintamu untuk membuat namaku di tubuhmu, apa kau mau melakukannya?" Cindy menatap tepat mata Simon yang tak berkedip.
Perlahan tangan Cindy turun dari d**a Simon.
"Aku tau, saat ini hati dan perasaanmu masih untuk wanita itu. Tapi.. kekasihmu itu sudah tidak ada di dunia ini, Pak. Aku harap.. kau bisa membuka hati dan perasaanmu untuk wanita lain."
Dan itu aku.. gumam Cindy dalam hati, perlahan ia mendorong tubuh Simon menjauh darinya. Ia merubah posisinya menjadi duduk. Simon yang bingung akan sikap Cindy hanya diam menatapnya yang merubah posisi menjadi duduk. Simon tidak mengerti jalan pikiran gadis di depannya ini. Bukankah tadi ia tampak menikmati kegiatan mereka? Bahkan Simon sempat mendengar saura lenguhan yang Cindy keluarkan dari bibirnya, dan sekarang ia tampak menolak dirinya.
Ini hal yang sangat Simon benci. Ia benci saat seseorang memancing hasratnya lalu setelah semua itu keluar ia pergi begitu saja tanpa merasa bersalah.
"Sepertinya aku harus ke kamarku sekarang, maaf telah mengganggumu, Pak."
Cindy berdiri, memperbaikki kaos yang ia kenakan lalu melangkah menuju pintu dengan pelan. Kakinya makin terasa sakit, membuatnya sedikit lambat dalam melangkah.
"Kau tidak ingin tidur di sini?" ucap Simon menatap punggung kecil milik Cindy.
Langkah Cindy langsung terhenti tepat saat ia sudah berdiri di depan pintu. Simon menunggu jawaban Cindy, tapi gadis itu hanya diam di ujung sana dan sepertinya tak berniat untuk menatapnya.
"Cindy-"
"Aku ingin kau melupakan wanita itu." Cindy memutar tubuhnya-menatap Simon yang saat ini juga sedang menatapnya. "Lupakan dia.. dan lihat lah aku sebagai seorang wanita."
Simon mengerjap mendengar ucapan Cindy. Apa yang di katakan gadis itu? Apa sekarang ia sedang menyatakan perasaannya kepada Simon?
Secepat itu?
"Aku ingin kau belajar menyukaiku... jangan lihat aku sebagai anak kecil, tapi lihat aku sebagai seorang wanita." Cindy melangkah ke arah Simon kembali dengan perlahan. Ia merangkak naik ke ranjang dan menatap wajah Simon, lalu berbisik tepat di depan wajah pria itu. "Aku tidak peduli jarak usia kita yang jauh... yang jelas saat ini aku ingin kau.. jadi milikku."
Tues, 22 June 2021
Follow Ig : vivi.lian23 disana ada spoiler2 cerita yang lagi on going :)