Page 5 - Meet

1273 Words
Zen menarik napas panjang dan mencoba menenangkan diri secepat mungkin sebelum menjawab pertanyaan Chairey. "Iya, ini bukan Rei. Dia ... dia sedang pergi ke kamar. Sedang ... sedang lelah katanya, dia tidak tidur-tidur dua hari selama, maksudku selama dua hari." Zen menepuk wajahnya sendiri keras-keras, bagaimana ia bisa setolol itu padahal hanya bicara lewat sambungan telepon makinya. Ada suara tawa yang terdengar dari balik sana, tidak terdengar seperti suara tawa mengejek, tidak juga seperti suara tawa yang merendahkan. Hanya suara tawa yang menyenangkan untuk didengar. "Sorry, aku tertawa. Habisnya lucu, apa sungguh tidak suka bicara dengan orang asing sampai salah bicara? Uhm, kalau begitu aku akan hubungi lagi nanti." Suara ramah yang terdengar begitu manis, sangat manis sampai-sampai membuat Zen tidak rela untuk mengakhiri pembicaraan mereka. "Tidak, aku hanya ... tidak terbiasa bicara dengan perempuan. Aku selalu gugup saat ... saat berbicara apa lagi bertemu perempuan, maaf jika aku membuatmu tidak nyaman. Rei sudah cerita padaku tadi, kau yang temukan ponselnya. Aku terima kasih, maksudku, aku berterima kasih." Zen mengembuskan napasnya, perlahan ia sandarkan tubuhnya di sofa besar yang ada di sana. Kepalanya ia biarkan mendongak dan matanya ia pejamkan, apa yang terjadi terjadilah pikirnya. "Bukan hal besar, karena ponselnya berbunyi di tengah perpustakaan dan aku tidak temukan penjaga, terpaksa ponselnya aku bawa keluar. Lalu Rei hubungi, dia minta aku bawa ponselnya saja. Omong-omong, kita belum kenalan, aku Chairey." Zen diam dan tidak segera menjawab, tujuannya mengangkat panggilan ini untuk memeriksa apakah Chairey adalah kelompok musuh atau bukan. Jadi, sudah seharusnya ia tidak merasa senang sekarang. Meski begitu, perasaan aneh yang tidak pernah Zen rasakan ini muncul tanpa bisa dikendalikan. "Aku Zen, semua orang memanggilku begitu. Namaku Arzen Junior, senang berkenalan denganmu Chairey, mungkin ... selain Rei, kau juga bisa ... berteman denganku," ajak Zen malu-malu. Kalau saja ada orang lain di samping Zen saat ini, mereka sudah bisa melihat betapa merah wajahnya. Zen menutupi wajah dengan sebelah tangannya, ia tidak tahu kenapa dan apa alasannya tetapi hatinya merasa dia juga harus kenal dengan Chairey. "Hai Zen, namamu bagus. Apa ada artinya? Junior itu nama keluargamu?" Zen tersenyum ketika mendengar namanya dipuji, kali pertama ia mendengar pujian menyangkut namanya. Pelan-pelan tanpa Zen sadar, ia sudah menyetujui ucapan Rei beberapa saat lalu. "Aku tidak tahu arti sesungguhnya, tetapi, yang aku ingat dulu ibu pernah bilang jika namaku diartikan sebagai bintang yang paling terang. Bisa juga dikatakan dewa bintang, mungkin ibu mengada-ada," jelas Zen dengan senyum pahitnya. Ia tidak begitu mengingat masa kecilnya, atau pastinya sebagian ingatan Zen seperti dihapus. Kilasan-kilasan masa kecil yang ia ingat hanya beberapa, selebihnya ingatan berlanjut ketika orang tuanya mengalami kecelakaan dan tewas. Sekarang giliran Chairey yang tidak segera menjawab, hening menyambut mereka hingga beberapa detik terlewat. "Chairey?" panggil Zen memastikan. "Sorry, aku kagum sekali tadi. Nama Zen bagus sekali, nama panjangnya juga bagus, lalu artinya. Aku benar-benar iri, aku selalu iri pada mereka yang punya nama dengan arti mengagumkan! Karena aku tidak tahu arti namaku apa, ibu angkat hanya bilang kalau namaku Chairey dan tidak boleh diganti." ‘Ibu angkat?’ "Maaf aku tanyakan ini padamu, kau boleh tidak menjawabnya jika merasa tidak nyaman. Apa orang tuamu sudah ... " tanya Zen tidak lengkap karena di seberang sana, Chairey segera mengiyakan pertanyaan Zen. "Benar, ibu dan ayah sudah meninggal. Setelahnya aku dititipkan di panti asuhan, karena panti asuhannya terbakar, kepala panti menitipkan aku dan isi anak-anak lainnya pada masing-masing kerabat juga kenalan yang ia punya. Kebetulan dan sebuah keberuntungan sekali aku dapat orang tua angkat yang benar-benar baik. Meski ... aku ditinggalkan lagi, tetapi tidak apa-apa, aku sudah dapat teman baru sekarang, jadi aku tidak akan kesepian. Terima kasih sudah mau jadi teman baruku Zen!" Zen terpaku mendengar kata demi kata yang Chairey ucapkan, semua rsa curiganya hilang, dirinya tidak ingin lagi menyelidiki tentang Chairey. Kalau nanti benar Chairey adalah musuh, maka Zen akan menerimanya, karena saat ini Zen benar-benar ingin berteman dengan perempuan yang ia ajak bicara sekarang. "Aku juga ... senang, Rei juga. Kami senang berteman denganmu, dan nantinya akan ada banyak orang lain di dalam sini yang akan senang berteman denganmu." "Benarkah? Sungguhan? Apa kalian bukan hanya tinggal berdua? Kalian tinggal beramai-ramai? Pasti menyenangkan sekali ya? Oh! Apa Zen masih sekolah? Zen sedang apa sekarang?" "Tidak, aku sudah lulus beberapa tahun lalu. Aku dan Rei satu sekolah, karenanya kami terlihat dekat. Dan juga, kami satu pekerjaan. Aku sedang ... tidak sedang apa-apa, aku baru menyelesaikan tugas dan memutuskan untuk sedikit bersantai." Zen tersenyum lagi, wajahnya sudah tidak tegang dan keringat tidak muncul kembali. Pria berusia sembilan belas tahun itu sudah terlihat benar-benar nyaman bicara dengan Chairey. Semakin lama keduanya bicara, semakin mereka menemukan persamaan. Chairey dan Zen sama-sama menyukai hujan, Zen paling suka aroma setelah hujan sementara Chairey suka untuk bermain di bawah hujan. Chairey dan Zen juga sama-sama suka membaca novel, misteri, petualangan, fantasi dan tidak begitu tertarik dengan cerita romansa. Sudah belasan mungkin puluhan judul novel yang mereka sebut untuk saling bertukar pikiran. Chairey dan Zen juga sama-sama tidak pandai bergaul, Chairey adalah teman wanita pertama Zen yang bicara sepanjang ini. Selebihnya hanya sekadar kenalan atau rekan kerja. Zen juga adalah teman pria pertama yang memiliki banyak kesukaan yang sama dengan Chairey, sementara Rei adalah teman pertama Chairey. Selebihnya, hanya tetangga yang saling sapa dan teman sekelas yang hanya bicarakan tugas. "Aku suka menembak, aku sering latihan di range, dan aku juga suka olahraga yang menghasilkan keringat dan punya tantangan seperti panjat tebing." "Menembak? Zen suka berburu? Berburu di hutan? Tidak takut?" "Tidak, aku tidak suka berburu. Aku tidak suka menyakiti hewan yang hidup damai di dalam hutan. Dan lagi, Chairey, berburu itu targetnya hewan, aku suka menembak yang targetnya adalah manusia," jelas Zen dengan wajah seriusnya, ia tidak mau jika Chairey menganggapnya orang kejam yang suka memburu hewan-hewan tidak berdosa. Di lain tempat, atau lebih tepatnya di lantai atas. Rei hanya menepuk kening ketika mendengar ucapan Zen. Rei berbohong saat bilang mengantuk dan ingin tidur, kenyataannya Rei hanya ingin Zen dan Chairey juga saling kenal. Rei tahu jika masih di sana, Zen tidak akan mau bicara dengan Chairey apa lagi untuk berkenalan. Ada satu hal yang Rei sembunyikan dari Zen, mungkin bukan satu, mungkin ada banyak hal yang ia sembunyikan dari sahabat baiknya itu. Termasuk tentang keinginan Rei ingin Zen berkenalan dengan Chairey. "Bagaimana dia bisa menjelaskan masalah menembak dan berburu pada gadis yang baru dikenal? Aku tidak tahu harus bilang apa lagi pada anak ini, tetapi setidaknya Zen sudah bertahan sejauh ini. Zen sudah berusaha sangat keras, aku benar-benar terharu," bisik Rei pada dirinya sendiri. Sejak tadi, Rei berada di balik pembatas lantai, bersembunyi sembari mendengarkan percakapan antara Zen dan Chairey. "Sedang apa kau di sana?" tanya seseorang dengan penampilan yang seperti baru bangun tidur. Kaus putih longgar menunjukkan bagian atas pundak dan celana pendek menutup lutut bercorak Hello Kitty menambah kesan berantakannya. Matanya menatap ke arah Rei dengan tatapan malas dan curiga, dengan garis hitam di bagian bawah mata menandakan jika orang di hadapan Rei sudah tidak tidur berhari-hari. "Ah, tidak ada. Haha, hanya iseng mendengar Zen berkenalan dengan perempuan. Jadi, aku duduk di sini," jawab Rei setengah tertawa. Rei menggaruk pelan bagian belakang leher. Wanita berantakan yang berdiri di hadapan Rei ini mengangguk, menguap kecil lalu duduk berjongkok tanpa merasa risi. "Zen dan gadis? Berkenalan? Apa yang kau rencanakan?" selidik si wanita dengan senyum tipisnya. Rei menelan ludah, Rei tahu betul jika ia selalu kesulitan untuk berbohong dan mengelak dari wanita yang belum berusia tujuh belas, tidak sekolah dan merupakan pimpinan dari sindikatnya. Wanita yang selamat dari pembunuhan masal keluarganya, seorang remaja wanita yang namanya dikenal di dunia bawah. Wanita yang mengumpulkan satu per satu anggota The Wall, wanita bernama Elle.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD