Chasing Memory 1a

1365 Words
"Hai, Calon Pengantin!" Rocky menyerbu masuk ke kamar Aaron dengan riuh, diikuti oleh Javier dan Eldo yang berjalan tenang di belakangnya. "Kau ini kekanakan sekali!" Aaron mendengus geli melihat tingkah Rocky. "Tidak boleh aku merasa senang?" Rocky menerjang maju, memeluk Aaron kuat-kuat bahkan mengangkatnya sedikit. Aaron langsung mendorong Rocky menjauh dan mengomel. "Turunkan aku, Bodoh! Pakaianku berantakan karena ulahmu!" "Sudah, sudah …," lerai Javier. "Kalian ini masih saja sering bertingkah kekanakan." "Dia yang mulai!" Aaron mendengus sebal. Sementara Rocky hanya tergelak puas karena sudah berhasil membuat Aaron jengkel. "Sudah jangan marah-marah, cepat pakai jasmu!" ujar Eldo bosan. Dia sudah terlalu sering melihat dua dari tiga orang kepercayaannya itu terus bertengkar sejak mereka masih remaja dulu. Javier dengan sigap langsung menyambar jas Aaron yang tergantung rapi di dekat cermin sebelum Rocky kembali berulah. "Tidak percaya rasanya kalau kau akan melepas masa lajang secepat ini." Javier menepuk bahu Aaron setelah selesai memakaikan jas untuk pria itu. Dipandanginya Aaron beberapa saat dengan pandangan kagum. Aaron yang biasa tampil urakan dengan rambut sebahu tergerai bebas, kini nampak tampan dengan rambutnya yang diikat satu ke belakang. Tato ular yang biasa terlihat di sepanjang pergelangan tangan kanan Aaron, kini tertutup oleh jasnya, mengikis kesan sangar dan keras yang biasa membalut sosoknya. Aaron hanya tertawa santai menanggapi perkataan Javier yang entah berupa ejekan atau pujian itu. "Kalau memang sudah menemukan yang tepat, apa lagi yang perlu ditunggu?" Jawaban Aaron kembali memancing keusilan Rocky. Ia mendekat lalu menumpangkan sebelah lengannya di bahu Aaron. "Kau yakin akan bertahan?" celetuknya sangsi. "Sanggup menjadi tawanan seumur hidup?" "Hei! Memangnya kenapa?" balas Aaron sengit. Memang sejak dulu, Rocky adalah teman berdebat paling setara bagi Aaron. Keduanya sama-sama senang saling mengejek dan menjatuhkan, cerewet dan jail. Berbeda jauh dengan Javier yang tenang dan dewasa, apalagi Eldo yang dingin dan ketus. "Kau yang paling bebas di antara kami. Tiba-tiba sekarang ingin menjadi pria berkomitmen," sahut Rocky heran. Bukan hanya menyandang status sebagai pria paling bebas yang tidak pernah terikat dengan wanita, Aaron juga merupakan yang termuda di antara mereka berempat. Usianya saja baru menginjak 27 tahun saat ini. Jadi wajar saja jika semua heran dengan keputusannya untuk menikah. Hubungannya saja tidak pernah terendus selama ini, lalu tiba-tiba Aaron datang membawa kabar bahwa dirinya akan segera mengikat janji sehidup semati dengan seorang gadis manis bernama Zea Muller. "Sudah kubilang, aku sudah menemukan yang tepat!" tegas Aaron. Sebenarnya Aaron sudah merencanakan pernikahannya sejak satu tahun yang lalu. Rencana awal ia akan menikah enam bulan yang lalu, namun semua itu terpaksa harus ditunda karena pertempuran hebat dengan Region Utara. Setelahnya, muncul rangkaian permasalahan lain, mulai dari meninggalnya Valenzka dan Winter, perebutan Region Utara, sampai berdirinya Dinasti Zhang. Setelah badai berlalu dan kondisi mulai stabil, barulah Aaron berani mengungkap rencana pernikahannya pada Eldo, Javier, dan Rocky. "Oke! Anggaplah kami percaya." Rocky mengedik dengan gaya menyebalkan, jelas sekali menunjukkan ia tidak percaya pada komitmen Aaron untuk menikah. Aaron malas menanggapi kenyinyiran mulut Rocky lebih lanjut, dan memilih berbicara dengan Eldo. "Eldo, kau tidak keberatan kalau aku mendahuluimu?"  Sebenarnya Aaron merasa tidak enak bukan saja karena mendahului Eldo, namun karena ia justru akan menikah di saat Eldo kehilangan wanitanya. "Tenang saja, ini bukan masalah pertandingan," jawab Eldo santai, lalu mendekat dan menepuk bahu Aaron. "Hiduplah bahagia bersama Zea. Kehidupan kita sekarang sudah jauh lebih baik, dan aku berjanji untuk terus berusaha menjaga situasi ini." Bagi Eldo, ketiga orang kepercayaan yang mendampinginya hingga hari ini, masing-masing memiliki tempat spesial dalam hatinya. Masing-masing memiliki kisah dan kenangan tersendiri bersamanya. Eldo menyayangi mereka semua.  Namun khusus untuk Aaron, Eldo memiliki perasaan ingin melindungi sebagai kakak terhadap adiknya, karena ia mengenal pria itu sejak Aaron masih sangat kecil. Eldo yang menjadi pelindungnya sejak Aaron melarikan diri ke jalanan saat berusia sepuluh tahun. Aaron menerjang maju lalu memeluk Eldo erat sambil berseru, "I love you, Eldo!" "Jangan menjijikan begitu!" Eldo mendorong Aaron menjauh darinya lalu mendengus geli, "simpan kata-kata itu untuk Zea!" Aaron hanya tergelak kencang melihat reaksi Eldo. "Aaron, sudah saatnya kita berangkat," ujar Javier mengingatkan. "Ayo, aku sudah tidak sabar bertemu dengan gadisku!" sambut Aaron penuh antusias. Keempat pria itu menaiki kendaraan yang sama menuju tempat pemberkatan Aaron dan Zea, yaitu sebuah kapel cantik di kaki bukit dengan pemandangan indah. "Aaron, bukankah Zea seharusnya sudah tiba?" tanya Javier ketika mereka sudah menunggu sekitar empat puluh menit namun iringan pengantin wanita belum juga tiba. Aaron melirik jam di pergelangan tangannya kemudian mengangguk. "Benar juga." Aaron langsung meraih ponselnya untuk menghubungi Zea, namun calon pengantinnya tidak menjawab panggilan. "Zea tidak bisa dihubungi." "Tunggulah, wanita memang membutuhkan waktu sangat lama untuk mempercantik diri," ujar Rocky yang profesinya dulu memang banyak terlibat mengurusi para model kelas atas. Ketika menit-menit berlalu, keempat pria itu masih bisa menanggapinya dengan santai, saling berbincang dan melontarkan gurauan, terutama antara Aaron dengan Rocky. Namun ketika menit berubah menjadi jam, kegelisahan mulai menyelimuti mereka, terutama sang pengantin pria. "Aaron …," panggil Rocky setelah melirik jam di tangannya. Wajahnya terlihat cemas sekaligus merasa bersalah. "Pergilah …!" sahut Aaron paham. Tanpa perlu Rocky mengatakannya, ia sudah tahu hal yang pria itu cemaskan. "Kau sudah terlalu lama meninggalkan posmu hari ini." "Tapi, pernikahanmu …," ujar Rocky tidak enak hati. Ia sangat ingin menemani Aaron di hari besarnya, namun Rocky juga tidak bisa melalaikan tugas. Ia tidak bisa meninggalkan sosok itu terlalu lama tanpa pengawasan. "Aaron, sepertinya ada yang ingin bermain-main denganmu," ujar Javier yang sedari tadi sibuk dengan ponselnya. "Bermain-main bagaimana maksudmu?" Seketika Aaron mulai waspada. "Pengantinmu menghilang," ujar Javier dengan nada prihatin. "Kapan?! Bagaimana bisa?!"  "Lihat ini!" Javier menyodorkan ponselnya pada Aaron untuk memperlihatkan informasi yang baru diterimanya. Di layar ponsel Javier, nampaklah sebuah rekaman dari kamera keamanan yang menunjukkan peristiwa penyergapan mobil pengantin wanita. Beberapa mobil terlihat menghadang jalan, lalu dengan mudahnya memaksa mobil pengantin wanita berhenti dan menculik sang mempelai. "Ini pasti sudah dipersiapkan dengan matang." Wajah Aaron seketika memucat. Tidak disangkanya hal semacam ini akan ia alami. Dikiranya dunia mereka sudah berubah damai sejak Dinasti Zhang berdiri. Tidak ada lagi persaingan antar region, tidak ada lagi kubu-kubu antar sektor, tidak ada lagi dunia gelap yang selama ini menyelimuti mereka. Namun hari ini, di hari pernikahannya, sesuatu yang mengerikan seperti ini kembali terjadi.  "Di mana Zea sekarang?" tanya Aaron dengan suara bergetar. Javier menggeleng penuh sesal. "Aku belum berhasil melacaknya." "Mari kita bereskan masalah ini!" Eldo menepuk pundak Aaron untuk menyemangatinya. Setelah itu Eldo mendekati Rocky dan meminta pria itu kembali. "Rocky, tolong kembalilah sekarang. Aku tidak tenang kau meninggalkannya terlalu lama." Rocky mengangguk paham karena ia juga merasakan kecemasan yang sama. Setelah berpamitan dengan Eldo, Rocky mendekati Aaron. "Aku ikut menyesal karena pernikahanmu tidak berjalan lancar, Aaron. Jika ada sesuatu yang bisa kubantu, jangan ragu untuk mengatakannya." Aaron hanya mengangguk kaku, tanpa bisa menanggapi lagi dengan kata-kata. Sepanjang hari itu, Aaron menunggu dengan gelisah, berharap dalam hati kalau Zea akan segera datang. Maka ketika sosok yang begitu diharapkannya tiba-tiba muncul, Aaron langsung mampu mengenalinya meski jarak mereka sedemikian jauh. Aaron berlari kencang ke arah Zea, dan menemui gadisnya di jembatan kayu kecil yang menuju ke arah kapel.  "Cantik …," gumam Aaron penuh kekaguman ketika menatap wajah cantik Zea dalam balutan gaun pengantin yang indah. Wajah gadisnya sedikit terhalang cadar, namun kecantikannya memancar sempurna. "Sudah lama menunggu?" tanya Zea dengan rasa bersalah. "Kenapa lama sekali?" Aaron meraih tangan Zea dan menggenggamnya.  Zea tidak menjawab, ia hanya menggeleng pelan pada Aaron. "Tidak penting apa yang membuatmu terlambat, yang terpenting kita sudah bersama sekarang." Bagi Aaron, tidak masalah jika hari sudah berubah petang. Tidak masalah jika para undangan sudah bubar, yang terpenting baginya, Zea ada di sini bersamanya.  Kehadiran Zea terasa nyata. Mereka kini tengah berdiri bersama di atas jembatan, di bawah naungan langit petang, dan ditemani gemericik air sungai yang mengalir di bawah mereka. Bagi Aaron, semua itu sudah cukup. "Aaron …," bisik Zea lirih. Perlahan gadis itu berjalan mundur. "Zea …, mau ke mana?" Kejar Aaron cepat.  Zea mundur semakin jauh dengan air mata membayang di matanya. "Zea …!" seru Aaron untuk menahan Zea, namun gadis itu membalikkan badan dan mulai berlari menjauh. "ZEA!" teriak Aaron kencang ketika gadis itu terus berlari tanpa menoleh ke belakang. "Kembali …," panggil Aaron putus asa sambil berlari kencang dan berusaha mengejar Zea.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD