Part 2
Kartini sudah membulatkan hatinya percuma dia meratapi hal yang sudah terjadi. Nasi sudah menjadi bubur dan ketan yang diolah menjadi aneka panganan sudah tidak bisa lagi menjadi butiran beras.
"Nduk." Seorang wanita dengan tangan penuh keriput dan kasar menandakan betapa keras kehidupannya. Setiap guratan tangan dan kulit tangan yang mengeras menandakan dia sudah melakukan pekerjaan yang menuntut tangannya bekerja secara maksimal.
"Kartini tidak apa-apa, Mbok justru Kartini bersyukur mungkin memang dia bukan jodoh yang baik buat Kartini. Kalau Kartini sudah menikah dan terjadi hal seperti ini bukankah nanti malah akan lebih berat buat Kartini karena pernikahan bagi Kartini bukan sesuatu yang main-main tapi sesuatu yang sakral dan harus dijunjung tinggi dan mulia nilainya, Mbok." Kartini berkata dengan nada bergetar.
Memang sebagai gadis miskin sudah menjadi nasi dan lauk sehari-hari berbagai macam hinaan dan tudingan keji terhadap keluarganya. Tapi Ayahnya yang sederhana menerimanya baginya hidup itu hanya Nrimo panduming Gusti, Menerima semua yang ditakdirkan meyakini bahwa setiap orang hidup mempunyai porsinya Masing-masing tidak bisa grusa-grusu atau ceroboh dan sembarangan. Hal ini juga berpengaruh terhadap Kartini dia memikirkan semuanya dengan matang menerima keadaan dengan ikhlas sambil terus berusaha merubah hidup menjadi lebih baik setiap harinya.
"Saya bangga sama kamu, Nduk kamu memang sudah dewasa, Si Mbok ini memang hanya wanita bodoh yang hanya tau sumur, dapur mengerjakan hal yang sama setiap hari tanpa bisa menambah wawasan. Saya harap kamu tidak seperti, Mbok yang tidak tau apa-apa dan mudah dibodohi orang." Wanita itu duduk memeluk Kartini dari belakang.
Kartini merasakan kehangatan lebih bukan karena pelukan ibunya tapi karena perasaan bahwa ada seseorang yang begitu tulus menyayanginya. Terlintas di benaknya betapa mata tua itu menangis memohon ampun serta mendoakan yang terbaik bagi semuanya di sepertiga malam.
Orang-orang yang tadinya datang membantu perlahan-lahan mulai meninggalkan rumah Kartini satu persatu di iringi dengan desas desus aneh yang entah siapa yang pertama kali menyebarkannya.
Bahan makanan dan juga peralatan dapur masih berserakan di mana-mana. Jajanan warna- warni masih tertata rapi.
Para tetangga pasti sudah terhasut omongan Bik Nem tetangga Kartini yang entah mengapa apa yang dilakukan Kartini semua serba salah. Dia selalu memata - matai Kartini.
Entah apa yang dilakukan Kartini selalu salah mulai sekarang aadi matanya. Dia juga Iri kalau sampai Kartini mendapatkan orang kaya.
Kartini berencana ke kota untuk membeli beberapa keperluan karena di desa terbatas jadi tidak ada yang menyediakan pernak pernik pernikahan dengan lengkap.
Saat itu Warsiti datang, Warsiti adalah anak perempuan Bik Nem yang seumuran dengan Kartini. Pernikahan Kartini tinggal beberapa hari lagi sehingga beberapa tetangga sudah dibuka menyiapkan sesuatu yang sekiranya bisa dicicil untuk dibuat.
Bik Nem adalah tetangga dekat Kartini yang bagaimanapun karakternya demi karukunan tetangga sudah pasti diundang untuk rewang di keluarga Kartini. Bik Nem juga membawa anak perempuannya bernama Warsiti.
Warsiti sebaya dengan Kartini karena itu dia bisa masuk ke kamar Kartini.
"Kar sepertinya banyak yang kurang, Bagaimana kalau kita ke kota, ya walaupun kamu nanti sudah ada yang merias tapi kan kamu juga harus punya bedak sendiri, masak nanti kamu punya suami gak bisa dandan."
Warsiti terus memprovokasi Kartini agar dia mau ke kota bersamanya dia juga menyebutkan kalau banyak peralatan dan perlengkapan yang perlu di beli. Sedangkan di Desa tidak ada untuk titip kepada seseorang biayanya juga akan mahal.
"Tapi, kan tinggal beberapa hari lagi jadi katanya sebaiknya aku tidak kemana-mana."
ucap Kartini dia juga sedang sibuk memasang payet di kebaya yang akan dia kenakan.
"Halah nggak papa, itu kan kepercayaan orang jaman dulu,sekarang sudah gak ada yang seperti itu bahkan ada yang besok menikah masih kemana-mana tuh." Warsiti terus meyakinkan Kartini. Mereka memang berteman sejak kecil walaupun karakter mereka berbeda.
Kartini hanya menganggap bahwa Warsiti adalah anak yang baik terlepas apa yang dilakukan mereka dibelakangnya.
"Nanti, saya tanya si Mbok dulu deh bagaimana baiknya." Kartini masih ragu menerima ajakan tersebut.
" Sudah kalau masalah bude biar nanti aku aja yang ngomong sama dia pokoknya besok kamu bersiap-siap berangkat sama aku." Warsiti terus meyakinkan Kartini agar dia mau berangkat ke kota.
"Tapi..."
Kartini masih Ragu.
"Aku mau beli baju buat dipakai nanti pas acara aku kan juga mau kelihatan cantik, siapa tahu nanti ada pemuda yang melurikku iya kan. " Warsiti memang terkenal pemberani berbeda dengan kulit Kartini terlahir putih bersih Warsiti memiliki kulit sawo matang ditambah sering terpapar sinar matahari membuatnya semakin eksotis. Warsiti mempuyai hidung yang pesek yang ikut bergerak kembang kempis ketika dia berbicara. Hampir sama seperti ibunya dia juga suka mencari kesalahan dan membicarakan orang lain di belakang tapi dia bersikap baik kepada Kartini karena siapapun akan melirik Kartini dengan dia pura-pura berteman dengan Kartini dia berharap ada yang juga melihatnya.
Memang kita tidak tahu ada apa dibalik hati seseorang. Walaupun kelihatan sangat baik di depan kita tidak pernah tau apa yang ada dibelakang semua itu.
"Memangnya bagaimana cara kita ke kota, jalanannya kan susah dan tidak mungkin kita sampai disana jalan kaki."
"Kalau itu mah gampang, nanti aku mau pinjam motornya temen aku."
" Memangnya kamu bisa naik motor sejauh itu? Aku lihat kamu cuma bisa wara wiri di desa lagian nanti di kota beda jalanya lebih ramai lo." Kartini sedikit khawatir dengan Warsiti apalagi dia juga belum pernah mendengar Warsiti pergi jauh.
"Halah itu mah gampang lagian motor temen aku itu lebih bagus, jadi gak perlu jeglag jegleg masukin gigi kayak motor aku, motornya baru istilahnya apa yo.. Mentik.. Ah apalah susah."
"Matic maksudnya? "
" Oh Iya, hmm.. suaranya halus banget lo kemarin sudah aku coba, Ya wes aku mau pulang dulu kamu siapin apa yang besok mau kamu beli."
Warsiti meninggalkan rumah Kartini.
*
Di sebuah rumah sederhana tidak jauh dari rumah Kartini seorang pemuda berbadan gelap mondar mandir di ruang tamu sederhana. Hanya ada beberapa kursi kayu dan meja di depannya. Dia menunggu sendiri karena yang emounya rumah sedang rewang di rumah Kartini.
Seorang gadis langsung masuk ke rumah itu. Iya itu memang rumah Warsiti. Dan pemuda di dalamnya adalah Kusno. Pemuda kampung yang sudah lama naksir Kartini.
"Gimana.. Apa dia mau kamu ajak ke kota? "
"Ya, Mau dong, aku gitu lo besok kami akan pergi pagi-pagi."
"Baiklah, rencana kita jangan sampai gagal." Pemuda itu menyeringai dengan aneh.
"Beres, percaya sama aku, mana kunci motornya? "
Pemuda itu merogoh sakunya dan meletakkan kunci motor yang dibawanya diatas meja.
"Ingat jangan sampai lecet sedikitpun."
Warsiti menerimanya sambil tersenyum.
Entah apa yang mereka rencanakan sebenarnya.