Langkah Selajutnya

1743 Words
Mikhaila dibuat kewalahan semalam. Tidak cukup satu kali, dia ingat pria yang dibayarnya ini memaksa kakinya tetap terbuka disaat dia terengah-engah kelelahan dan hampir pingsan. Mikha yang bangun pertama kali, langsung dihadapkan dengan daada berbulu yang kekar. Matanya melotot melihat daada yang lebar ini, tampak mengerikan dan liat. Saat kepalanya mengadah, pria itu masih terlelap. Tangannya memegang salah satu belahan panttat Mikha hingga perempuan menyadari sesuatu, Astaga! Tubuh mereka masih menyatu! ‘Dasar cowok kurang ajar!’ batinnya berteriak kesal. Mikha terlalu lemah bahkan untuk bicara. Digerakan sedikit saja, tubuhnya terasa remuk. Namun dia harus pergi, karena sore ini memiliki jadwal live **. ‘Bangsatttt! Gini rasa abis ditindih baboon!’ jeritnya dalam batin ketika berusaha bergerak. “Hah….” Mikha merasa syok ketia tautan tubuh mereka terlepas. Meskipun membuat tubuhnya sakit, tapi Mikha puas dengan permainan semalam. Dia merasakan apa itu s*ks yang dikatakan orang-orang. Enak juga. Menyimpan beberapa uang ratusan ribu sebelum akhirnya melangkah pergi dengan tertatih-tatih. Mikha mengambil semua barangnya tanpa meninggalkan jejak. Ketika keluar dari lift, ada pelayan yang terkejut melihat dirinya. “Nona Mikha, semalam saya cari an─” “Layanannya cukup memuaskan meskipun aki-aki. Saya suka gimana dia kasih saya pengalaman yang enak. Tipsnya saya simpen di meja. Jangan ganggu saya sekarang.” Mikha masih pusing, tapi dia memaksakan diri untuk pergi. Disaat yang bersamaan, Jack mulai bangun dari tidurnya. Dia meraba sekitarnya, tangannya ingin merremas sesuatu yang hangat. Mana si kembar kenyal itu? “Huh?” penglihatannya masih buram dan tidak bissa melihat jarak jauh, tapi Jack sadar kalau perempuan itu sudah tidak ada. Telinganya mendengar seseorang membuka pintu. Berjaga-jaga jika itu musuh, Jack meraih senjata di laci nakas dan mengarahkan ke pintu. Karena para pelayan pasti tahu kalau dirinya tidak mau diganggu saat pagi hari. “Siapa?” “Mau bawa buku Bintang,” jawab suara yang dikenalinya. “Angkasa?” Jack memfokuskan penglihatannya, ada Angkasa yang menatapnya datar. Jack segera menaikan selimut supaya menutupi tubuh tanpa busananya. Siapa Angkasa? Dia adalah menantu Jack. Begini ceritanya; Jack remaja melakukan kesalahan dengan meniduri seorang perempuan hingga hamil. Tapi Jack tidak mengakuinya bahkan ketika perempuan yang dihamilinya meninggal, anaknya diadopsi oleh teman masa kuliahnya bernama Sena Surawisesa. Anak Jack dinamai Bintang, dan kebetulan Sena melahirkan bayi di hari yang sama dan diberi nama Angkasa. Awalnya Sena memperkenalkan Bintang dan Angkasa sebagai anak kembar. Namun, permasalahan muncul diantara Angkasa dan Bintang ketika tahu mereka bukanlah saudara kandung, hingga berakhir saling mencintai dan akhirnya menikah atas izin keluarga. Jack dan Bintang baru membangun hubungan satu tahun terakhir ini. Meskipun Bintang tahu Jack adalah Ayah kandungnya, tapi hal itu tidak tertulis secara hukum dengan berbagai alasan. Sebelum berjumpa dengan Bintang, Jack sempat menikah dan memiliki anak. Namun anaknya bernama Gemma meninggal. Jack mulai sadar kalau Tuhan selalu mengambil orang-orang tersayangnya. Itu sebabnya Jack Millers focus pada bisnisnya sebagai pengusaha anggur, tapi tidak membuatnya benar-benar keluar dari penjualan senjata dan narrkoba. Setidanya, sekarang Jack mengurangi kadar transaksi di dunia malam. “Bintang bakalan marah kalau tau hal ini. Siapa yang disiksa?” Jack mengerutkan kening. “Hahaha…” Tertawa santai. “Ini bukan darah karena tersiksa, tapi karena kenikmatan. Orang lawan semalam masih perawan. Kamu gak bodoh buat tau aroma ini kan?” Dengan bangganya bertanya. “Tetep aja Bintang gak akan suka.” “Perempuan itu yang salah. Dia datang sendiri kesini tiba-tiba nyerang. Tapi gak tau kemana dia sekarang, rompi birunya yang robek aja gak ada.” Angkasa langsung diam, mantan ketua BEM yang sekarang jadi asisten dosen di usia 21 tahun itu tampak berfikir. Jack bangga sih dengan menantunya meskipun hubungan mereka tidak membaik. Karena prinsip Angkasa adalah, Bintang saja tidak mengakui maka saya juga demikian. “Kenapa kamu bengong?” “Yang pake rok hitam sama punya rambut bergelombang?” Jack terdiam sejenak, semalam dia melepaskan rok hitam dan menjambak rambut bergelombang si perempuan. “Kamu kenal sama cewek gila itu?” “Dia bukan cewek gila, dia mantan sekretaris BEM tahun lalu, namanya Mikhaila.” Jack seketika tertawa hambar. Apa ini? Jadi dia meniduri teman dari anak dan menantunya? Jangan sampai Bintang kembali membencinya. “Saya gak salah karena dia sendiri yang nyerang. Perlu bukti?” Jack beruntung memasang penyadap suara di kamarnya untuk berjaga-jaga. Dia memutar rekaman suara semalam, “Ahhhh… ahhh…. Pegel… unghhhh sakit, Om… jangan digigit.” “Bentar, terlalu awal.” Jack memutar ke bagian awal hingga Angkasa tahu kalau Mikha yang menyerang lebih dulu. Disusul seorang pelayan yang datang tergesa-gesa. “Tuan Jack saya mohon ampunnnn!” teriaknya sambil bersujud. Jack dan Angkasa sama-sama diam. “Kenapa? kamu nembak tukang parkir?” bertanya dengan santai. “Semalam….. ada yang pesen pelayanan pria. Tapi…, dia salah kamar dan malah masuk ke kamar Tuan.” Pantas saja dia menyerang Jack tadi malam, dia disangka pelaccur pria? Ha! Tragis sekali! “Kamu denger itu, Angkasa? Mantan sekretaris BEM itu yang pesen sendiri. Kalau kamu bocorin hal ini, Mikail yang bakalan malu sendiri.” “Namanya Mikhaila.” “Terserah.” Jack melangkah ke kamar mandi dengan selimut yang menutupi, malah terlihat seperti rok gaun pengantin. *** Mikha pulang ke apartemen yang dia sewa. Dia menggunakann apartemen ini untuk melakukan shoot sendiri. Karena rumahnya sangat berisik, apalagi ada Ibu dan adik tirinya. Baru juga sampai, Mikha sudah terganggu oleh telpon dari Sonya. “Mau apasihhhh?” Mikha benar-benar kesal. Pesan ancaman menyusul, Warteg: Angkat telponnya, Mikha! Papa kamu yang suruh kamu bersiap buat kencan sama Pak Prakoso! Mikha mana mau, lebih baik mengirimkan sejumlah uang pada Sonya. Warteg: Nanti Ibu ngomong sama bapakmu kalau kamu emang lagi kerja. Jangan lupa bawa pulang hasil endorsnya buat adik kamu. “Hoekkk!” Mikha menahan muntah. Seharian itu, dia beristirahat di apartemen. Mikha hanya berbaring terlentang dengan kedua kaki terbuka. Mungkin semalam dia terlalu lama bermain. “Tapi bukan salah gue, itu aki-aki yang terus maksa gue buat buka kaki.” Mana Mikha terus merasa ada yang mengganjal diantara kakinya. Sakit sih, tapi jika diingat lagi dia merasakan nikmatnya juga. Berapa kali tubuhnya bergetar mengelinjang keenakan? Bahkan Mikha masih merasakan sentuhan pria itu di setiap jengkal tubuhnya. Membuat Mikha kembali terrangsang, tanpa dia sadari membuka seluruh pakaiannya. Matanya masih terpejam, kini tanpa busana hingga merasakan langsung dinginnya AC. Gilaaaa! Pria itu sudah tua, tapi selebihnya memang seuai kriteria Mikha. Memiliki mata biru, kulit kecokelatan dan liat, dipenuhi otot, tinggi dan jago diantas ranjang. Yang awalnya merasa sakit, Mikha sampai memohon untuk kembali menyatukan tubuh. “Arrgghhhh! Gue mikirin apasih?!” teriak Mikha menjambak rambutnya sendiri. Dengan penuh kesadaran, tangannya menyentuh daadanya sendiri. “Tapi aki-aki itu hebat banget. Apa karena udah tua makannya berpengalaman kayak gitu?” berbicara sendiri. “Udah, Mikha, lu udah dibuat gak bisa jalan sampe hampir pingsan. Gak usah bayangin yang… eunghhh…” Mikha merasa gila karena pria tua itu. Sampai sore dia mendekam di apartemen, tidur tanpa pakaian dan terbangun karena lapar. “Heungg? Jam berapa ini?” tahu-tahu sudah jam lima sore. Mikha mengumpat kesal, dia lupa sore ini ada live bersama dengan selebgram yang lain. Ponselnya tadi dimatikan, jadi banyak panggilan tidak terjawab dan beberapa pesan masuk. Mereka memilih membatalkan live. Pihak brand bahkan mengirimkan pesan pada group, “Kita gak bisa mulai tanpa Mikha, dia itu Bintangnya produk kami. Jadi kita jadwalkan ulang setelah Mikha bisa dihubungi nanti ya.” “Anjirrr, pasti gue bakalan jadi bahan gossip yang lain.” Mikha tidak benar-benar menemukan teman dari kalangan selebgram, mereka selalu saling menikung. “Pasti gue bakalan ditusuk sama mereka. Ck, lebih enak ditusuk sama si… Gue ngomong apasihhh?!” Demi kesehatan jiwa raganya, Mikha membersihkan tubuh. Meskipun masih sakit berjalan, Mikha memaksakan diri keluar untuk mencari makan. Menikmati kesendiriannya disebuah café. “Mikha!” panggil salah satu teman yang dulu satu organisasi BEM dengannya; Sani. “Sendirian lu? Biasanya sama si Chika.” “Tadi malem abis maen bareng, kayaknya dia pulang sekarang.” Tahun kemarin Chika menjadi sekretaris BEM Universitas dengan tujuan pencitraan di medsos saja, tapi dia malah menemukan teman sejati. “Lu gimana jalan menuju skripsi? Aman?” “Jangan dulu mikirin skripsi, lu pembagian magang dimana?” “Gak tau, kan belum ada pengumuman.” “Masa? Kan serentak. Fakultas gue aja udah, masa yang elu belum?” Seketika Mikha membuka pesan-pesan menumpuk di ponselnya. Jurusan Desain Komunikasi Visual, Mikha ingin ditempatkan di perusahaan bagus untuk mengasah kemampuannya, supaya tidak dianggap modal visual saja. “Ihhh iya udah ada. Ihhh! Masa gue di toko fotocopy sih?” “Hahahaha, mana? Tapi kayaknya itu toko gede deh, Mikh. Gak papa lah.” “Gak mauuu! Gue gak mau disini!” Langsung berdiri dan berlari. “Mikha lu mau kemana?!” “Ke kampus!” Biasanya Rektor belum pulang. Mikha meninggalkan Sani dengan tagihan café yang belum dia bayar. “Sial banget,” ucap Sani menghabiskan sisa makanan Mikha. Sementara itu, Mikha berkendara cepat. saat sampai pun dia tetap berlari dan tidak senngaja menabrak tubuh Angkasa. “Aduhh, liat-liat dong kalau jal… Eh, Angkasa?” itu mantan Ketua BEM tahun lalu yang sudah menjadi asisten dosen sekarang. “Ngapain lu liatin gue?” “Ada upil di idung lu.” “Hah? Mana, Setan? Gak ada!” teriaknya sambil menusuk kedua lubang hidungnya. “Mana, Angkasa?!” yang ditinggalkan oleh temannya itu. “Oh iya lupa, gue harus ke Rektor.” Kembali berlari ke rektorat, sang satpam yang merupakan penggeman Mikha itu mengizinkannya masuk. “Pak Rektorr…,” ucapnya ketika membuka pintu. “Eh, ada Sillitgram.” “Selebgram, Pak. Hehehe.” Mikha bersalaman dulu dengan pria tua itu. “Eh, kamu abis pegang lem ya? kok lengket?” MAMPUS! Itu upil! “Maaf, Pak. hehehe.” “Duduk dulu. jadi kenapa sore-sore kesini?” “Saya gak mau magang di toko fotocopy, Pak.” “Maunya dimana emang?” Mikha tersenyum manis. “Saya lihat ada gedung perusahaan tunggal, terbilang baru tapi sudah berkembang pesat. Yang saya tahu namanya itu Millers INC, saya mau magang disana, Pak. Biar keren kalau saya jadi Team Desain Visual mereka. Ya?” “Itu perusahaan anggur. Gak papa?” Mikha mengangguk kuat. “Gak papa, Pak. tolong ya, saya sudah merasakan akan ada kejutan besar disana.” Rasa senang Mikha membuncah saat sang Rektor mengangguk. “Baik, saya nanti usulkan kamu buat magang disana. Tapi harus berproses dulu, saya nanti ajukan kerjasama ke Millers Inc. Kamu kirim foto kamu yang paling baru, foto formal.” Tapi Mikha berniat mengirimkan fotonya yang memiliki aura Selebgram supaya mereka menerimanya. Heheheh, Millers Inc! Aku datanggg!
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD