BAB 2 - Di Balik Kontrak Kerja

1290 Words
Dion dan yang lainnya masih diam serta belum mau mencampuri urusan antara artis dengan manager tersebut. Lagipula, gagasan tersebut juga baru kali ini dilontarkan. Itupun atas inisiatif Mona dan terlepas dari semua kontrak pemotretan.   “Tapi lusa kamu ada jadwal wawancara dengan majalah wanita.”   “Tunda aja, gih. Aku kan butuh rest juga.”   “Hmmm... Wait a minute. Kamu udah tanya Dion? Dia free?” Dian menelisik lebih lanjut dan membuat Mona sadar jika ide tersebut belum mendapatkan konfirmasi dari siapapun.   “Eh, iya. Gimana Dion?”   “Hmm.. apanya?”   “Ya itu tadi. Aku mau minta tolong kamu untuk membuat dokumentasi travelling pribadiku disini.”   “Aku free untuk dua hari ke depan. Lagian, niatku memang akan tinggal disini selama satu atau dua hari lagi,” jawab Dion santai.   “Yess. berarti kita deal?”   “Kalian atur aja dengan Nina. Saat ini semua tanggungjawab membuat kontrak kerja denganmu, aku serahkan padanya. Atur saja kesepakatan bagaimana kamu menginginkan itu.”   Nina terperangah. Dia hanyalah seorang asisten magang, yang artinya lebih sebagai pembantu pribadinya dalam pengambilan gambar. Dan tepatnya, Ia adalah merupakan murid bimbingan Dion sebagai mentor dalam bidang fotografi. Lalu, kenapa tiba-tiba sekarang dijadikan sebagai manager pengganti?   “Ups, Maaf, Mas. Aku nggak bisa. Bukan kapasitasku untuk menandatangani kontrak atas nama Mas Dion.”   “Halaaahh... santai aja. Minta tolong pada Dian, nanti sekalian dibuatkan surat yang isinya aku memberi kuasa kepada kamu untuk membuat kontrak perjanjian kerja atas nama Dion Wahyu Perkasa. Simpel.”   “Tapi aku nggak tahu apa yang harus dilakukan, Mas.”   “latihan. Isi klausul dengan semua yang telah kamu pelajari selama ini. Kamu cukup paham nilai kontrak kerjaku, paham tehnis, hasil dan jangka waktu kontrak. Selesai, oke? Kamu pasti bisa.”   Dan akhirnya, wajah tidak begitu ganteng itu memaksa Nina untuk menyerah. Emang nggak gitu ganteng, tapi pesonanya seakan sangat berat untuk di tolak.   Yang terjadi kemudian, Dian dan Nina mengambil tempat berdekatan untuk membahas pasal-pasal yang perlu dimasukkan dalam kontrak kerja mereka. Karena sudah beberapa kali melakukan perjanjian seperti itu dengan Dion, Manager Mona hanya perlu menulis beberapa kesepakatan tambahan yang diusulkan oleh Nina. Semua beres, berkas akan di cetak dan masing-masing akan tanda tangan mewakili Boss mereka.   “Mas Dion, kontrak kerja dijadwalkan selama dua hari dimulai besok. Paket yang diminta adalah pengambilan gambar untuk koleksi pribadi dan bersifat private. Berarti hanya membutuhkan fotografer tanpa kru yang lain. Jelasnya, dalam hal ini hanya Mas Dion yang saja terlibat.”   “Tapi Aku butuh kamu. Sebagai assisten, kamu harus ikut,” jawab Dion tegas.   Nina memutar bola matanya ke atas untuk memprotes. Ia tahu, betapa nanti akan sangat membosankan dan membuat muak jika diriya harus mengikuti petualangan dua orang tersebut. Baik Dion, Manager Mona maupun yang lain tentu sangat paham jika kontrak kerja yang dibuat tersebut hanyalah sebuah akal bulus untuk menutupi tujuan sebenarnya. Bukan sekali ini saja Mona memerangkap Dion untuk terlibat dalam sebuah aksi kamuflase sebagai penutup skandal percintaan mereka. Beberapa kali Dion menerima job darinya untuk melakukan travelling fotografi pada beberapa destinasi, bahkan hingga sampai ke luar negeri. Janda muda itu memang sangat memuja dan membutuhkan Dion untuk melampiaskan hasratnya. Dan, tentu saja sebuah kontrak kerja akan menjadi alibi yang sempurna.   Nina tahu persis kalau Sang artis sudah lama tergila-gila pada Dion. Dan kesempatan yang baik saat ini tak mau disia-siakan oleh Mona untuk membuat sebuah petualangan dengan Fotografer pujaannya. Uang berbicara disini. Nilai kontrak yang lumayan besar untuk kerja sambilan dalam waktu singkat, sudah barang tentu sayang untuk dilewatkan begitu saja oleh Dion.  Apalagi dia juga sudah merencanakan untuk stay beberapa hari di Bali, karena disini juga punya sebuah rumah peristirahatan.   “Mungkin sebaiknya Mas Dion sendiri saja. Bukankah aku harus mengerjakan editing foto-foto yang diambil dalam sesi pemotretan-pemotretan disini?”   “Emmm, enggak. Kamu harus ikut.”   “Iya, Say. Nina benar, mungkin sebaiknya kamu sendiri saja. Bukankah itu hanya pemotretan pribadi? Aku juga menginginkan hasil yang natural tanpa tambahan lighting atau efek yang lain.”   “Bukan masakah kru tambahan. Tapi aku nggak bisa kerja kalau nggak ada Nina. Dia yang selama ini menyiapkan perangkat memotretku. Kalau nggak ada dia, bisa aja aku terlupa sesuatu,” Dion tetap bersikeras. Dia kukuh meminta Nina ikut dalam perjalanan mereka. Sementara di sisi Nina, membayangkan apa yang akan mereka lakukan sepanjang perjalanan saja sudah membuat dirinya pusing dan mual.   ‘Hhh.. Tak tahu malu. Mereka berdua memang tak tahu malu,’ umpat Nina dalam hati.   “Ohh.. Bagaimana jika make-up artis atau Mbak Dian juga ikut?” Nina kini mencari pendukung lainnya.   “Uhhmm, aku nggak bisa. Hari ini harus kembali ke Jakarta,” Dian menjawab cepat.   “Aku juga nggak bisa,” jawab Reny, make-up artis Mona.   ‘Hmm.. baiklah. Tampaknya Mona sudah bersekongkol dengan teman-temannya,’ kembali Nina membatin dengan geram.   Cengiran di sudut bibir Dion yang sekilas tertangkap mata Nina benar-benar semakin membuatnya sebal. Ia tahu perangai Boss-nya yang selalu bertindak seenak hati sendiri. Dan nalurinya mengatakan jika kini sedang dikerjai oleh mentornya itu. Entah apa maksudnya dia tega berbuat seperti ini. Rendezvous bersama artis terkenal, tapi seolah pamer dan sengaja mempertontonkan hal tersebut di depan matanya.   “Sayang, bukankah kita hanya akan melakukan pemotretan pribadi? Mungkin sebaiknya hanya antara aku dan kamu saja,” protes lemah artis yang terkenal selalu ingin dituruti kemauannya itu, tapi seakan tak berdaya berdaya pada kehendak Dion. Ia sendiri juga heran, kenapa Dion menjadi sedikit berubah dan tak seperti dulu lagi yang pasti akan dengan suka cita menyambut ajakannya melakukan petualangan.   “Iya, benar kata kamu. Tapi aku kan profesional. Kontrak mengharuskan aku bekerja dengan hasil memuaskan. Karena itulah aku butuh seorang asisten yang bisa back-up proses kerja.” Tak ada beban dalam nada suara Dion. Seperti biasa, kata yang diucapkan selalu seenak hati dia saja.   “Tapi..”Hampir bersamaan Mona dan Nina berusaha memprotes lagi.   “Ups, sorry. Nggak pake tapi. Itu kebijakan diriku menyangkut profesi.”   Nina membuang muka sebal, sementara Mona yang lebih dewasa berusaha menetralisir perasaannya sendiri.   Sebenarnya, tujuan Mona membuat kontrak eksklusive untuk pemotretan pribadi adalah hanya sekedar dalih agar Ia puas berduaan dengan Dion. Pada suatu ketika dulu, Ia pernah melakukan itu bersamanya. Dan hasilnya begitu amazing, karena satu minggu penuh perjalanan bersama sang maestro fotografi tersebut telah mampu membuatnya bahagia. Bukan hanya sekedar memanjakan perasaan senang karena perjalanan itu, namun juga menyegarkan seluruh jiwa raganya dalam siraman madu cinta bersama Dion.   Sekarang, hati kecilnya seolah berbisik jika Dion telah merencanakan ini. Melibatkan orang ketiga dalam perjalanan mereka untuk menghindar dari keintiman seperti dulu. ‘Hmmm.. apapun permainannya, aku tak akan mundur,’ demikin Ia membatin.   “Baiklah jika itu mau kamu. Jika demikian, aku juga mau mengajak Upiek, asisten pribadiku. Kasihan juga Nina nanti kalau harus sendiri saat aku berdua dengan Dion. Hi-hi-hi...,” tanpa malu lagi Mona mengutarakan maksud tersembunyinya.   “Oke, deal. Berarti kita bertemu besok pagi. Sekarang aku beserta all crew pamit pulang dulu ke base camp untuk berbagi tugas selanjutnya.”   “Oke. tapi aku ralat sedikit. Aku tunggu kamu nanti malam untuk dinner di Villa,” sahut Mona tak mau kalah.   “Hmmm... Baiklah, toh tempat tinggal kita disini juga dekat.”   Mereka memang sama-sama memiliki rumah peristirahatan di daerah Denpasar. Bedanya Mona memiliki Villa mewah di daerah Canggu, sementara rumah Dion ada di sebuah perumahan dekat daerah tersebut di wilayah Denpasar barat.   “Baik, jam 7?”   “Oke. Sendiri atau boleh ajak Nina?”   Lagi-lagi kata-kata Dion memancing ekspresi wajah tak enak dari si pemilik nama yang disebut.   “Ehh, Mas. Aku kan harus menyiapkan segala peralatan yang akan dibawa besok. Belum semua aku bersihkan. Juga foto-foto yang kita ambil sedari kemarin harus aku back-up dan proses awal,” spontan Nina memprotes.   Dion terdiam, lalu menyadari jika kata Nina benar adanya. Ia memang sudah memberi kepercayaan penuh pada asisistennya itu untuk selalu menyeleksi awal foto-foto hasil jepretannya sebelum di proses lebih lanjut.   “Hmmm.. Baik. mari kita pulang sekarang. Sepertinya aku juga butuh tidur setelah tadi bangun sangat awal.”   Mereka berkemas dan membereskan barang bawaan masing-masing agar tak tercecer, kemudian saling mengucap salam untuk berpisah kendaraan. Dengan manja, Mona memeluk Dion sambil mengingatkan kencan mereka malam ini. Sebuah ciuman mesra dilemparkan oleh artis ternama tersebut. Tak hanya cium pipi layaknya dua orang yang bersahabat, namun sebuah ciuman bibir mendarat hangat pada bibir Dion. Itu adalah sebuah undangan, sekaligus janji mesra untuk kencan makan malam mereka nanti.   Dengan gaya khas, Sang maestro langsung menyambut kecup hangat tersebut sambil meraih pinggang Mona. Semua tak menyadari jika tepat di belakang mereka ada sesosok yang tak dapat menahan diri untuk membuang muka dengan sebal. Dia adalah Nina!   ***  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD