BAB - 18

3034 Words
Setelah mendengar segala perkataan yang Tuan Garfiel lontarkan, rasanya hatiku seperti tercabik-cabik, terluka, dan itu sangat menyakitkan. Aku tidak tahu harus menjawab apa lagi untuk merespon ucapan-ucapannya, sebab aku sudah sangat putus asa, bahkan aku yakin, jika semisalnya mataku terbukapun, pandanganku akan terkesan kosong dan hampa. Sungguh, mendengar orang yang kau sangat obsesikan, menghina dan merendahkanmu sebegitu sadisnya, pasti akan terasa sangat perih, bahkan lebih perih dari ditusuk sebuah pedang sungguhan. Sebelumnya, aku sangat terobsesi pada Tuan Garfiel, tetapi sekarang, aku tidak tahu harus bagaimana, penilaianku terhadap Tuan Garfiel jadi terasa kacau, aku tidak membencinya, tetapi rasa sukaku jadi berkurang. Daripada membencinya, mungkin akan lebih tepat jika aku tidak mengganggunya. Ya, aku yakin, Tuan Garfiel merasa terganggu melatih orang asing yang kurang ajar sepertiku. Karena itulah, aku tidak peduli lagi pada segala aturan yang dikatakan oleh Tuan Garfiel, aku langsung saja membuka mataku lebar-lebar, tanpa seizinnya, dan pandangan pertama yang kulihat adalah wajah Tuan Garfiel yang tampak begitu jijik melihatku. “Bersikap kurang ajar lagi, sepertinya kau tidak kapok juga, ya, Goro?” kata Tuan Garfiel dengan suara yang bergemuruh. “Maaf, tetapi aku tidak bisa membuatmu merasa tidak nyaman, aku senang Anda bisa menepati janji, tetapi maaf, aku akan mencari guru lain, maaf telah mengganggu Anda, dan selamat berakhir pekan, Tuan Garfiel.” Ujarku dengan sangat cepat dan tergesa-gesa, lalu segera membalikkan badan, berjalan meninggalkan Tuan Garfiel yang masih sedang berdiri tegak di tempatnya. Melihat aku yang tiba-tiba pergi meninggalkan Tuan Garfiel, membuat Rio terkejut dan berdiri dari posisi duduknya di tepian aula, dia terlihat kaget dan kebingungan pada kejadian itu. Aku bersikap dingin pada Rio dan langsung melenggang keluar dari kediaman Tuan Garfiel, sementara Rio berusaha sekuat mungkin mengejar langkahku yang kian cepat dari sebelumnya, sampai akhirnya dia menghadang dan menghentikkan langkahku dengan berdiri di hadapanku, sembari merentangkan dua tangannya. “Tunggu! Goro! Tunggu dulu!” seru Rio dengan berusaha semaksimal mungkin menahan tubuhku yang ingin terus berjalan pergi dari kediaman Tuan Garfiel. “Kau ini kenapa!? Apa yang terjadi padamu!? Mengapa kau terlihat seperti orang yang sedang marah dan ingin menangis!? Sebenarnya, apa yang terjadi!? Jelaskan padaku sekarang!” Rio terus memintaku untuk menjelaskan segala yang telah terjadi di sesi latihanku, sebab ia tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi di antara aku dan Tuan Garfiel, sampai menyebabkan aku jadi tampak emosi begitu. Aku paham, tetapi aku tidak bisa menjelaskannya di sini, aku benar-benar ingin pergi dari kediaman Tuan Garfiel, setidaknya ke suatu tempat yang jauh dari sini. Namun, Rio masih keras kepala tidak bisa memahamiku. Dia malah semakin keras memaksaku untuk menjelaskan sesuatu yang terjadi di sesi latihan, dan aku masih tidak mau menjelaskannya karena aku tidak ingin mengingatnya lagi. “Apakah Tuan Garfiel telah mengatakan sesuatu padamu? Tolong, Goro! Jelaskan dulu masalahmu padaku! Aku ingin mengetahuinya! Agar aku bisa mencari solusi atas masalahmu! Sebab, hanya Tuan Garfiellah, mentor yang paling ahli dan terkenal di kota ini, jika kau kehilangannya, itu bisa sangat merugikanmu, Goro!” “Kenapa kau tidak bisa membiarkanku sebentar saja!? Aku tidak mau menjelaskannya sekarang! Biarkan aku sendiri! Jangan ganggu aku sebelum emosiku stabil! Ingatlah itu!” Setelah mengatakan itu, aku langsung berjalan angkuh meninggalkan Rio yang masih tampak kebingungan. Maaf, Rio, tapi aku tidak bisa memberitahumu sekarang. Aku tahu kamu pasti sangat ingin mengetahuinya, tetapi jangan sekarang, aku masih sedang sangat sedih dan marah, emosiku sedang sangat tidak stabil, jika aku paksakan menjelaskan semua itu padamu, kesedihan dan amarahku bisa meledak dan aku tidak mau melampiaskannya padamu. Jadi kupikir, akan lebih baik jika aku melampiaskan emosiku sendirian. Aku tidak mau menyakiti siapapun. Sampai di kamar hotel, aku menangis tersedu-sedu di sana sendirian, aku benar-benar sakit hati saat mengingat segala yang dikatakan oleh Tuan Garfiel, mengapa dia sangat kejam dan keji padaku? Apakah dia sebegitunya tidak tertarik padaku, sampai-sampai tidak peduli pada setiap perkataannya yang dapat menyakitiku? Aku tidak mengerti mengapa dia bisa sejahat itu padaku? Hatiku benar-benar terluka. Apakah semua murid yang dia ajarkan pernah mengalami hal sepertiku? Aku tidak tahu, dan aku tidak mau tahu. Apa yang Tuan Garfiel katakan padaku, sama saja seperti dia tidak menginginkanku dan mengusirku dari kediamannya. Dia menganggap aku sama sekali tidak punya potensi untuk menjadi bagian dari murid-murid hebatnya. Mungkin dia melihatku seperti orang yang tidak punya kelebihan apa-apa, dan tidak layak untuk menjadi seorang penyihir. Seharusnya orang sepertiku tidak perlu menjadi seorang penyihir, bahkan bermimpi saja, itu tidak layak. “Aku benar-benar bodoh, sial.” Lirihku dengan tersengguk-sengguk. Wajahku saat ini basah dipenuhi oleh air mataku yang berceceran ke mana-mana, aku merasa sangat sakit hati sekarang. Aku tidak pernah menyangka akan menangis lagi seperti ini setelah bertahun-tahun lamanya, seingatku, terakhir kalinya aku menangis seperti ini saat aku masih berusia 12 tahun, dan itu sudah lama sekali. Dan sekarang, hal itu terulang kembali. Tangisanku jadi tidak jauh beda seperti tangisan anak kecil. Seketika, aku mendengar derap langkah yang mendatangi pintu kamar hotelku, sepertinya Rio sudah menyusulku pulang, aku cepat-cepat menghapus air mataku dan berusaha bersikap seperti biasa. Namun, saat pintu kamar terbuka, aku sangat terkejut karena yang masuk ke dalam kamar hotelku bukanlah Rio, melainkan Tuan Garfiel. Sumpah, mataku sekarang melotot sangat lebar, aku tidak tahu bagaimana menjelaskannya, tapi aku benar-benar sangat terbelalak melihatnya. Orang itu. Pria tua berbadan tinggi itu ada di ruanganku, entah bagaimana, dia berhasil mengejarku sampai kemari. Aku tidak mengerti apa maksud dari semua ini, tapi aku tidak bisa menyangkalnya kalau aku begitu kaget. “Mengapa kau lari dariku, Goro? Apakah kau tahu, sifat kurang ajarmu jadi semakin melambung tinggi. Tidak sadarkah kau, telah membuatku kesal?” Mendengar itu, aku hanya menggigit bibirku bawahku, dan menatap matanya tajam, kemudian dengan memberanikan diri, aku membalas ucapannya. “Lalu kenapa Anda datang kemari? Unutk apa Anda menemuiku jika Anda tidak ingin memiliki murid kurang ajar sepertiku? Seharusnya Anda paham, perginya diriku, bermakna bahwa aku tidak mau merepotkan Anda, dengan melatih orang yang kurang ajar sepertiku, menjadi seorang penyihir!” Seketika, Tuan Garfiel tersenyum tipis. “Bagus, beginilah seharusnya, kau marah, kau sedih, kau kesal, kau jijik, kau benci, kau terluka. Beginilah seharusnya sifat seorang manusia.” Mengernyitkan alis, aku terheran. “Apa maksud Anda, Tuan Garfiel?” Saat ini, aku sedang berdiri diam di depan Tuan Garfiel, masih memejamkan mata, kepalaku tertunduk. Setelah mendengar segala perkataan yang Tuan Garfiel lontarkan, rasanya hatiku seperti tercabik-cabik, terluka, dan itu sangat menyakitkan. Aku tidak tahu harus menjawab apa lagi untuk merespon ucapan-ucapannya, sebab aku sudah sangat putus asa, bahkan aku yakin, jika semisalnya mataku terbukapun, pandanganku akan terkesan kosong dan hampa. Sungguh, mendengar orang yang kau sangat obsesikan, menghina dan merendahkanmu sebegitu sadisnya, pasti akan terasa sangat perih, bahkan lebih perih dari ditusuk sebuah pedang sungguhan. Sebelumnya, aku sangat terobsesi pada Tuan Garfiel, tetapi sekarang, aku tidak tahu harus bagaimana, penilaianku terhadap Tuan Garfiel jadi terasa kacau, aku tidak membencinya, tetapi rasa sukaku jadi berkurang. Daripada membencinya, mungkin akan lebih tepat jika aku tidak mengganggunya. Ya, aku yakin, Tuan Garfiel merasa terganggu melatih orang asing yang kurang ajar sepertiku. Karena itulah, aku tidak peduli lagi pada segala aturan yang dikatakan oleh Tuan Garfiel, aku langsung saja membuka mataku lebar-lebar, tanpa seizinnya, dan pandangan pertama yang kulihat adalah wajah Tuan Garfiel yang tampak begitu jijik melihatku. “Bersikap kurang ajar lagi, sepertinya kau tidak kapok juga, ya, Goro?” kata Tuan Garfiel dengan suara yang bergemuruh. “Maaf, tetapi aku tidak bisa membuatmu merasa tidak nyaman, aku senang Anda bisa menepati janji, tetapi maaf, aku akan mencari guru lain, maaf telah mengganggu Anda, dan selamat berakhir pekan, Tuan Garfiel.” Ujarku dengan sangat cepat dan tergesa-gesa, lalu segera membalikkan badan, berjalan meninggalkan Tuan Garfiel yang masih sedang berdiri tegak di tempatnya. Melihat aku yang tiba-tiba pergi meninggalkan Tuan Garfiel, membuat Rio terkejut dan berdiri dari posisi duduknya di tepian aula, dia terlihat kaget dan kebingungan pada kejadian itu. Aku bersikap dingin pada Rio dan langsung melenggang keluar dari kediaman Tuan Garfiel, sementara Rio berusaha sekuat mungkin mengejar langkahku yang kian cepat dari sebelumnya, sampai akhirnya dia menghadang dan menghentikkan langkahku dengan berdiri di hadapanku, sembari merentangkan dua tangannya. “Tunggu! Goro! Tunggu dulu!” seru Rio dengan berusaha semaksimal mungkin menahan tubuhku yang ingin terus berjalan pergi dari kediaman Tuan Garfiel. “Kau ini kenapa!? Apa yang terjadi padamu!? Mengapa kau terlihat seperti orang yang sedang marah dan ingin menangis!? Sebenarnya, apa yang terjadi!? Jelaskan padaku sekarang!” Rio terus memintaku untuk menjelaskan segala yang telah terjadi di sesi latihanku, sebab ia tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi di antara aku dan Tuan Garfiel, sampai menyebabkan aku jadi tampak emosi begitu. Aku paham, tetapi aku tidak bisa menjelaskannya di sini, aku benar-benar ingin pergi dari kediaman Tuan Garfiel, setidaknya ke suatu tempat yang jauh dari sini. Namun, Rio masih keras kepala tidak bisa memahamiku. Dia malah semakin keras memaksaku untuk menjelaskan sesuatu yang terjadi di sesi latihan, dan aku masih tidak mau menjelaskannya karena aku tidak ingin mengingatnya lagi. “Apakah Tuan Garfiel telah mengatakan sesuatu padamu? Tolong, Goro! Jelaskan dulu masalahmu padaku! Aku ingin mengetahuinya! Agar aku bisa mencari solusi atas masalahmu! Sebab, hanya Tuan Garfiellah, mentor yang paling ahli dan terkenal di kota ini, jika kau kehilangannya, itu bisa sangat merugikanmu, Goro!” “Kenapa kau tidak bisa membiarkanku sebentar saja!? Aku tidak mau menjelaskannya sekarang! Biarkan aku sendiri! Jangan ganggu aku sebelum emosiku stabil! Ingatlah itu!” Setelah mengatakan itu, aku langsung berjalan angkuh meninggalkan Rio yang masih tampak kebingungan. Maaf, Rio, tapi aku tidak bisa memberitahumu sekarang. Aku tahu kamu pasti sangat ingin mengetahuinya, tetapi jangan sekarang, aku masih sedang sangat sedih dan marah, emosiku sedang sangat tidak stabil, jika aku paksakan menjelaskan semua itu padamu, kesedihan dan amarahku bisa meledak dan aku tidak mau melampiaskannya padamu. Jadi kupikir, akan lebih baik jika aku melampiaskan emosiku sendirian. Aku tidak mau menyakiti siapapun. Sampai di kamar hotel, aku menangis tersedu-sedu di sana sendirian, aku benar-benar sakit hati saat mengingat segala yang dikatakan oleh Tuan Garfiel, mengapa dia sangat kejam dan keji padaku? Apakah dia sebegitunya tidak tertarik padaku, sampai-sampai tidak peduli pada setiap perkataannya yang dapat menyakitiku? Aku tidak mengerti mengapa dia bisa sejahat itu padaku? Hatiku benar-benar terluka. Apakah semua murid yang dia ajarkan pernah mengalami hal sepertiku? Aku tidak tahu, dan aku tidak mau tahu. Apa yang Tuan Garfiel katakan padaku, sama saja seperti dia tidak menginginkanku dan mengusirku dari kediamannya. Dia menganggap aku sama sekali tidak punya potensi untuk menjadi bagian dari murid-murid hebatnya. Mungkin dia melihatku seperti orang yang tidak punya kelebihan apa-apa, dan tidak layak untuk menjadi seorang penyihir. Seharusnya orang sepertiku tidak perlu menjadi seorang penyihir, bahkan bermimpi saja, itu tidak layak. “Aku benar-benar bodoh, sial.” Lirihku dengan tersengguk-sengguk. Wajahku saat ini basah dipenuhi oleh air mataku yang berceceran ke mana-mana, aku merasa sangat sakit hati sekarang. Aku tidak pernah menyangka akan menangis lagi seperti ini setelah bertahun-tahun lamanya, seingatku, terakhir kalinya aku menangis seperti ini saat aku masih berusia 12 tahun, dan itu sudah lama sekali. Dan sekarang, hal itu terulang kembali. Tangisanku jadi tidak jauh beda seperti tangisan anak kecil. Seketika, aku mendengar derap langkah yang mendatangi pintu kamar hotelku, sepertinya Rio sudah menyusulku pulang, aku cepat-cepat menghapus air mataku dan berusaha bersikap seperti biasa. Namun, saat pintu kamar terbuka, aku sangat terkejut karena yang masuk ke dalam kamar hotelku bukanlah Rio, melainkan Tuan Garfiel. Sumpah, mataku sekarang melotot sangat lebar, aku tidak tahu bagaimana menjelaskannya, tapi aku benar-benar sangat terbelalak melihatnya. Orang itu. Pria tua berbadan tinggi itu ada di ruanganku, entah bagaimana, dia berhasil mengejarku sampai kemari. Aku tidak mengerti apa maksud dari semua ini, tapi aku tidak bisa menyangkalnya kalau aku begitu kaget. “Mengapa kau lari dariku, Goro? Apakah kau tahu, sifat kurang ajarmu jadi semakin melambung tinggi. Tidak sadarkah kau, telah membuatku kesal?” Mendengar itu, aku hanya menggigit bibirku bawahku, dan menatap matanya tajam, kemudian dengan memberanikan diri, aku membalas ucapannya. “Lalu kenapa Anda datang kemari? Unutk apa Anda menemuiku jika Anda tidak ingin memiliki murid kurang ajar sepertiku? Seharusnya Anda paham, perginya diriku, bermakna bahwa aku tidak mau merepotkan Anda, dengan melatih orang yang kurang ajar sepertiku, menjadi seorang penyihir!” Seketika, Tuan Garfiel tersenyum tipis. “Bagus, beginilah seharusnya, kau marah, kau sedih, kau kesal, kau jijik, kau benci, kau terluka. Beginilah seharusnya sifat seorang manusia.” Mengernyitkan alis, aku terheran. “Apa maksud Anda, Tuan Garfiel?” Saat ini, aku sedang berdiri diam di depan Tuan Garfiel, masih memejamkan mata, kepalaku tertunduk. Setelah mendengar segala perkataan yang Tuan Garfiel lontarkan, rasanya hatiku seperti tercabik-cabik, terluka, dan itu sangat menyakitkan. Aku tidak tahu harus menjawab apa lagi untuk merespon ucapan-ucapannya, sebab aku sudah sangat putus asa, bahkan aku yakin, jika semisalnya mataku terbukapun, pandanganku akan terkesan kosong dan hampa. Sungguh, mendengar orang yang kau sangat obsesikan, menghina dan merendahkanmu sebegitu sadisnya, pasti akan terasa sangat perih, bahkan lebih perih dari ditusuk sebuah pedang sungguhan. Sebelumnya, aku sangat terobsesi pada Tuan Garfiel, tetapi sekarang, aku tidak tahu harus bagaimana, penilaianku terhadap Tuan Garfiel jadi terasa kacau, aku tidak membencinya, tetapi rasa sukaku jadi berkurang. Daripada membencinya, mungkin akan lebih tepat jika aku tidak mengganggunya. Ya, aku yakin, Tuan Garfiel merasa terganggu melatih orang asing yang kurang ajar sepertiku. Karena itulah, aku tidak peduli lagi pada segala aturan yang dikatakan oleh Tuan Garfiel, aku langsung saja membuka mataku lebar-lebar, tanpa seizinnya, dan pandangan pertama yang kulihat adalah wajah Tuan Garfiel yang tampak begitu jijik melihatku. “Bersikap kurang ajar lagi, sepertinya kau tidak kapok juga, ya, Goro?” kata Tuan Garfiel dengan suara yang bergemuruh. “Maaf, tetapi aku tidak bisa membuatmu merasa tidak nyaman, aku senang Anda bisa menepati janji, tetapi maaf, aku akan mencari guru lain, maaf telah mengganggu Anda, dan selamat berakhir pekan, Tuan Garfiel.” Ujarku dengan sangat cepat dan tergesa-gesa, lalu segera membalikkan badan, berjalan meninggalkan Tuan Garfiel yang masih sedang berdiri tegak di tempatnya. Melihat aku yang tiba-tiba pergi meninggalkan Tuan Garfiel, membuat Rio terkejut dan berdiri dari posisi duduknya di tepian aula, dia terlihat kaget dan kebingungan pada kejadian itu. Aku bersikap dingin pada Rio dan langsung melenggang keluar dari kediaman Tuan Garfiel, sementara Rio berusaha sekuat mungkin mengejar langkahku yang kian cepat dari sebelumnya, sampai akhirnya dia menghadang dan menghentikkan langkahku dengan berdiri di hadapanku, sembari merentangkan dua tangannya. “Tunggu! Goro! Tunggu dulu!” seru Rio dengan berusaha semaksimal mungkin menahan tubuhku yang ingin terus berjalan pergi dari kediaman Tuan Garfiel. “Kau ini kenapa!? Apa yang terjadi padamu!? Mengapa kau terlihat seperti orang yang sedang marah dan ingin menangis!? Sebenarnya, apa yang terjadi!? Jelaskan padaku sekarang!” Rio terus memintaku untuk menjelaskan segala yang telah terjadi di sesi latihanku, sebab ia tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi di antara aku dan Tuan Garfiel, sampai menyebabkan aku jadi tampak emosi begitu. Aku paham, tetapi aku tidak bisa menjelaskannya di sini, aku benar-benar ingin pergi dari kediaman Tuan Garfiel, setidaknya ke suatu tempat yang jauh dari sini. Namun, Rio masih keras kepala tidak bisa memahamiku. Dia malah semakin keras memaksaku untuk menjelaskan sesuatu yang terjadi di sesi latihan, dan aku masih tidak mau menjelaskannya karena aku tidak ingin mengingatnya lagi. “Apakah Tuan Garfiel telah mengatakan sesuatu padamu? Tolong, Goro! Jelaskan dulu masalahmu padaku! Aku ingin mengetahuinya! Agar aku bisa mencari solusi atas masalahmu! Sebab, hanya Tuan Garfiellah, mentor yang paling ahli dan terkenal di kota ini, jika kau kehilangannya, itu bisa sangat merugikanmu, Goro!” “Kenapa kau tidak bisa membiarkanku sebentar saja!? Aku tidak mau menjelaskannya sekarang! Biarkan aku sendiri! Jangan ganggu aku sebelum emosiku stabil! Ingatlah itu!” Setelah mengatakan itu, aku langsung berjalan angkuh meninggalkan Rio yang masih tampak kebingungan. Maaf, Rio, tapi aku tidak bisa memberitahumu sekarang. Aku tahu kamu pasti sangat ingin mengetahuinya, tetapi jangan sekarang, aku masih sedang sangat sedih dan marah, emosiku sedang sangat tidak stabil, jika aku paksakan menjelaskan semua itu padamu, kesedihan dan amarahku bisa meledak dan aku tidak mau melampiaskannya padamu. Jadi kupikir, akan lebih baik jika aku melampiaskan emosiku sendirian. Aku tidak mau menyakiti siapapun. Sampai di kamar hotel, aku menangis tersedu-sedu di sana sendirian, aku benar-benar sakit hati saat mengingat segala yang dikatakan oleh Tuan Garfiel, mengapa dia sangat kejam dan keji padaku? Apakah dia sebegitunya tidak tertarik padaku, sampai-sampai tidak peduli pada setiap perkataannya yang dapat menyakitiku? Aku tidak mengerti mengapa dia bisa sejahat itu padaku? Hatiku benar-benar terluka. Apakah semua murid yang dia ajarkan pernah mengalami hal sepertiku? Aku tidak tahu, dan aku tidak mau tahu. Apa yang Tuan Garfiel katakan padaku, sama saja seperti dia tidak menginginkanku dan mengusirku dari kediamannya. Dia menganggap aku sama sekali tidak punya potensi untuk menjadi bagian dari murid-murid hebatnya. Mungkin dia melihatku seperti orang yang tidak punya kelebihan apa-apa, dan tidak layak untuk menjadi seorang penyihir. Seharusnya orang sepertiku tidak perlu menjadi seorang penyihir, bahkan bermimpi saja, itu tidak layak. “Aku benar-benar bodoh, sial.” Lirihku dengan tersengguk-sengguk. Wajahku saat ini basah dipenuhi oleh air mataku yang berceceran ke mana-mana, aku merasa sangat sakit hati sekarang. Aku tidak pernah menyangka akan menangis lagi seperti ini setelah bertahun-tahun lamanya, seingatku, terakhir kalinya aku menangis seperti ini saat aku masih berusia 12 tahun, dan itu sudah lama sekali. Dan sekarang, hal itu terulang kembali. Tangisanku jadi tidak jauh beda seperti tangisan anak kecil. Seketika, aku mendengar derap langkah yang mendatangi pintu kamar hotelku, sepertinya Rio sudah menyusulku pulang, aku cepat-cepat menghapus air mataku dan berusaha bersikap seperti biasa. Namun, saat pintu kamar terbuka, aku sangat terkejut karena yang masuk ke dalam kamar hotelku bukanlah Rio, melainkan Tuan Garfiel. Sumpah, mataku sekarang melotot sangat lebar, aku tidak tahu bagaimana menjelaskannya, tapi aku benar-benar sangat terbelalak melihatnya. Orang itu. Pria tua berbadan tinggi itu ada di ruanganku, entah bagaimana, dia berhasil mengejarku sampai kemari. Aku tidak mengerti apa maksud dari semua ini, tapi aku tidak bisa menyangkalnya kalau aku begitu kaget. “Mengapa kau lari dariku, Goro? Apakah kau tahu, sifat kurang ajarmu jadi semakin melambung tinggi. Tidak sadarkah kau, telah membuatku kesal?” Mendengar itu, aku hanya menggigit bibirku bawahku, dan menatap matanya tajam, kemudian dengan memberanikan diri, aku membalas ucapannya. “Lalu kenapa Anda datang kemari? Unutk apa Anda menemuiku jika Anda tidak ingin memiliki murid kurang ajar sepertiku? Seharusnya Anda paham, perginya diriku, bermakna bahwa aku tidak mau merepotkan Anda, dengan melatih orang yang kurang ajar sepertiku, menjadi seorang penyihir!” 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD