Sepuluh

1345 Words
SEPULUH Ifa duduk termenung di atas sofa ruang tamu rumahnya, tangannya bergetar melihat struk ditangannya itu dengan total belanja mencapai 5 jutaan, Ifa menghembuskan napasnya berkali-kali, dirinya mengakui jika tak pernah membeli kebutuhan sampai totalnya seperti itu. Ifa juga mengingat ucapan asal dari mulut Kayden bahwa lelaki itu bilang 'harga itu sangat murah sekali'  seketika Ifa hanya diam dan sadar jika Kayden ini CEO ya pastinya kaya raya. Fio tertidur pulas di gendongan Kayden sedangkan tadi dirinya membawa beberapa kantong plastik ditangannya. Ifa hanya mengangguk menurut saja membawa semua belanjaan itu tapi pada akhirnya Kayden tertawa lalu memindahkan Fio di tangan Ifa dan dirinya membawa semua belanjaan itu tersebut di kedua tangannya. Drttt~ Ponsel Ifa bergetar lalu segera ia menyalakan ponselnya dan menatap layar itu yang ternyata sebuah nomor tak dikenalinya tapi seketika dahinya mengernyit heran lantas terkekeh kecil. xxxxxx879 Sv Ceo ganteng me: Iya pak my ceo: Besok jangan malas bekerja! "Siapa juga yang malas Pak, kalau malas ya gak gajian "gumam Ifa seraya  menggelengkan kepalanya. Tadi juga Kayden meminta nomor ponselnya secara paksa dengan alasan untuk membalas budi karena sudah dibelanjakan. Maksudnya bagaimana coba pikir Ifa yang sebenarnya tertawa di dalam hati. Ifa baru tahu jika Kayden sangat menyukai anak kecil terlihat jika Kayden memberlakukan Fio sangat baik sekali layaknya anaknya sendiri. Disisi lain di tempat yang berbeda seorang lelaki tampan terkekeh geli melihat balasan demi alasan seseorang yang membuat hatinya tertarik pada orang yang ia chat saat ini. "Kakak kayak orang gila tertawa sendiri gitu, "ucap Keysa risih melihat kakaknya yang entah mengapa tertawa mengakak begitu. " Gila jatuh cinta juga gak papa, "balas Kayden asal yang sepertinya mendengar ucapan adiknya. " Oh ya kak, Key baru inget. Kemarin lalu saat kakak mengajak seorang wanita untuk masuk ke dalam mobil, itu siapa? Jelaskan! "suruh Keysa tegas membuat Kayden menghentikan aktivitas chat-chatannya bersama seseorang. " Kenapa? Masalah buat kamu? " " Ya masalah lah kak, aku curiga aja kakak hamilin orang itu kan? "Keysa menatap selidik ke arah kakaknya. " Kakak bukan lelaki penebar benih sembarang orang. " " Tapi kakak sering ke club! "sentak Keysa yang nada bicara mulai meninggi. Kayden tahu jika Keysa sangat marah dan takut jika dirinya menghamili anak orang sembarangan. " Iya itu dulu tapi sekarang kakak enggak pernah lagi. Kakak sudah tobat Keysa! "balas Kayden pelan tapi penuh penekanan pada ucapannya. " Terus kenapa anaknya mirip sama kakak? " " Mungkin itu kebetulan Key. Kakak bukan lelaki seperti itu jika kakak menghamili seseorang, kakak pasti tanggung jawab." Kayden berjalan mendekati Keysa yang sedang duduk mematung di ruang makan. "Kak tolong jangan jadi lelaki b******k. Aku akan membenci kakak kalau kakak jadi lelaki seperti  itu. "Kedua mata Keysa mulai berkaca-kaca menatap kakaknya yang kini duduk di sampingnya. " Iya Key. Kakak masih ingat punya adik perempuan dan ibu jadi kakak gak mungkinlah menghamili seorang wanita sembarang. " " Aku sayang sama kakak, kakak adalah kebanggaanku dan aku selalu membanggakan kakak pada teman-temanku jadi semoga saja kakak bukan lelaki seperti itu. " Keysa menangis lalu tubuhnya didekap erat oleh Kayden. "Kakak bukan lelaki seperti itu, kakak juga sangat sayang padamu, Key." ... Esoknya, Seorang lelaki bertelanjang d**a hanya menggunakan handuk untuk menutupi tubuh bagian bawahnya. Lelaki itu berjalan menuju lemari kecil untuk mengambil kaos serta celana longgar. "Mirza, apa kau yakin berhenti bekerja?" tanya seorang wanita yang terbaring diranjang kecil, tubuh wanita itu hanya diselimuti kain tebal dari ujung kaki hingga dagunya. "Ya Magda, aku ingin berhenti bekerja seperti ini. Aku sudah merasa banyak dosa bekerja seperti ini hanya untuk mendapatkan uang banyak, "balas laki-laki itu bernama Mirza yang saat ini selesai berpakaian lengkap kini menatap Magda. "Tapi apa kamu yakin? "cicit Magda yang tak rela jika Mirza berhenti bekerja dengannya. " Aku sangat yakin. Sudahlah Magda, kamu cari laki-laki lain yang bisa memuaskanmu atau kamu bisa menikah dan tobat.  " " Ya sudah menikahlah denganku, "balas Magda santai. " Aku tidak bisa karena aku sangat mencintai Ifa dan ingin segera menikahi Ifa. " " Apa tubuhku sudah membuatmu bosan? "desah Magda kecewa ketika melihat lelaki mantan Ifa itu sedang duduk di kursi bermain ponsel. " Oh tolonglah Magda, aku merasa lelaki murahan yang tugasnya memuaskanmu. "Mirza mengacak-acak rambutnya kesal, dia benci pada dirinya sendiri karena bekerja seperti ini. " Aku juga w************n jadi kita sama-sama murahan kan? Tolonglah menikahlah denganku!" desak Magda pada Mirza. " Aku tidak mau Magda! Kenapa kamu memaksaku?" "Karena aku mencintaimu Mirza, aku sangat mencintaimu, "jawab Magda gugup karena saat ini Mirza menghampirinya dan duduk di pinggir kasur menatapnya dalam. " Kamu yang berjanji dulu saat kita melakukan itu jangan memakai perasaan tapi sepertinya kamu lupa dengan janjimu itu. Tapi maaf aku hanya mencintai Ifa, wanita yang masih gadis bukan wanita seperti mu! " bentak Mirza setelah mengusap pelan pipi Magda. Magda yang mendengar itu langsung saja menampar Mirza sangat keras hingga salah satu sisi pipi Mirza terdapat bekas telapak tangannya. " Kamu jahat Mirza! "teriak Magda ketika Mirza mulai beranjak berdiri dari duduknya. " Kamu lupa siapa  orang yang pertama merenggut keperawananku? Itu kamu Mirza!" teriak Magda yang sekarang menangis histeris. "Kamu yang menawari pekerjaan ini kan? Terus apa salahku? Itu semua salahmu Magda! " Kedua orang itu saling menyalahkan satu sama lain hingga akhirnya Mirza memutuskankeluar dengan membanting pintu rumahnya yang di dalamnya terdapat Magda masih dalam keadaan menangis penuh penyesalan. " Seandainya kamu tahu kalau aku mengandung anakmu Mirza, karena dari kemarin pun aku malas mengonsumsi obat anti hamil, "lirih Magda menyesal, menatap perutnya yang suatu saat perut itu makin membesar. ... Mirza berjalan tak tentu arah, bingung harus mencari pekerjaan apa karena ijazah SMA-nya hilang dan Mirza tak punya skill apa pun selain menjadi sopir. Mirza berkeliling di kota yang sangat ramai ini sungguh hatinya sangat merindukan Ifa. Dulu saat masih berpacaran bersama Ifa, ia merasa sangat nyaman. Wanita sederhana membuat Mirza langsung jatuh cinta. Mirza menyesali perbuatannya yang telah lama mengkhianati Ifa saat masih berpacaran. Mirza sering berbohong pada Ifa ketika Magda mengajak dirinya kencan itu juga dibayar oleh Magda sendiri membuat Mirza tak bisa menolak karena memang butuh uang. Ketika Mirza melewati restoran, kedua matanya tak sengaja melihat Ifa berpakaian seperti office girl sedang bersenda gurau bersama seorang pria yang menurutnya itu pria kaya raya terlihat jas kantoran itu sangat mencolok karena memang bukan jas biasa yang dipakai lelaki itu.  Kedua tangannya mengepal kuat ketika lelaki itu mengusap bibir Ifa yang belepotan dengan jempolnya. Pemandangan itu membuat hatinya kian memanas lalu segera lelaki itu pergi dari sini dengan perasaan marahnya yang memuncak. Di tengah-tengah dirinya berjalan Mirza tak sengaja melihat sebuah dompet hitam yang terjatuh dari kantong seorang pria paruh baya yang turun dari sebuah mobil mewah berwarna putih mengkilat. Pria itu melihat mobilnya yang sepertinya bannya bocor. Mirza segera mengambil dompet yang ternyata sangat tebal sekali lalu menghampiri lelaki paruh baya itu. "Permisi pak, "ucap Mirza pelan pada pria paruh baya itu yang saat ini sedang menelpon seseorang. Pria paruh baya itu menoleh padanya dengan memasang wajah datar lalu berkata," Kenapa? " Galak banget-batin Mirza. " Saya menemukan dompet milik bapak jatuh di sana tadi. Maaf pak saya lancang membuka dompet itu untuk melihat kartu nama, memastikan ini milik bapak atau bukan. "Mirza menyodorkan dompet itu pada pria paruh baya. Pria itu melihat isi dompetnya berulang kali dan sepertinya mengecek sesuatu ada yang hilang atau tidak. Pria itu mengangguk dan berkata," Terima kasih. " Mirza lalu pamit pergi tapi sebelum itu pria paruh baya itu memanggil dirinya lagi dan memberikan kartu nama padanya. " Apa kau butuh pekerjaan? Aku sedang membutuhkan seseorang yang bisa aku percayai tapi itu harus melewati masa training dulu untuk beberapa waktu yang cukup lumayan lama,   "ujarnya yang sangat tegas tapi tetap ekspresinya sangat datar tak ada senyuman sama sekali. Mirza yang mendengar itu seketika langsung mengangguk berkali-kali dan kedua matanya menatap berbinar pada pria paruh baya itu. " Itu kartu nama saya, besok datanglah ke kantor dan berikan itu pada seorang resepsionis," ucap pria paruh baya itu lalu kemudian masuk ke dalam sebuah mobil mewah itu meninggalkannya yang mematung di tempat itu. " Akhirnya," lirih Mirza bersyukur. ... 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD