Bab 3

2145 Words
"hah, bodoh aku. tentu saja rasanya sama saja kan, yang penting itu adalah ketenangan hati". gumamnya sendiri. fikiran Ali mulai terbuka. Ya, dia harus bisa berkomitmen. menjauh dari Julia bukanlah pilihan yang tepat. bayangan wanita itu terus berputar-putar di kepala nya. besok pagi dia harus bertemu dengan Julia. Dilain tempat, Julia sedang bercengkrama dengan sahabatnya Hapsyah. " bagai mana kalau aku pindah dari rumah ini syah. mengingat ucapan kak Ali aku takut. bagai mana kalau dia nekat padaku?". " kau mau pindah kemana, lia. ini adalah rumahmu. rumah ini memang sederhana, tapi ini adalah hasil perjuangan kak er. apa kau tega menjualnya kepada orang lain". ucap hapsyah kepada julia. "lagian, aku tak yakin pria m***m itu berani menyakiti adik dari sahabatnya. dia memang tertarik padamu, tapi dia juga menghargai mu. Kau sangat cantik, lia. dan kau istimewa. Dia pasti akan berubah fikiran. biarkan saja dulu dia berfikir". "Entah lah syah, aku bingung.sebenarnya aku masih belum yakin padanya. apa lagi setelah dia jujur dengan kebiasaannya". "maka, jika memang dia adalah takdirmu, kau harus berusaha menuntunnya menjadi pria yang lebih baik". ucap hapsyah dengan bijak. " mari kita tidur, ini sudah sangat larut malam. aku tak mau wajah cantikmu jadi layu karena kurang istirahat". ajak hapsyah mengakhiri perbincangan mereka. *** pagi hari pun tiba. Ali sudah bagun dari tidurnya lebih cepat dari biasanya. senyuman terukir di wajahnya, membayangkan dia akan menemui gadis pemikat hatinya. dia bersiap dan bercermin meneliti penampilannya. sungguh tingkah Ali seperti anak remaja yang baru mengenal cinta. dirasa sudah oke, Ali mengambil handphone dan kunci mobil dari nakas. dia akan menemui julia sendiri, tanpa ditemani dian, asistennya. sebelum berangkat, Ali menelpon Dian, agar asistennya membereskan semua rapat hari ini. Ali masuk ke mobil, sambil menghembuskan nafas. semoga ini adalah jalan yang tepat, batinnya. mobil pun melaju dengan santai. karena masih sangat pagi, jalanan masih sepi. bahkan Ali belum sempat sarapan. dia ingin mengajak julia sarapan diluar. tak sampai tiga puluh menit, Ali sudah sampai dirumah Julia. Ali keluar dari mobil. dan berjalan menuju pintu rumah yang sederhana itu. tok tok tok.. "assalamu'alaikum, salamnya. "wa'alaikum salam.., sebentar" sahut julia dari dalam. bibir Ali menipis, membentuk senyuman. hatinya seolah membuncah karena senangnya mendengar suara wanita itu. tak berapa lama, pintupun terbuka julia keluar dengan gamis seperti biasa dan hijabnya yang lebar menutupi seluruh tubuhnya. namun, Ali merasa Julia tetap sangat menarik. "Julia...., ucap Ali. sambil senyum merekah. ada rasa malu dihatinya. tapi rasa rindunya pada wanita itu mengalahkan semua. sama halnya dengan julia, wajahnya merona dan menunduk, tak pernah dia merasa diperhatikan oleh pria sedemikian intens. " kenapa kak ali kesini lagi?" tanya julia sambil menunduk. "aku rindu...eh... oh..." Ali terkejut, seolah tersadar dari kata katanya sendiri. Julia tersenyum malu dan menunduk, rona wajahnya sudah seperti kepiting rebus. tentu hal itu tak dilewatkan oleh Ali. menurutnya Julia semakin cantik bila tersenyum malu malu begitu. 'oh julia, kau membuatku lupa diri'. hatinya membatin. ingin rasanya dia membawa dan mengurung julia dikamarnya, memuaskan segala keinginan hati dan hasratnya pada wanita itu. ' sial, kenapa jadi m***m begini sih'. batin Ali kembali berbisik. "apakah kak Ali hanya ingin jadi patung disitu?" Ali terkesiap, pertanyaan julia menyadarkannya dari lamunan kotor yang menari di kepalanya. " ehmmm...., sebenarnya aku kesini ingin mengajakmu sarapan diluar, dan sekalian ada yang ingin aku bahas lagi padamu. julia terdiam sesaat. " tapi aku akan mengajak hapsyah temanku. apa kal Ali tidak keberatan?" tanya julia pada Ali, karena dia tak mau pergi berdua saja dengan sahabat kakaknya itu. " ya silahkan, tak apa. bisa melihatmu begini saja sudah merupakan hadiah untuk hatiku. kata Ali, kembali memancing rona merah wajah gadis kesayangannya itu. ' kesayangan huh,,, kau sudah berani mengklaim wanita itu sebagai gadis kesayanganmu hemmm' hatinya kembali membatin. tanpa pamit, Julia masuk kedalam rumah, guna memanggil hapsyah sahabatnya. didalam rumah bersama hapsyah " kenapa wajahmu merah begitu, apa kau demam?" tanya hapsyah sambil meletakkan tangannya di kening julia. "tidak, aku tidak apa apa. oh ya, kak ali mengajakku keluar untuk sarapan. tapi aku tidak mau pergi berdua saja dengannya. dan aku sudah bilang padanya akan mengajakmu ikut serta. kau tidak keberatan kan, menemaniku?" ucap julia. " tentu saja tidak, tidak akan kubiarkan setan ikut serta mengiringi langkah kalian. tapi, apa ada hal yang penting yang ingin dia sampaikan padamu, Julia?" " ya, dia bilang ada yang ingin disampaikan" "ya sudah kalau begitu, ayo kita pergi. aku takut dia tak kuat menunggumu terlalu lama didepan". jawab hapsyah membuat julia tersenyum malu. meraka pun keluar dari rumah itu, dan pergi mencari sarapan. Julia dan Hapsyah duduk di kursi belakang mobil seolah Ali adalah supir mereka. Ali mendesah pasrah, tak mungkin dia memaksa Julia duduk di sampingnya. " kalian ingin sarapan apa pagi ini?" Ali membuka percakapan. "kami ikut saja, dengan kak Ali" jawab Julia. "oke", kata Ali. diapun melajukan mobil ke arah restoran terdekat. yang mana restoran itu adalah milik sahabatnya yaitu Robby. restoran itu buka pagi pagi sekali, karena mereka menyediakan aneka makanan untuk sarapan. dalam beberapa menit, mereka pun sampai ke restoran. Ali cepat cepat turun, dan ingin membuka pintu untuk Julia, namun terlambat. karena Julia sudah membuka pintu mobil tersebut lebih dulu. mereka pun masuk kedalam restoran. ternyata sudah ada Robby dan istrinya disana. terlihat mereka sedang sarapan sambil bersenda gurau. ' mungkin aku akan seperti mereka sebentar lagi' batin Ali. " Hai bro... wah, ada dua bidadari yang mengikuti mu ya". sapa Robby lebih dahulu. " kami hanya ingin sarapan, dan aku ingat disini banyak pilihan menu. hai ema". sapa Ali pada istri sahabatnya itu. Ali mengajak julia dan Hapsyah ke meja Robby dan istrinya. " kenalkan, lia. ini sahabatku Robby dan ini Ema istrinya. Rob, ini Julia dan ini temannya Hapsyah". merekapun berkenalan, tentu saja Julia dan Hapsyah tidak mau berjabat tangan dengan Robby. tapi dengan Ema, mereka bahkan berpelukan. " Inikah gadis yang membuat mu hilang akal sehat heh...." sindir Robby terhadap sahabatnya itu, sengaja sedikit ingin membuat sahabatnya itu hilang muka dihadapan sang gadis pujaan. " aku masih sehat, Rob. mulutmu sekarang lebih cerewet dari biasanya , apa kau sudah tertular dengan istrimu". Ali tak mau kalah, seakan ingin mempermalukan sahabatnya itu juga. " Huh, kalian. kenapa malah bertengkar. mari sini gabung aja sarapannya ya. kebetulan juga kami baru mau sarapan" Ema memotong perdebatan Ali dan Robby. " maklumi aja ya, mereka ini kalau bertemu pasti ada saja bahan perdebatannya" lanjut Ema lagi pada Julia dan temannya. "sari, bawa lagi kemari menunya. hidang kan aja apa yang ada". kata Ema pada pegawainya. " Tidak usah repot mbak, ini saja sudah cukup kok. makanan ini masih banyak. jangan sampai nanti jadi mubazir" . Julia berujar. dia tak ingin ada makanan terbuang sia sia. " Hah...". kaget Ema. "tapi, biar kalian bisa mencicipi menu yang lain. jawab Ema lagi. " tidak apa mbak, lain waktu kita pilih menu yang lain. yang di meja ini masih sangat banyak". ucap Hapsyah lagi. mau tak mau, Ema pun menuruti Julia dan Hapsyah. " ya sudah kalau begitu maunya". katanya pasrah. merekapun akhirnya makan bersama sama. tidak ada yang terlibat percakapan selama mereka makan. setelah mereka selesai sarapan. mereka terlibat percakapan ringan. "jadi, dimana kalian bertemu, Ali?" Ema mulai bertanya pada Ali. " ehmmmm...", Ali merasa berat ingin menjawabnya. takut Julia kembali terkenang dengan Almarhum kakaknya yaitu Erwin. "Kak Ali yang membawa jenazah Kakakku pulang kerumah" . akhirnya Julia menjawab pertanyaan Ema. "Maaf,," kata Ema tak enak hati. " tidak apa apa mbak, saya sudah mengikhlaskannya. Allah pasti lebih menyayangi kak er". ucap Julia sambil tersenyum. "semuanya, aku ingin berbicara pada Julia. ada yang ingin ku sampaikan padanya" kata Ali sambil berdiri ingin mengajak Julia keluar dari restoran tersebut. "kenapa harus jauh jauh dari kami, disini juga kalian bisa berbicara" , sahut Robby " lagi pula aku sudah tahu, apa yang ingin kau sampaikan padanya". sambung Robby lagi membuat Ali jengkel. rasanya Ali ingin memaki sahabatnya itu . tapi tidak mungkin itu dilakukannya dihadapan Julia. " aku tahu kau ingin memaki ku, Al. dan aku tidak keberatan untuk itu. sudah biasa kau mengeluarkan sumpah serapah padaku. Kata Robby lagi. "sialan kau Rob...." akhirnya Ali memaki Robby juga. "bila kak Ali ingin berbicara padaku, kita kedepan saja kak. supaya tidak menimbulkan fitnah, kak. " kata julia, dia tidak ingin aksi saling serang itu terus berlanjut. " ayo.." ajak Ali selanjutnya. dan mereka akhirnya pergi ke depan restoran tersebut. duduk disebuah kursi yang disediakan disana. Ali menarik nafas panjang. ditatapnya julia dengan lama. rasanya berdekatan dengan Julia seperti ini membuat hatinya ingin melompat karena bahagianya. ' ingin rasanya.... oh, fikiran sialan ini kenapa bisa me**m sekali sih' keluhnya dalam hati. diusapnya wajahnya sekali untuk mengembalikan kesadarannya. "Julia,, say ...eh aku.. mau berkomitmen.. ehmmm....maksudku, e.. aku mau menikahi mu". "huh..." Julia terkejut mendengar ucapan Ali yang langsung pada intinya. "apa kakak sudah berfikir dengan serius. pernikahan adalah hal yang sakral. bukan hal yang bisa dijadikan lelucon. pernikahan juga bukan untuk uji coba. pernikahan itu ibadah yang paling lama masanya, durasinya tidak bisa ditentukan. karena kita terikat hingga ajal tiba. aku tidak mau jika harus menikah hanya karena ketertarikan, kak. cobalah berfikir lagi. kalimat panjang Julia memberi penjelasan pada Ali. "ya, aku mengerti itu. aku juga sudah berfikir secara matang. aku memang bukan pria yang baik, Julia. tidak ada yang pernah mengajari aku kemana aku harus melangkahkan kakiku. tudak ada orang yang mengenalkan ku dan menuntunku kepada agama. bila kau bertanya, sejak kapan aku tersesat, maka jawabnya adalah aku tersesat sejak lahir. namun, seiring berjalannya waktu dan drbgan banyaknya pengalaman yang aku dapatkan. sedikit demi sedikit aku bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. tapi, untuk urusan agama, aku tidak pernah tahu. julia, maukah kau menikah denganku. aku ingin kau membimbing ku, mengajariku segala hal yang kamu tahu tapi aku tak tahu. menuntunku kepada ajaran agama, aku mohon Julia. aku sangat membutuhkan mu". kata kata Ali terdengar memohon. Julia tidak tau harus apa, sebenarnya dia juga bingung. sudah pasti pola fikir dan kebiasaan Ali yang tidak sejalan dengan ajaran agama sangat mempengaruhi dirinya. ada rasa ragu dalam hatinya, bisakah dia menuntun pria tersebut. Atau malah sebaliknya, dia akan terjerumus. "a aku sebenarnya masih ragu kak, cara fikir kita berbeda, kebiasaan kita juga berbeda. aku takut nanti kita akan saling mengecewakan". jawab nya. Ali terkejut, padahal diawal tadi dia sudah yakin bahwa Julia akan menjadi miliknya segera. ' oh, tidak, jangan sampai dia menolak ini semua' batin nya " tapi, bagai mana dengan pesan almarhum Erwin, apa kamu tidak mau menjalankan pesannya itu? apa kau ragu aku tidak bisa membahagiakan mu?" tanya Ali " Manusia hanya berencana kak, Allah yang memberi takdir. kita tidak bisa menentukan sendiri kepada siapa kita harus berjodoh. entah lah, aku juga bingung. banyak hal yang harus kita pertimbangkan". " apa kamu tidak khawatir Erwin akan kecewa padamu?" tanya Ali "kecewa yang bagai mana yang kakak maksud? mungkin kak Ali tidak tahu, kalau kita tidak bisa memaksakan kehendak seseorang. begitu juga dengan permintaan kak Er pada kakak, klo itu membuat kakak tidak nyaman, dan bertentangan dengan keinginan kakak. maka, kakak tidak usah merasa itu beban buat kakak". "tapi, aku nyaman sama kamu, julia. entahlah, aku juga tidak tahu apa yang terjadi dengan hatiku". mereka terdiam cukup lama. keadaan semakin menjadi hening. hingga hari mulai siang. keduanya masih terdiam. sibuk dengan fikiran masing masing. " ini sudah sangat siang kak, apakah kak Ali tidak bekerja? aku tidak mau aku jadi menghambat pekerjaan kakak". kata Julia setelah lama mereka terdiam. " hhhhhehhh". Ali menghela nafas panjang. digaruknya kepalanya, padahal tidak ada yang gatal. " tidak apa apa, untuk saat ini menemui mu adalah yang paling penting. aku lebih takut jika kamu menolak ini semua". "jika boleh mengulang, aku lebih baik kemarin tidak pernah bertemu denganmu, julia. karena sebelum pertemuan kita, semuanya baik bak saja. hatiku tak pernah resah". " apa kak Ali pernah jatuh cinta?" tanya Julia. " entahlah. setahu ku, aku tidak pernah mencintai orang lain, apa lagi seorang wanita. satu satunya orang yang paling aku cintai adalah nenek ku. karna dialah yang paling berjasa mengurusku dari kecil. tapi sekarang dia sudah tiada". " lalu, bagaimana dengan wanita wanita kakak sebelumnya....". "mereka bukan wanita ku, julia. kami tidak pernah melibatkan rasa. aku butuh pelepasan, mereka butuh uang. hanya seperti itulah hubungan kami. kami tidak melibatkan perasaan". Julia terkesiap mendengar kalimat Ali. menurutnya pria ini adalah orang yang terlalu blak - blakan. bahkan dia tidak ragu ragu mengatakan itu dihadapan julia. " jika kau masih ragu padaku, aku bisa menunggumu, julia. tapi aku tidak mau menunggu mu terlalu lama.karena seperti yang sudah aku katakan, aku butuh kamu". " Baiklah. kalau begitu, akan aku fikir kan lagi nanti. e..., apa sudah boleh kita pulang?" Ali melihat wajah teduh Julia dengan lekat. " bolehkah aku membawa mu pergi untuk hari ini? aku ingin berdua saja denganmu. untuk hari ini saja, please...!!!" pinta Ali kepada Julia. julia menatapnya dengan bingung. cukup lama mereka saling bertatapan. Jantung keduanya sama sama berdetak kencang.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD