bab 1

1956 Words
Ali masih berdiri di pemakaman sahabatnya, yaitu erwin. Erwin adalah sahabatnya. walau tak pernah tau tentang kehidupan dan keluarga Erwin, tapi dia tau Erwin adalah orang yang sangat baik. mereka sudah bersahabat sejak mereka masih kuliah. setelah lama mereka tak bertemu, kemarin Erwin datang dan memintanya untuk menjalankan usahanya yang baru dirintis. diliriknya lagi gadis yg bersimpuh dan menangis itu, terlihat begitu terpukul karena kepergian kakaknya. tak ada ratapan yang keluar dari mulutnya, tangisnya pun hampir tak terdengar. tapi dia tahu bahwa gadis berhijab panjang warna putih itu sedang menangis. tak diperdulikannya baju dan ujung hijabnya menyapu tanah pemakaman tersebut. Ali tak tau bagaimana cara menghibur adik dari sahabatnya tersebut, namanya pun dia tak tahu. setelah beberapa saat, setelah tak ada lagi orang lain di pemakaman tersebut selain mereka berdua, gadis itu baru tersadar. Ali memang sengaja menyuruh asistennya menunggu di mobil. tapi Ali tak tau, hal itu menjadikan gadis itu panik dan takut. melihat gelagat gadis itu yang panik, Ali pun langsung menenangkannya. " jangan takut, aku tidak akan menyakitimu". gadis itu terdiam, ditatapnya Ali sesaat, lalu dia menunduk kembali. Ali terpaku sesaat, mata gadis itu sangat indah, walau dalam kesedihan. gadis itu sangat cantik ternyata, jiwa ke lelakian Ali merasa tersentuh. Ali menghela nafas dengan kasar, tak seharusnya pemikiran kotor datang disaat begini. dan gadis didepannya bukanlah gadis yang bisa dia jadikan mainan. " aku adalah sahabat Erwin saat kuliah, dan banyak hal yang harus aku beritahu padamu. bisakah kita berbicara?" tanya Ali pada gadis itu. Ali ingin sekali gadis itu menatapnya lagi, dan setelah mengatakan itu, benar saja dugaannya. gadis itu kembali menoleh kepadanya. terdiam agak lama, lalu seperti menyadari kesalahannya gadis itu kembali berpaling. " kakak boleh datang lagi besok siang, aku akan memanggil sahabatku untuk menemaniku bicara dengan kakak". katanya pada Ali. " bisakah kita berbicara berdua saja, ada hal pribadi yang akan saya sampaikan padamu". kata Ali yang merasa tidak puas karena tidak bisa bicara berdua dengan gadis itu. " tidak baik jika tak ada yang menemani ku, aku tidak mau ada fitnah diantara kita". kata gadis itu menyadarkan Ali bahwa gadis didepannya tersebut sangat menjaga diri. " baiklah, besok siang aku akan datang kerumah kalian". katanya menyanggupi permintaan gadis tersebut. saat gadis itu akan beranjak pergi, Ali menahannya. "hei, boleh kah saya tahu siapa namamu?" katanya bertanya gadis itu terdiam sesaat, "namaku julia annisa, kakak bisa panggil aku dengan julia" katanya lalu pergi dari pemakaman tersebut. merasa tak ada lagu yang perlu ditunggu, Ali pun beranjak dari pemakaman tersebut menuju ke tempat mobilnya terparkir. " kita kembali ke hotel, besok siang kita datang lagi". katanya pada asistennya. dan merekapun ke hotel tempat dia menginap. *** Di rumah Julia, gadis itu terdiam di kamarnya. seminggu yang lalu kakaknya memang pergi pamit padanya, ingin menemui sahabatnya. tak tahu apa yang akan disampaikan kakakkya pada sahabatnya tersebut. kakaknya tak pernah memberitahukannya. kini sahabat kakaknya itu datang menemuinya, dan mengatakan ada hal pribadi, apakah kakaknya punya hutang pada sahabatnya tersebut. dan kini datang menagih hutang kepadanya. rasa sesak itu kembali dirasakannya. baru kemarin rasanya dia merasa bahagia, kakaknya memulai usahanya yang baru dirintis. baru kemarin rasanya mereka bangkit dari keterpurukan, baru kemarin rasanya dia masih bisa bermanja pada kakaknya. air matanya kembali mengalir di pipinya. kesedihan seperti tiada akhir menemaninya. kini tak ada tempat dia mengadu selain Tuhannya. seakan tersadar dari lamunannya, dilihatnya jam dinding dirumahnya. baru tersadar ini sudah larut malam, dan dia belum melaksanakan sholat isya. dia segera bangkit dan mengambil air wudhu dan melaksanakan kewajibannya. Ditempat lain, Ali yang sedang melamun. dia masih membayangkan wajah adik dari sahabatnya itu. matanya yang sangat indah, tak dapat dia menjabarkan keindahannya. tapi dia merasa terjerat saat dia bertatapan dengan mata itu. julia adalah lambang sempurna dari seorang gadis. entah apa maksud sahabatnya hingga menyuruhnya menikahi adiknya tersebut. padahal Erwin tahu kehidupan Ali sebelumnya bagaimana. Ali adalah pria yang tak bisa menolak godaan. baginya wanita adalah hiburan. Erwin tahu itu semua. apa dia tidak takut adiknya tersebut akan sakit hati. *** Keesokan hari, setelah makan siang. Ali kembali ke kediaman julia, adik sahabatnya tersebut. dia datang bersama asistennya. sebenarnya Ali ingin sekali mengajak julia makan siang diluar, sambil membicarakan hal yang akan dia sampaikan ada julia. tapi diurungkannya niatnya tersebut, karna sudah pasti julia menolak ajakannya. sesampai nya dia dirumah sahabatnya itu, dia pun mengetuk pintu rumah tersebut. tok tok tok... " Assalamu'alaikum" ucapnya " wa 'alaikum salam, sebentar ya!" sahut seorang wanita dari dalam. cklek " tunggu sebentar tuan, mbak julia masih sholat, sebentar lagi pasti selesai. katanya. tapi wanita itu tak mempersilahkannya masuk kedalam rumah. "ehmmm..., tuan boleh duduk dulu di depan" katanya sambil menunjukkan sebuah kursi panjang di teras rumah tersebut. Ali tak habis fikir, begitu menyeramkan kah wajahnya, sehingga mereka takut kepadanya. biasanya wanita dengan suka rela datang ke pangkuannya, kini dia dihadapkan pada gadis yang seakan menatap nya pun tak mau, dan sialnya gadis tersebut sangat memukaunya. tak berapa lama, julia keluar dari rumahnya, gamisnya panjang menutupi seluruh tubuhnya, hijabnya pun panjang, hampir menyamai gamis tersebut. tak ada kesan menggoda pada gadis tersebut, lekuk tubuhnya pun tak terlihat sama sekali, tapi Ali merasa terpikat dengan gadis tersebut. ,"apa aku se b******k itu" batinnya "ehmmm, kita bicara disini saja, tak apa apa kan kak..." "Ali, panggil aku Ali, julia" katanya melanjutkan kalimat julia yang terputus. "eh, iya kak Ali. kita bicara disini saja ya?" dia mengulangi kalimatnya. "baiklah" katanya "sebentar lia ambil kursi dari dalam" kata julia. Ali merasa kursi tempatnya masih begitu lebar dan masih bisa menampung dua atau tiga orang lagi. tapi biarlah, mungkin gadis itu begitu sungkan untuk duduk dekat dengannya. setelah julia membawa sebuah kursi, dan meletakkannya didepan Ali namun agak berjauhan. wanita itu kembali mengambil sebuah meja. setelahnya dia duduk pada kursi plastik yang diambilnya tadi. Ali mengarahkan pandangannya pada asistennya, dian. asistennya tersebut langsung mengerti dan datang membawa berkas dan memberikannya kepada Ali. "sebenarnya saya juga sedang bingung, saya dan Erwin sudah lama tidak bertemu, sebulan yang lalu dia menelpon saya dan bilang ingin bertemu. tapi saat itu saya masih ada urusan dan tak bisa menemuinya". kata Ali memulai percakapan. tak lama datang seorang wanita membawa minuman. dan menghidangkannya dimeja. lalu dia mengambil sebuah kursi, dan duduk agak berjauhan dari Ali dan Julia. "lalu seminggu yang lalu..." Ali kembali melanjutkan ceritanya seminggu sebelumnya "halo win, aku sudah di Jakarta. datanglah.aku akan mengosongkan jadwalku bila kamu ingin datang". "ya Ali, aku butuh kamu, ada yang ingin ku sampaikan padamu" "baiklah sob, datanglah, alamatku masih yang lama". keesokan harinya Erwin pun datang, namun dia mengajak Ali bertemu disebuah cafe. " hai sob, wah makin keren saja kamu ya" kata Erwin sambil mereka bersalaman. "lama kita tak jumpa, aku kira kamu lupa padaku, no telpon mu yang lama sudah tidak bisa dihubungi". kata Ali "banyak masalah yang terjadi padaku dan keluargaku, dan sekarang aku butuh kamu untuk menjalankan usaha yg sedang aku rintis. bisakah kamu membantuku?" jawab Erwin lagi. Ali terkejut mendengarnya. "bukan aku tidak mau win, ada apa denganmu? jika kamu butuh suntikan dana, katakan saja. aku akan membantumu". "aku lelah li, sebenarnya aku sedang sakit. dan mungkin waktuku tak banyak lagi. aku khawatir aku tak mampu membuat adikku bahagia". "hei, sejak kapan Erwin yang aku kenal menjadi pesimis begini, hemmm. ayo lah win, bukannya kamu yang selalu menyemangati hidupku. jadi, kenapa sekarang kamu jadi orang yang gampang menyerah. kamu tidak ingat win, bukan kah kamu yang selalu meyakinkan aku bahwa jodoh, rezky, dan maut adalah rahasia Tuhan". "entah lah li, aku merasa tak berguna lagi. aku sudah pasrah pada kematian, tapi aku masih punya satu adik yang harus aku lindungi". "jangan begitu kawan, semangat lah. aku yakin apapun penyakitmu pasti ada jalan untuk kesembuhan. ngomong ngomong, ini sudah sore. ayo kita ke rumahku. kita cari solusi bersama, hemmmm". Erwin pun mengikuti Ali kerumahnya. yang tak jauh jaraknya dari cafe tersebut, hanya menempuh perjalanan selama tiga puluh menit, mereka sudah sampai pada rumah Ali. Sesampainya mereka dirumah Ali, "ayo masuk win, tidak ada orang dirumah selain pembantuku". ajak Ali kepada Erwin. Erwin pun masuk mengikuti Ali. "duduklah dulu, aku akan panggilkan bibi untuk menyediakan minuman". "tak usah repot repot, li. aku jadi merasa tidak enak karena terus merepotkan mu". "hah, kalimat seperti apa itu?, kapan kau merepotkan ku? kau adalah sahabat yang paling baik kepada ku. disaat orang lain menjauhiku, kau malah terus mendukung dan memberi semangat padaku". kata Ali pada Erwin. " jika kau merasa ada yang membebani mu, maka cerita lah. mungkin sedikit banyak nya bercerita, beban mu terasa ringan. dan mungkin setidaknya, aku bisa membantu mencari solusi untukmu. jangan sungkan win, aku bisa begini juga atas semangat dan dukungan mu selalu padaku dulu". Erwin menghela nafas dengan berat, tak tau harus memulai cerita dari mana. tapi, mau tak mau dia harus tetap cerita. "sebenarnya ayah dan ibuku telah tiada li, aku sekarang tinggal berdua dengan adikku yang baru lulus SMA. perusahaan ayahku coleps, ayah ditipu oleh temannya. ayah terkena serangan jantung, dan meninggal. sebulan berlalu, ibuku pun sakit sakitan, dan terus semakin terpuruk. akhirnya ibu menyusul ayah. kami tak punya apapun lagi untuk dikelola. untung saja aku berkuliah dengan beasiswa. jika tidak, mungkin aku pun akan putus ditengah jalan. setelah lulus, aku bekerja diperusahaan di Surabaya. agar aku tetap bisa menjaga adikku. saat itu dia masih sangat kecil, masih SMP. aku hanya punya dia li. dia sangat berharga bagiku. aku bekerja mengumpulkan uang. apa saja aku lakukan untuk mengumpulkan modal. aku ingin usaha ayahku yang dulu bisa dijalankan lagi. walau tak sebesar dulu, paling tidak bisa berjalan perlahan lahan. baru setahun ini aku mulai menjalankan usaha itu lagi, dan masih merangkak. namun enam bulan yang lalu aku mulai sering sesak nafas, sangat mudah lelah. jika batuk, akan mengeluarkan darah. saat aku periksa, ternyata aku kena kangker paru paru. dan sudah pada tahap akhir". Ali terkejut mendengar cerita sahabatnya tersebut. pantas saja sahabatnya itu sangat kurus. jauh lebih tua dari pada usianya yang sebenarnya. "sudah sebulan ini aku menghindar dari adikku, li. aku tidak mau dia sedih dengan keadaanku yang sebenarnya". lanjut Erwin lagi. lalu Erwin mengeluarkan berkas dari tasnya. "ini adalah berkas usaha yang masih merangkak itu li. dan ini alamat rumah ku. ada adikku disa..na.." tiba tiba saja nafas Erwin melambat dan putus putus. wajahnya memucat. namun dia masih berusaha untuk tetap bicara. "a..ku per caya padamu, Ali. hanya kamu yang... uhuk..uhukk...uhuk.. hah..., " darah segar pun penuh ditangan Erwin. Ali panik, " sudah win, ayo kita kerumah sakit. kau harus ditangani secepat mungkin". kata Ali dan dengan cepat dia menuntunnya. Ali membawa Erwin masuk ke mobil, lalu dia pun masuk ke mobil dan dengan cepat melajukan mobil tersebut kerumah sakit terdekat. bersyukur jalanan tidak ramai. dengan cepat mereka sampai ke rumah sakit. sesampainya dirumah sakit, Erwin langsung dibawa ke IGD. nafas Erwin telah putus putus, pandangan matanya melemah. mau tak mau air mata Ali pun jatuh, tak kuasa melihat keadaan sahabatnya itu. Erwin tak membiarkan sahabatnya itu diluar, dia genggam terus tangan Ali. seolah ingin menyampaikan sesuatu. "hh..dok, sa ya.. in..gin bi ca ra.. pa da sa ha bat.. sa ya se benn tar". katanya dengan putus putus. mau tak mau dokter tersebut menyetujuinya, dan keluar dari ruangan. " ber..jan.ji lah al...,ber..janji..lah kau a kan.. men ja..ga. adik kuh..." ucapan Erwin terputus putus. "bertahan lah, win. aku akan menjaga adikmu semampuku". dia tersenyum lemah, diambilnya tangan Ali dan digenggamnya, " dia can tik dan ba ik..., nika..hi lah dia" tatapannya melemah, dan akhirnya matanya tertutup. genggamannya pun terlepas. Ali terkejut, diarahkan jarinya ke pernafasan Erwin, ternyata dia sudah tak bernafas. disentuh lagi nadinya, sudah tak berdetak. "dokter... dokter...", teriak Ali. dokter pun datang segera dan memeriksa keadaan Erwin. "sudah tiada pak, ikhlaskan lah". katanya. Ali menangis, ternyata hanya sebentar pertemuan mereka. menyesal dia tak segera menemui sahabatnya itu sebulan yang lalu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD