diego - tiga

1127 Words
Di masa sekarang.. Louisa sedang menemani Bunda pergi ke mall. Katanya Bunda ingin melihat-lihat sekalian jalan-jalan, mumpung ada Louisa di Jakarta. Biasanya Bunda hanya di rumah dan mengurusi pohon-pohonnya. Memang sih semenjak Bunda tidak bekerja di keluarga Kresta, Bunda jadi sering kesepian dan menelepon Louisa terus menerus setiap hari. Bahkan tidak jarang menelepon dan merayu Louisa untuk pulang yang tentunya ditolak mentah-mentah oleh Louisa. Mungkin jika Bunda tidak memancing dengan berita perjodohan, Louisa masih tetap saja di Malaysia. Bersyukur selama enam tahun selalu ada mas Arya yang setiap saat siap pulang jika Bunda sakit. "Kita makan yuk?” ajak Bunda. "Makan? Kan tadi di rumah baru makan, Bun?" "Ya makan lagi. Udah jangan banyak tanya, yuk." Louisa ikut saja ketika Bunda masuk ke area restoran, daripada kualat menolak permintaan orang tua. Louisa melihat-lihat menu restoran, semua menu bisa ia masak dengan tangannya sendiri, membuatnya malas untuk memesan. Bukannya sombong, ia lebih suka memasak makanan untuk dirinya sendiri dibanding orang lain, kecuali Bunda dan Delbert tentunya. Ngomong-ngomong soal Delbert, Louisa sudah memberitahunya tentang perjodohannya dengan Dego, namun ia malah tertawa. Alih-alih ingin move on malah semakin dekat, mungkin memang jodoh dan sudah menjadi jalannya. Ketika Louisa sedang ingin memesan pada pramusaji, tiba-tiba saja Tante Ruby dan Diego datang menghampiri meja kami dan menyapa. Crap! Sudah enam tahun tidak bertemu dengan laki-laki ini tetapi tidak menyurutkan perasaannya sama sekali. Diego semakin tampan, memesona, dan matang. Ingin rasanya Louisa menerjang laki-laki ini dan memeluknya. Tetapi ia harus ingat perlakuan Diego dulu padanya. Bunda meminta Tante Ruby dan Diego bergabung, mungkin tidak enak atau memang sudah memiliki niatan khusus. Entahlah. Tante Ruby memilih duduk di samping bunda sedangkan Diego tidak punya pilihan selain duduk di samping Louisa. Bunda dan tante Ruby bercakap-cakap sehingga membuat Louisa dan Diego seperti orang bodoh. Diego lalu memutuskan untuk bermain dengan ponselnya sedangkan Louisa sudah terbiasa tidak menggunakan ponsel jadi diam mengaduk-ngaduk minuman miliknya. "Louisa, kamu sekarang udah menetap di Jakarta?” tanya Tante Ruby. Louisa yang sedang bermain sedotan berhenti sejenak, "Oh nggak kok. Nanti juga balik lagi,” ucapnya sopan dengan senyum. "Wah, kamu betah banget ya di Malaysia?" ucap tante Ruby lagi. Louisa sebenarnya malas menanggapi, karena alasan sebenarnya ia pindah ke Malaysia ya karena anaknya. Tetapi untuk norma kesopanan yang masih ia jaga, Louisa mau tidak mau harus menjawab dengan senyum dan beberapa kebohongan. "Iya, lumayan betah, Tante." Tante Ruby mengangguk pelan, "Kamu sudah punya pacar?" Tiba-tiba Diego terbatuk di sebelah Louisa, membuat Louisa menoleh sebentar dan fokus kembali pada Tante Ruby. Ia mencoba untuk tidak peduli dan terpesona dengan makhluk yang berada di sebelahnya. "Belum, Tante." Kali ini Louisa memutuskan untuk jujur, karena jika ia bilang sudah, Bunda akan bertanya-tanya dan bakal panjang urusan. "Iya, mana mungkin dia punya waktu, kerja terus,” ucap Bunda menambahkan. "Wah, sama dong ya kayak Diego. Dia juga masih jomblo aja. Kerja terus pikirannya padahal umurnya udah tua." Louisa menatap Bunda dengan tatapan tajam. Ia akhirnya sadar jika pertemuan ini sudah direncanakan oleh mereka berdua. Louisa memutar pandang matanya, kesal dengan Bunda yang bersikap seperti tidak berdosa. Makanan mereka datang, Louisa sibuk dengan makanannya. Ternyata masakannya lebih enak disbanding dengan masakan di restoran ini. Bukannya sombong tetapi memang ia memiliki ketertarikan dalam memasak, lalu bertemu dengan Delbert yang membantunya dalam urusan memasak. Sejak saat itulah semakin bahagia Louisa ketika memasak. "Kenapa? Nggak enak?” tanya Tante Ruby lagi. "Dia emang kayak gitu kalau diajak makan di luar. Pemilih, lebih suka masak sendiri,” ucap Bunda mendahului. Tante Ruby jelas saja tertawa meskipun menurut Louisa tidak ada yang lucu. Sedangkan Diego masih seperti tadi, diam dan menikmati makanannya. "Jadi gini, Tante ada rencana mau jodohin kamu sama Diego. Gimana?" Mendengar ceplosan Tante Ruby membuat Louisa tersedak makanan dan terbatuk. "Mi!” ucap Diego tegas. Louisa masih berusaha meredakan batuknya dengan minum beberapa teguk. Fix. Jalan-jalan di mall hanya akal-akalan Bunda saja. Ini semua sudah ada maksud terselubung. ♥♥♥ Diego melihat wanita yang duduk di hadapannya. Wanita yang pernah ia tolak enam tahun lalu. Wanita yang sama sekali tidak menarik. Dulu. Sekarang? Memang Diego akui banyak yang berubah dari wanita ini. Penampilannya lebih fashionable, sudah tidak memakai kacamata, diganti dengan soflents, rambutnya ia warnai kecoklatan, hanya segitu yang Diego bisa ingat dari wanita ini dulu dan sekarang. Diego meminum minuman yang ia pesan tadi setelah Mami dan Bunda meninggalkan Diego dan Louisa untuk ngobrol. Mami memang sudah mewanti-wanti Diego untuk menerima perjodohan ini. Jelas saja Diego menolak, ia masih menginginkan Kimmy. Tetapi percakapannya dengan mami membuat ia kesal dan entah harus berbuat apa sekarang. "Ya aku masih mau berjuang untuk Kimmy Mi. Memang Mami nggak suka Kimmy?” tanya Diego. "Bukan nggak suka, tapi kamu tau dia bersuami," ucap mami tak kalah tinggi intonasi suaranya. "Ya tapi dia akan cerai. Mami malu dengan statusnya?" "Nggak, Mami nggak pernah malu. Mami cuma nggak mau kamu sakit hati kalau ternyata Kimmy memang mencintai suaminya dan tidak akan berpisah. Kita nggak tau ke depannya bagaimana, Diego. Semua masih abu-abu." "Tapi, mereka ada perjanjian, Mi. Akan bercerai setelah istri pertamanya meninggal,” ucap Diego lagi. "Terus? Kamu mendoakannya? Kamu nurut sama Mami sekali aja. Ini semua untuk kebaikan kamu." "Dengan jodohin aku dengan Louisa? Mami tau kan dia entah ke mana sekarang." "Dia di Jakarta dan keputusan Mami sudah fix, bahkan Papi sudah menyetujuinya. Kalau kamu nggak suka, jangan harap Mami mau anggap kamu lagi. Karena Mami nggak suka kalau anak Mami jadi jahat, yang menunggu perceraian orang lain,” ucap Mami meninggalkan apartemen Diego. Jadi, di sinilah dia bersama Louisa, diam tanpa suara. Wanita yang telah bayak perubahan. Seingatnya dulu Louisa selalu mengganggunya, menyapanya, dan hal lain untuk mencuri perhatian Diego. Lalu Diego menghinanya dan ia tidak pernah muncul kembali di hadapannya, meskipun Bundanya bekerja dengan Mami. "Terus, kamu setuju dengan rencana ini?” tanya Diego akhirnya memecahkan keheningan. "Menurut kamu?" Diego mengerutkan kening, intonasi wanita ini sedikit meninggi dan ia sudah tidak seperti dulu yang selalu ceria menyapanya. "Entah, mungkin iya. Secara kamu dulu pernah suk..." Belum selesai Diego berbicara, Louisa langsung memotong ucapannya, "Lebih baik kita tidak menerima perjodohan ini,” ucap wanita itu. “Sok jual mahal,” pikir Diego dalam hati. "Ya mungkin, itu memang lebih baik." "Oke. Sudah tidak ada lagi kan yang perlu dibicarakan? Saya pamit kalau begitu." Wanita itu menaruh satu lembar uang seratus ribuan di meja dan bangkit berdiri. Diego yang terusik egonya langsung berdiri, "Kamu kira saya nggak bisa membayar minuman kamu?" Louisa melihat ke arahnya, "Tentu kamu bisa. Cuma saya tidak ingin menjadi benalu dan murahan. Jadi saya bisa membayar pesanan saya sendiri. Permisi." Louisa meninggalkan Diego sendiri dan itu membuat Diego kesal setengah mati. Sikapnya yang seperti itu membuat Diego tercoret harga dirinya. Kenapa dengan wanita itu, apa emosinya selalu naik dan tidak stabil? ♥♥♥
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD