Part 9

2914 Words
"Betapa sangat menyedihkannya jatuh cinta. Ketika belum apa-apa tapi kamu sudah sadar bahwa kamu tidak akan mampu memilikinya."   ~Sunarti~   ***   Mejauhkan bibirnya dari bibir Starla, Barra kemudian berdeham. Tangannya yang sejak tadi berada di pipi gadis itu kini ia turunkan.   Kejadian beberapa detik yang lalu itu benar-benar diluar dugaan mereka berdua. Bahkan Starla tidak bisa menyembunyikan rasa gugupnya karena ciuman singkat itu. Sedangkan Barra sendiri meskipun ia terlihat gugup tapi laki-laki itu lebih pintar dalam mengatasi kegugupannya.   Menatap dalam mata Starla, Barra kemudian berkata; "Entar pulang bareng gue, ya?!" katanya lembut, lalu mengusap kembali pipi Starla yang memerah, "Jangan lupa pipinya nanti di kompres juga." Kemudian menghentikan jari jemarinya yang bergerak disana, "Gue pergi dulu."   Starla membuang nafas pelan setelah Barra benar-benar menghilang dari pandangannya. sejak tadi, Gadis itu hanya menahan nafas saat Barra berbicara. Ia juga hanya mengangguk untuk merespon ucapan laki-laki itu.   Memegangi dadanya Starla menarik nafas dalam. ia tidak bisa mengungkiri bahwa jantungnya memompa lebih cepat setelah kejadian itu. Tapi Starla juga merasa bingung, sekarang apa yang harus ia lakukan? Apakah ia harus bersikap biasa saja jika bertemu dengan Barra nanti? Atau mungkin ia harus berharap lebih pada hubungan mereka sekarang, bahwa nyatanya hubungan pertemanan mereka kini mengalami kemajuan?   Melangkahkan kakinya menjauh dari tempatnya tadi, Starla lalu berjalan ke ruang UKS seperti yang ingin dilakukan Barra sebelumnya. Pikirannya benar-benar tidak ada ditempatnya sekarang. Gadis itu seolah hanya mengikuti kemana kakinya akan membawanya.   Sentuhan lembut di pundaknya membuat Starla berhenti. Ia menoleh menatap seseorang yang berdiri disampingnya.   "Lo nggak apa-apa kan?" Kalimat itu meluncur keluar dari bibir Willy. Kerutan halus di dahi laki-laki itu menunjukkan rasa ingin tahunya.   Berdeham kecil. Starla lalu menggeser sedikit tubuhnya kesamping, sekaligus melepaskan tangan Willy dari pundaknya.   "Iya, nggak apa-apa!"   "Sorry. soal tadi Gue bener-bener nggak sengaja ngenain bolanya ke Elo."   Kerutan halus yang ada didahi Starla kini menghilang. Tadinya ia merasa heran melihat Willy yang tiba-tiba baik padanya. Karena seingatnya semalam Willy masih bersikap cuek. Tapi sekarang Starla tahu alasannya dan itu semua tidak lain karena sepertinya laki-laki itu merasa bersalah pada starla.   "Nggak apa-apa kak. Namanya juga nggak sengaja." Ucapnya memaklumi.   Willy mengangguk. "Ya udah sekarang Lo mau kemana? Gue temenin!"   Starla menggeleng cepat, ia hanya ingin sendiri saat ini. ia tidak ingin diganggu oleh siapapun. "Makasih kak. Tapi aku bisa sendiri. Kalau gitu aku duluan."   Starla segera beranjak dari hadapan Willy. Ia tidak ingin membuat percakapan lebih lama dengan laki-laki itu. Dan menyebabkan hubungannya dengan Barra jadi renggang lagi.   ***   Setelah tadi mengompres pipinya yang memerah. Starla sudah kembali ke kelasnya. Beberapa tatapan tidak suka dan juga tatapan iri menyambut kedatangan gadis itu. dan Starla sudah tahu bahwa hal seperti ini pasti akan terjadi. terlebih jika mengingat, awal pertama kali ia menginjakkan kakinya di sekolah ini, ia datang bersama Barra dan gadis itu langsung dihadiahi sambutan Oleh Sela, salah satu penggemar Barra.   Sedangkan kejadian sekarang lebih parah dari sebelumnya dimana hari ini Barra dengan terang-terangnya menggendongnya dihadapan hampir seluruh Siswa. Laki-laki itu juga tidak segan-segan menunjukkan rasa cemasnya pada Starla. Dan Starla hanya bisa berharap jika dia tidak akan mendapat bully-an atas kejadian yang tak disangka-sangkanya itu.   "Gimana keadaan Lo?" Bella duduk menyamping menghadap Starla saat Gadis itu sudah duduk di kursinya.   "Nggak apa-apa." Senyum tulus terukir di bibir Starla.   "Tadi gue ke UKS tapi Lo nggak ada. Lo kemana?"   Starla kembali tersenyum. Ia memang ke UKS tapi setelah mengompres pipinya, ia segera berlalu dan beranjak ke taman sekolah. ia butuh sendiri, dan ruang UKS bukan tempat yang nyaman untuk itu, apalagi untuk memikirkan segala yang terjadi hari ini.   "Tadi aku memang ke UKS, tapi setelah itu aku langsung ke taman."   Bella mengangguk-angguk mengerti. Sebelum akhirnya senyum diwajah Gadis itu merekah. Tatapan jahil tersirat dalam pandangannya, "Ciee.. yang digendong sama kak Barra. Gimana rasanya?"   Pukulan telak di berikan Starla saat mendengar godaan Bella. temannya itu sama sekali tidak tahu tempat dan situasi. Apa dia tidak menyadari bahwa sejak tadi para siswi yang ada didalam kelas siap menerkamnya hidup-hidup. dan sekarang Bella lalu menggodanya dengan nada suara yang tidak bisa digolongkan kecil. Otomatiskan Starla semakin menjadi bahan perhatian orang-orang.   Melihat Bella yang memberenggut, Starla lalu berdeham kecil. Berusaha mengabaikan tatapan orang-orang padanya.   ***   Starla keluar dari ruang kelasnya bersama dengan Bella. jam pelajaran telah usai dan semua siswa dan siswi sudah berhamburan keluar kelas.   Lagi-lagi bisik-bisik dari orang-orang terdengar selama perjalanan mereka ke pintu gerbang. Bahkan tidak sedikit yang sengaja menabrakkan tubuhnya pada bahu Starla ketika gadis itu sedang berbincang-bincang dengan Bella. mereka seolah dengan terang-terangnya mengobarkan api permusuhan pada Starla. Padahal Starla sama sekali tidak melakukan apapun.   Menghentikan langkahnya, Starla menatap Barra yang sudah berada di pintu gerbang. Laki-laki itu bersama dengan ketiga sahabatnya sedang asik mengobrol. dan Starla tidak cukup mendengar apa yang sedang mereka bicarakan.   Tersadar dari keterdiamannya. Starla lalu berjalan mendekati Barra ia melirik ke arah orang-orang yang sedang memperhatikannya sebelum akhirnya gadis itu membuang napas pelan lalu menghentikan langkahnya lagi. Ia tidak ingin membuat masalah dan dengan menerima ajakan Barra untuk pulang bersama sama saja Starla melemperkan dirinya pada para penggemar Barra.   "Kenapa Tar?" Tanya Bella.   Starla melirik kearah Bella lalu pandangannya kembali jatuh ke arah Barra. sepertinya laki-laki itu belum menyadari kehadirannya.   "kamu duluan aja, Bel. Aku masih ada urusan."   "Urusan? Urusan apa?" kernyitan halus di dahi gadis itu tidak bisa menyembunyikan rasa penasarannya.   Starla menggaruk tengkuknya yang tak gatal lalu meringis pelan, "Ada deh. Udah ah, kamu duluan aja." Ucapnya lalu mendorong pelan punggung Bella sebelum Gadis itu sempat mengeluarkan protesnya pada Starla.   Setelah melihat Bella yang sudah berjalan mendekati gerbang. Starla kemudian berlari ke arah lain. Jika memang pemikirannya benar, Maka pasti Barra akan menanyakan tentang dirinya pada Bella. itu sebabnya ia segera pergi dari tempatnya sebelum sahabatnya itu sampai di depan gerbang.   Setelah berada cukup jauh dari gerbang. Starla akhirnya menghentikan larinya, ia membungkuk mencoba mengatur nafasnya yang terengah-engah.   Seharusnya Starla tidak perlu melakukan ini. ia tidak perlu menghindar dari Barra hanya karena tatapan yang dilayangkan orang-orang padanya. Toh, Starla sama sekali tidak melakukan apapun. Tapi tetap saja meskipun ia sudah meyakinkan diri bahwa ia tidak melakukan kesalahan, Gadis itu tetap saja merasa takut. kejadian pembully-an yang dialaminya waktu itu, sedikit meninggalkan ketakutan tersendiri di pikirannya sehingga mau tidak mau Starla harus melakukan sesuatu untuk tidak membiarkan dirinya berada dalam situasi yang buruk.   Melangkahkan kakinya ke samping sekolah Gadis itu berjalan munuju taman. Setidaknya ia akan berada di taman ini sampai ia merasa bahwa Barra sudah tidak menunggunya lagi.   Mengeluarkan buku Novel yang berada didalam tasnya. Starla lalu membuka beberapa lembar yang memang sudah dibacanya. Ia memang selalu membawa Novel kemanapun ia pergi. Starla berfikir bahwa dengan begitu ia bisa mengisi waktu luangnya dengan membaca dari pada melakukan sesuatu yang tidak penting.   Deheman pelan dari arah belakang, membuat gadis itu mengalihkan pandangannya. Ia menatap seseorang yang kini berdiri di hadapannya. Tatapan sedikit tidak suka diperlihatkan gadis itu saat kini seseorang yang tadinya berdiri dihadapannya mengambil tempat disampingnya.   "Lo kok, ngeliatin Gue gitu banget?"   "Kak Willy ngapain disini?"   Willy terkekeh pelan lalu menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi. "disini nggak ada tulisan kalau gue nggak boleh kesini!" katanya santai. Meluruskan kakinya kedepan lalu merenggangkan sedikit tubuhnya.   "ya udah kalau gitu kak Willy disini aja, biar aku yang pergi." Balasnya pelan. tapi sebelum Gadis itu meninggalkan tempatnya, Willy sudah terlebih dahulu menarik pergelangan tangannya. Ia ikut berdiri tepat dihadapan Starla yang sudah berbalik.   "Lo disini aja, kalau lo pergi, Gue juga akan ikut kemanapun lo pergi!"   Dan seakan apa yang dikatakannya tadi bukanlah sesuatu yang membuat Starla terkejut, Willy langsung menarik tangan starla sehingga gadis itu kembali duduk di tempatnya semula.   "Tadi, lo baca apa? Coba lihat?" Mengabaikan ekspresi Starla yang masih tidak percaya dengan apa yang barusan dilakukan Willy, laki-laki itu kini mengambil Novel yang dibaca Starla. Ia membolak-balik Novel itu beberapa kali sebelum akhirnya membaca tulisan yang tertera di sampul Novel.   "Lo suka sama Novel yang ceritanya miris kayak gitu?!" Ucapnya setelah membaca deretan kalimat yang menurutnya mengandung makna yang terlalu menyedihkan.   "Bukan urusan kak Willy." Dengusnya. Lalu kembali membuka Novel yang sempat dibacanya tadi. Mengabaikan semua pertanyaan-pertanyaan yang diberikan Willy padanya sehingga membuat laki-laki itu akhirnya menyerah dan memilih untuk diam seraya mengamati Starla yang duduk di sampingnya.   Entah karena terlalu fokus membaca sehingga Starla tidak menyadari bahwa hari sudah semakin sore. Starla selalu seperti ini. jika sudah berhubungan dengan Novel maka ia akan lupa segalanya. Gadis itu seolah ikut tenggelam dalam deretan kalimat-kalimat yang tersusun rapi sehingga tak jarang ia merasakan dirinya adalah tokoh dalam fiksi yang ia baca.   Starla menengadahkan kepalanya, menatap langit yang mulai gelap lalu melirik jam yang melingkar sempurna di pergelangan tangannya.   "Udah hampir jam Lima!" Desahnya pelan. memasukkan kembali Novelnya lalu beranjak dari kursi taman itu. Tapi langkah Gadis itu terhenti saat menyadari bahwa sejak tadi Willy masih berada disampingnya. Laki-laki itu kini tertidur dengan tangan yang bersedekap.   Membuang nafas pelan Starla lalu membangunkan Willy. Selama membaca tadi, Starla benar-benar fokus sehingga ia tidak menyadari bahwa sejak tadi ia bersama dengan Willy.   Setelah melihat gerakan kecil yang dilakukan Willy pada kelopak matanya membuat Starla menjauhkan tangannya dari Pundak Willy. Gadis itu menunggu dengan sabar sampai Willy benar-benar bangun sepenuhnya.   "Lo udah selesai?" Tanya Willy seraya merenggangkan tubuhnya yang terasa sedikit pegal karena tertidur di kursi.   "Iya. Kak Willy masih mau disini?" Tanya Starla.   Willy menggeleng. "Nggak, Yaudah yuk, kita pulang sekarang?" katanya menarik tangan Starla yang langsung ditepis oleh gadis itu.   "Aku pulang sendiri aja. Kak Willy kalau mau pulang, pulang aja sendiri."   Menaikkan sebelah alisnya, Willy kembali berkata; "Lo pikir gue cowok apaan ninggalin cewek sendirian di sekolah? Denger ya, Meskipun lo nggak mau, gue tetap akan nganterin Lo pulang." Tegasnya lalu menarik tangan gadis itu untuk ikut bersamanya.   Starla tidak bisa melakukan apa-apa lagi sekarang. Willy benar-benar mengantarnya pulang padahal gadis itu sudah menolak abis-abisan. Mereka bahkan kembali berdebat di tempat parkir karena Starla yang menolak untuk di antar.   Dan setelah semua perdebatan panjang yang dilakukannya dengan Willy. Starla akhirnya memilih untuk mengalah karena percuma saja melawan Willy, laki-laki itu sama sekali tidak berniat untuk mengurungkan niatnya.   Entah berapa lama waktu yang Willy butuhkan untuk sampai ke rumah Starla. Tapi Starla bersyukur bahwa Willy benar-benar mengantarnya pulang.   "Makasih." Katanya. Lalu berjalan cepat masuk kedalam rumahnya tanpa memperdulikan Willy yang melihatnya dengan pandangan yang tidak bisa di mengerti oleh siapapun.   ***   Pagi ini Starla diantar ke sekolah oleh Azka. Kakaknya itu memang selalu mengantarnya setiap pagi, tapi untuk beberapa hari terakhir ini Azka begitu sibuk dengan pekerjaannya sehingga Starla memilih untuk naik taksi daripada harus membangunkan Azka yang hanya memiliki waktu tidur bahkan tidak sampai dua jam akibat pekerjaannya yang mendesak untuk segera di selesaikan.   Setelah sampai di depan gerbang. Starla segera menyalami tangan Azka sebelum akhirnya membuka pintu dan turun dari sana. Memperhatikan Mobil Azka yang mulai menghilang dari pandangannya barulah Starla meninggalkan tempatnya dan masuk ke pekarangan sekolah.   Sudah banyak siswa yang datang di pagi ini, tidak seperti biasanya. Bahkan ada beberapa siswa yang sedang bermain basket di lapangan.   Starla menghentikan langkahnya. Tidak jauh dari hadapannya sekarang, Ada Barra yang juga berjalan ke arahnya. Laki-laki itu bersama dengan ketiga sahabatnya. Yoga dan Alam yang berada dibelakang Barra dan Derry terlihat sedang bercanda dan saling melempar lelucon satu sama lain. Sedangkan Derry sendiri, laki-laki itu memainkan gitarnya seraya bersenandung kecil.   Barra, ia sama sekali tidak melakukan apapun. Tatapan laki-laki itu fokus kedepan, ke arah Starla.   Melihat Barra dan sahabatnya yang sudah semakin mendekat, Starla sama sekali tidak berniat untuk meninggalkan tempatnya. Dalam keterdiamannya ia berfikir alasan apa yang akan ia berikan pada Barra mengenai dirinya yang tidak jadi pulang bersama dengan Barra kemarin.   Setelah cukup lama berfikir, akhirnya Starla menemukan alasan yang cukup masuk akal. Dari tempatnya ia sudah menunggu kedatangan Barra. tinggal beberapa langkah lagi maka Barra akan segera sampai di depannya.   Dan tepat ketika selangkah lagi Barra di depannya, Starla sudah membuka mulutnya untuk mengatakan apa yang ingin dikatakannya.   Tapi pada akhirnya, kalimat yang ingin disampaikan Starla hanya sampai ditenggorokan gadis itu. Keterkejutan yang ditunjukkan Starla bahkan bertahan hingga beberapa detik sebelum akhirnya ia tersadar dan menyadari bahwa Barra berjalan melewatinya.   Laki-laki itu bahkan tidak ingin repot-repot untuk menyapa Starla. dan tindakan Barra itu, juga tak luput dari pandangan Derry yang memang cukup peka jika dibandingkan dengan Yoga dan juga Alam.   Starla bahkan melihat Derry yang menghentikan langkahnya dan berbalik menatap Starla. Tatapan heran dan pensaran dari bola mata laki-laki itu membuktikan bahwa Derry cukup terkejut dengan Barra yang sama sekali tidak memperdulikannya.   Terasa sesuatu meremas jantung Starla. Sesuatu yang tak kasat mata yang cukup membuat Gadis itu merasakan sesak yang bahkan tidak pernah ia rasakan sebelumnya.   Semarah itukah Barra padanya hingga laki-laki itu memilih untuk mengabaikan dirinya?   Merasa bahwa ia harus menjelaskan sesuatu pada Barra membuat Starla segera berlari menghampiri laki-laki itu. ia tidak perduli lagi jika pada akhirnya nanti ia akan mendengar cemoohan dari siswa-siswi lainnya.   Melihat punggung Barra yang semakin dekat, Starla semakin mempercepat larinya mengabaikan tatapan heran dari orang-orang yang dilewatinya karena Starla yang berlari seperti orang yang dikejar binatang.   "Kak Barra, tunggu!" Panggilnya.   Tapi seolah tidak mendengar panggilan Starla Laki-laki itu sama sekali tidak berbalik atau sekedar menghentikan langkahnya. berbeda dengan Derry, Yoga dan juga Alam yang langsung menghentikan langkahnya setelah mendengar Starla memanggil Barra.   Ketiga sahabat Barra menatap Starla dan Barra bergantian. Mereka menatap punggung Barra yang berjalan semakin menjauh dan berbalik menatap Starla yang terlihat berusaha mempercepat larinya. Kelelahan yang tergambar dari raut wajah gadis itu sudah bisa membuktikan bahwa sejak tadi Starla berlari mengejar mereka.   "Sebenarnya ada apa?" Tanya Derry menghetikan Starla yang berniat mengejar Barra.   Starla membuang nafas pelan, mengatur nafasnya yang tidak teratur karena kelelahan. Gadis itu bahkan sesekali menelan salivanya karena tenggorokannya yang terasa kering.   "Maaf kak, tapi aku perlu bicara sama kak Barra." Jelasnya lalu kembali melanjutkan niatnya untuk mengejar Barra.   Setelah berlari cukup jauh, akhirnya Starla berhasil menemukan Barra, laki-laki itu berada dibelakang sekolah. ia terlihat membaringkan tubuhnya pada sebuah kursi kayu panjang dengan tangan yang menutupi wajahnya.   Berjalan pelan dengan nafas yang masih saling memburu, Starla lalu berhenti di dekat tubuh Barra. Gadis itu hanya membiarkan jari jemarinya saling meremas tanpa berniat mengeluarkan kalimat apapun.   Ia tahu, bahwa laki-laki itu sedang tertidur sekarang, hal itu ia ketahui karena mendengar dengkuran halus yang keluar dari bibir Barra.   Merasa dilema karena tidak tahu harus melakukan apa, Starla akhirnya memilih untuk diam. Ia tidak ingin menggangu tidur laki-laki itu. jadi, Starla putuskan untuk mengambil tempat pada kursi lain yang terletak di depan kursi Barra.   Sekarang sudah lebih dari lima belas menit setelah Starla duduk dikursi. beberapa kali Starla mengamati jam yang berada dipergelangan tangannya dan sekitar sepuluh menit lagi jam pelajaran pertama akan segera dimulai tapi Barra belum juga bangun. Starla tidak bisa pergi dari sini sebelum berbicara dengan Barra.   Melihat pergerakan yang dilakukan Barra membuat Starla berdiri dengan cepat. laki-laki itu terlihat merentangkan kedua tangannya dan menariknya ke atas. Sesekali ia menguap dan mengusap matanya menandakan bahwa laki-laki itu baru saja bangun tidur..   Menyadari Barra yang sepertinya belum menyadari keberadaannya akhirnya Starla bersuara. Dengan pelan gadis itu melangkah mendekat ke samping tubuh Barra yang masih tertidur.   "Kak, kita perlu bicara!"   Barra menyempurnakan penglihatannya. Ia langsung duduk kemudian berdiri ketika melihat Starla yang berada di dekatnya. Tanpa mengatakan apapun Barra segera melangkahkan kakinya menjauh dari Starla. Tapi langkah laki-laki itu terhenti saat Starla memegangi pergelangan tangannya.   "kak, aku harus bicara sama kak Barra!" Starla berjalan kehadapan Barra. dan laki-laki itu sama sekali tidak ingin menatapnya.   Melihat Barra yang sepertinya memberikan kesempatan padanya untuk berbicara akhirnya Starla melanjutkan ucapannya, "soal kemarin aku minta maaf kak. seharusnya kemarin aku---"   "Nggak ngehindarin gue?"potong Barra cepat.   kalimat Starla hanya menggantung ditenggorokannya. Ia mendongak menatap Barra yang mundur selangkah. Laki-laki itu seolah enggan berada di dekatnya.   "aku nggak bermaksud buat---"   "Gue tahu, Gue memang bukan siapa-siapa buat lo. Gue tahu, gue nggak cukup berharga buat menjadi seseorang yang perlu lo pikirin. Tapi gue nggak nyangka kalau ternyata gue nggak sepenting itu sehingga lo bisa seenaknya ingkar sama janji lo sendiri."   Ucapan Barra membuat Starla terdiam. air mata gadis itu bahkan menggenang di pelupuk matanya setelah mendengar pengakuan Barra. sebegitu egoisnya kah dirinya sehingga Barra bisa berpikir seperti itu?   "Kalau emang lo nggak mau balik sama gue kemarin seharusnya lo bilang. Lo nggak perlu menghindar dari gue. Lo tahu, karena sikap lo itu akhirnya gue sadar bahwa seharusnya, sejak awal gue memang nggak perlu membuka komunikasi sama lo. Seharusnya, Gue nggak membiarkan diri Lo masuk terlalu dalam di hidup gue. Jika pada akhirnya lo ngelakuin semua ini." Barra menghentikan kalimatnya, menarik nafas dalam sebelum akhirnya kembali berkata;   "Lo mau jauh dari gue kan?" katanya dalam, menatap mata indah Starla yang berurai air mata. "Kalau gitu... Gue kabulin keinginan lo."   Dan bersamaan dengan kalimat itu berakhir Barra melangkahkan kakinya meninggalkan Starla. Gadis itu menjatuhkan tubuhnya ke rumput, dengan berurai air mata, Starla menangis pilu. Ia tahu, ia tidak cukup pintar dalam hal asmara, tapi ia tidak tahu bahwa keputusannya untuk menghindari Barra kemarin akan berakhir seperti ini.   Rasanya menyesakkan, kata-kata Barra seolah menunjukkan Bahwa laki-laki itu sudah tidak ingin lagi berhubungan dengan Starla.   Menyeka air matanya yang terus saja mengalir Starla mencoba untuk berdiri ia tidak ingin seperti ini, katakan bahwa ia labil, tapi sungguh Starla tidak menginginkan hal seperti ini terjadi. Ia hanya ingin Menghindari Barra agar orang-orang tidak salah paham. Tapi bukan berarti Starla tidak ingin berhubungan dengan Barra atau berpikir bahwa laki-laki itu tidak cukup penting seperti yang dikatakan Barra.   Tapi, kenapa? Semua yang terjadi seolah menunjukkan bahwa Starla memang salah. Tuduhan yang Barra berikan padanya seolah menegaskan bahwa Starla adalah Gadis yang tidak memiliki perasaan sama sekali.   TBC...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD