BAB 10 – Dilamar Lagi?

1316 Words
POV Nisa Rafa menuntunku menuju sebuah mobil yang sudah terparkir cantik di depan halaman rumahnya. Mobil yang begitu indah. Warnanya putih mengkilat, benar-benar sangat mewah, menurutku. Dari dulu aku memang begitu memimpikan memiliki mobil berwarna putih. Tapi bagiku itu hanya akan sebatas mimpi. Mimpi yang tidak akan pernah bisa terwujud. Karena aku sadar, aku hanyalah wanita biasa dan sangat sederhana. Menurutku, diriku juga tidak terlalu cantik dan menawan hingga bisa memikat duda kaya agar bisa memiliki uang untuk membeli mobil impian ini. Ah, pikiran kotor ini tiba-tiba menggelayut. Tapi semua itu benar adanya. Aku begitu memimpikannya hingga benar-benar terbawa ke alam mimpi. Waktu aku menjanda selama dua tahun, aku pikir akan bisa menikah dengan duda kaya, nyatanya tidak, hehehe. Aku tersenyum  membayangkan hal itu. “Ada apa kamu tersenyum-senyum sendiri, apa ada yang lucu?” Rafa membuyarkan lamunanku. “Eh, ma—maaf. Nggak ada apa-apa. Aku hanya tertegun, mobilmu sangat bagus.” “Tidak, itu bukan mobilku. Tapi itu adalah mobilmu. Mobilku ada di sana.” Rafa menunjuk ke sebuah garase. Di sana terparkir mobil pajero sport berwarna Hitam dan Toyota Vios berwana kuning, warna yang begitu ngejreng. Rafa memang begitu menyukai warna kuning. Tapi apakah memang ada toyota Vios mengeluarkan warna kuning? Entahlah, aku mana ngerti masalah mobil. Selama ini yang kutahu aneka cabe, bawang, kentang dan kebutuhan dapur lainnya hehehe. Aku kembali tersenyum dan mengeluarkan sedikit suara tawa. “Nisa kamu demam?” Rafa mengusap kepalaku dengan sangat lembut. “Apa maksudmu?” “Dari tadi kamu tertawa-tawa sendiri. Apa yang kamu lihat? Apa kamu melihat sesuatu yang lucu?” Rafa memerhatikan sekitarnya.   “Mobil itu terlalu ngejreng, ternyata kau masih menyukai warna kuning.” “Ya, aku memesannya khusus agar warnanya seperti itu. Baiklah, kamu suka?” Aku mendelik, “Tidak terlalu.” “Aku tahu jika kamu bukan pecinta warna kuning. Baiklah, silahkan masuk.” Rafa membukakan pintu untukku. Aku merasa tersanjung diperlakukan seperti ini. “Terima kasih, harusnya tidak seperti ini. Atau jangan-jangan aku tibak boleh ya menyentuh mobil yang sangat indah ini.” “Apa yang kamu katakan, Sayang, ini adalah mobilmu. Seharusnya aku minta izin dulu kepadamu apakah boleh memakai mobil ini atau tidak. Jangan-jangan nanti malah minta ganti uang bensin.” Rafa tertawa, tawanya sangat manis. Untuk pertama kalinya Rafa memanggilku dengan panggilan sayang setelah perlakuan kasarnya tadi. sebenarnya aku tidak suka Rafa memanggilku seperti itu. Karena Dia memang bukan siapa-siapaku. Rafa hanya sebatas mantan suami yang telah memberiku talak tiga. Hampir saja tetesan bening keluar lagi dari netraku sebelum aku mampu mengendalikan emosiku. Aku tidak ingin Rafa marah karena air mata ini bisa merusak dandananku. Mobil pun melesat meninggalkan pekarangan rumah Rafa. Menapaki jalanan yang sepi. Keluar dari komplek perumahan, aku melihat hamparan sawah di bawah indahnya sinar rembulan. Malam ini memang sangat cerah dan bulan bersinar sangat terang. Sepertinya aku tidak asing dengan jalanan ini. Aku seperti pernah melewatinya. Sedari awal aku dibawa paksa ke rumah Dafa, aku masih belum tau dimana sebenarnya aku berada. Yang ku tahu, aku sedang di rumah Dafa. “Kau sangat cantik, Nisa. Aku mencintaimu.” Rafa memecah lamunku. Aku hanya menjawabnya dengan senyuman kecil kemudian aku kembali mengalihkan pandanganku kejalanan yang mulai meninggalkan hamparan sawah. Jalanan ini mulai ramai, kemudian berbelok ke arah kiri ketika sampai di persimpangan. Ya, aku mengenali daerah ini. Ini adalah jalan menuju rumah temanku. Daerah ini memang sangat indah, tenang, damai dan asri. Aku pernah menceritakannya dulu ke Rafa betapa inginnya aku memiliki rumah di daerah ini. Tapi kembali, aku merasa saat itu hanyalah cerita dongeng penuh mimpi. “Kenapa, Sayang. Apa yang kau pikirkan?” “Hmm ... aku sepertinya mengenali daerah ini. Ternyata benar, ini adalah jalan menuju rumah mertuanya Shakira.” “Kamu menyukainya?” Aku hanya diam tak menjawab pertanyaan Rafa. “Apakah kamu masih ingat, dulu kamu begitu bersemangat bercerita tentang rumah temanmu itu. Kamu begitu mengagumi keindahan dan kedamaian daerah itu. Sekarang aku mewujudkannya untukmu.” Rafa cukup mampu membuatku melambung. Aku tiba-tiba melupakan semua kekejiannya hari ini. Aku melihatnya begitu tampan di balik kemeja berwarna senada dengan warna gaunku. Pakaian yang Rafa kenakan pasti sangat mahal. Sungguh berbeda dengan Rafaku yang dulu. Sebenarnya aku masih memiliki rasa untuknya. Penghianatan, penderitaan dan kekecewaan yang Rafa torehkan selama ini tak cukup mampu untuk membuatku seratus persen membencinya. Aku sudah bersamanya selama empat belas tahun lebih. Bagaimana dulu waktu masih SMA dia mengejar cintaku. Semasa kuliah dia rela bekerja apa saja demi membantu membiayai kuliahku. Dia bahkan mau menjadi pengamen, jadi buruh bangunan, kenek bus kota, apa saja akan dia lakukan untuk memenuhi segala kebutuhanku. Aku memang berasal dari keluarga miskin. Sekolah dari SD hingga perguruan tinggi hanya mengandalkan beasiswa dan prestasi. Jadi sebesar apa pun Rafa menyakitiku, aku tidak akan mampu total membencinya. Apalagi ada Amanda, buah cinta kami. Rafa kemudian menyalakan radio. Senandung-senandung cinta menghiasi mobil ini memecah keheningan yang ada. Tanpa sadar, aku terbawa suasana sehingga ikut-ikutan bersenandung kecil mengikuti lirik lagu yang ada. “Suaramu sangat merdu, masih sama seperti dulu.” Aku segera menghentikan nyanyianku dan kembali mengalihkan pandanganku ke jalanan. “Kenapa kau diam, Sayang? Apa aku salah bicara?” aku menggeleng dan diam seribu bahasa. Aku tidak tahu harus menjawab apa. Tidak lama, Mobil pun berhenti di depan sebuah hotel. Hotel ini begitu kukenal sebab aku sudah beberapa kali ke sini. Aku selama ini bekerja di perusahaan kontruksi, jadi begitu sering mengikuti pelatihan dan seminar yang sering diadakan di beberapa hotel. Rafa membantuku membuka safety belt, walaupun sebenarnya dia tidak perlu melakukannya. Aku memang wanita sederhana, namun aku masih tahu bagaimana cara membuka safetybelt. Aku segera membuka pintu hendak keluar namun Rafa menggenggam pergelangan tanganku. “Tunggu dulu, ada yang ingin aku sampaikan.” Aku kembali menutup pintu mobil ini. “Jadi kita tidak turun di sini?” “Iya, kita akan masuk ke dalam, tapi sebelumnya ada yang ingin aku sampaikan kepadamu.” “Mau menyampaikan apa?” Aku mengernyit. “Apakah kamu mau menikah lagi denganku, Annisa Secilia?” “Apa aku punya pilihan?” Aku menjawab tanpa ekspresi. “Menurutmu?” “Untuk apa kau menanyakannya jika jawabannya sudah ada di tanganmu.” “Aku mohon jangan bersikap dingin kepadaku, Sayang. Aku benar-benar sangat menyayangimu. Aku bersumpah akan membahagiakanmu.” Rafa menggenggam kedua telapak tangan dan mencium punggung tanganku, kemudian mengelus kepalaku dengan sangat lembut. “Ohya, sebentar.” Rafa tampak mengeluarkan sesuatu dari saku celananya. Dia mengeluarkan sebuah kotak kecil berbentuk hati. Rafa kemudian membukanya tepat di depan wajahku. Aku melihat sepasang cincin putih yang sangat berkilauan. Salah satu cincin itu bagian tengahnya tersemat permata yang sangat indah. Entahlah, apakah ini sejenis permata, berlian, mutiara, intan atau yang lainnya, aku tidak tahu karena yang ku tahu selama ini hanyalah batu cincin. Rafa kemudian memegangi jari-jemari kiriku dengan sangat lembut, kemudian memakaikan salah satu cincin di jari manisku. Aku begitu tertegun melihat cincin itu terpasang sangat cantik dijariku. Selama ini aku tidak pernah memiliki perhiasan apa pun. Jangankan cincin seperti ini, cincin dengan lapisan emas tujuh puluh persen saja, aku tidak punya. Aku menyimpan sebagian besar gajiku untuk masa depan Amanda.   “Sekarang giliranmu, Sayang.” Aku menganggguk lembut dan memakaikan cincin yang satunya ke jari manis Rafa. “Baiklah, sekarang kita turun. I Love You.” Rafa mengusap lembut kepalaku, namun aku tak membalas ucapannya. Rafa kembali menggenggam telapak tangan kananku. Kami berjalan memasuki hotel. Tampak satpam hotel menyapa Rafa dengan sangat ramah. Rafa membawaku kesebuah ruangan yang di depan pintunya sudah berdiri beberapa penjaga. “Selamat datang Pak Rafa, kenapa telat? Acara sudah dimulai.” Seorang pria datang dan menyalami Rafa. “Biasa, wanita dandannya lama.” Rafa tersenyum menatapku. “Selamat malam bu, silahkan menikmati malam ini.” Pria itu menyapaku sambil meletakkan tangannya ke d**a. Aku pun membalas dengan senyuman. === ===== Please, mohon dengan sangat, TINGGALIN KOMEN di setiap bab ya, Spam juga nggak apa-apa yang penting aku tahu kamu ada, hehehe ... MAKASIH ...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD