- BAB 2 -

1488 Words
[Grand Hotel Marriott Resort, Golf Club and Spa di Point Clear, Alabama.] Hotel di Alabama ini dibangun pada tahun 1847, dan hanya memiliki empat puluh kamar tamu. Sekarang hotel ini telah memiliki lebih dari empat ratus kamar, pantai pribadi dengan dua lapangan golf delapan belas lubang, sembilan restoran, dan spa. Ada juga kolam renang outdoor bergaya laguna, bak mandi air panas, dan kolam renang lintasan. Di sinilah William berada sekarang ini. Setelah menghadiri begitu banyak pertemuan dengan orang-orang hari ini, ia memutuskan untuk bersantai bersama beberapa orang kolega bisnisnya. Pria itu tidak bersama Zakky, ia ingin lebih bebas dari pria itu ketika bersama dengan orang-orang penting. Bukan untuk kenyamanannya, tetapi ia hanya tak ingin para koleganya merasa terganggu dengan kehadiran Zakky di antara mereka. Pria itu menyewa seluruh hotel, dan hanya orang-orang yang memiliki hubungan dekat dengan kolega bisnisnya, atau juga dirinya yang bisa masuk dengan bebas. Para pelayan juga dibatasi oleh William, itu bertujuan agar dirinya dan juga koleganya merasa lebih tenang. “Tuan Brenzuela,” tegur seseorang. William yang sejak tadi menatap lapangan golf dari balik jendela kaca mengalihkan tatapannya, ia kemudian tersenyum kecil saat bertatap muka dengan seorang pria yang jelas memiliki umur lebih tua darinya. “Tuan Michael, ada apa? Sepertinya kau memerlukan bantuan.” Pria bernama Michael tersenyum, ia kemudian melangkah, dan berdiri di samping William. “Mengenai proyek baru kita, mungkin membangun apartemen mewah pada kawasan baru adalah ide yang baik. Bagaimana menurutmu?” William yang mendengar hal itu tersenyum. “Apartemen yang dikhususkan untuk orang-orang berada?” Tuan Michael mengangguk. “Sekarang berada di pusat kota sangat melelahkan, akan sangat menarik jika kita membangun apartemen di tempat yang agak jauh dari pusat kota.” William yang mendengar hal itu mulai tertarik, ia suka dengan pembicaraan seperti ini. “Baiklah, itu ide yang sangat menarik. Membangun hunian mewah yang tenang, dan memiliki pemandangan menarik.” “Yang terpenting adalah udara bersih.” Tuan Michael melirik, ia merasa senang saat William menanggapi ucapannya dengan baik. “Aku berencana membuat salah satu kawasan dari apartemen itu menjadi tempat penuh dengan bunga, tentu akan sangat menarik.” “Kau ingin membuat kawasan baru itu seperti lembah bunga?” “Tepat sekali. Bukankah bunga cukup indah, dan bisa menambah daya tariknya?” William balik bertanya. “Ya, kau benar. Itu akan sangat menarik, apalagi jika sebelum datang ke kawasan penuh bunga itu, akan melewati lapangan rumput hijau yang lumayan luas.” Kedua pria itu saling menatap, mereka kemudian sama-sama tersenyum. Pembicaraan mereka juga terus berlanjut, dan mereka menemukan begitu banyak ide menarik. Tuan Michael adalah kolega bisnis yang paling penting bagi William, ia dan pria itu memang memiliki perbedaan umur yang cukup jauh, tetapi apa yang mereka inginkan jelas saja sama.   Mereka memiliki kebiasaan yang sama, mereka juga sangat menyukai tempat yang tenang. Bagi William, bisa dekat dan berbisnis dengan Tuan Michael seperti sedang berbicara dengan ayahnya sendiri. Pria itu begitu memahami dirinya, dan ia juga memahami pria itu dengan begitu baik. Selama mereka bekerja sama, hasil dari kerja sama itu juga selalu sukses dan membuat mereka semakin banyak mendapatkan pundi-pundi uang. Ketika mereka selesai membicarakan bisnis, beberapa orang lainnya baru saja tiba. Mereka langsung menghampiri William dan Tuan Michael, dan memutuskan untuk bicara beberapa hal santai sebelum masuk kamar masing-masing dan membersihkan tubuh. “Jadi, kenapa kau belum juga menikah?” tanya seorang pria kepada William. Ia ada Tuan Roberto, salah satu orang yang baru saja bekerja sama dengan William. William yang tahu jika pertanyaan itu ditujukan kepadanya menatap, ia sebenarnya agak terganggu, tetapi ia mencoba untuk tidak menunjukkan hal itu. “Aku hanya merasa belum siap,” ujar William. “Menikahlah, jika kau tak bisa mendapatkan seorang wanita, itu kebohongan yang begitu besar.” William menatap seorang pria yang duduk di samping Tuan Michael, pria itu adalah Tuan Smith. “Aku hanya tak ingin menelantarkan istriku karena sibuk bekerja,” balas William. Tuan Michael yang mendengar jawaban William hanya mengangguk, ia kemudian berdirinya. “Kau akan kembali ke kamar?” tanya Tuan Roberto. Tuan Michael yang mendengar pertanyaan itu lantas menatap. “Ya, aku ingin mandi. Sebentar lagi jam tujuh malam, apa kalian semua lupa rencana malam ini?” “Baiklah, aku juga ingin segera mandi dan beristirahat sejenak sebelum makan malam,” ujar Tuan Alzheimer. Ia cukup pendiam, tetapi sangat murah senyum. William yang tak ingin menjawab pertanyaan seputar pernikahan juga segera berdiri, pria itu kemudian menggeliat. “Aku juga ingin segera masuk ke kamar dan membersihkan diri.” “Hah, baiklah, sepertinya kita harus segera bersiap-siap dan beristirahat untuk beberapa saat.” Tian Smith juta melakukan hal yang sama, ia sudah tak sabar ingin berbaring sejenak. Pria-pria itu kemudian bergegas, mereka segera menuju ke kamar masing-masing. Pukul 19:30 mereka berencana makan malam bersama, dan menghilangkan penat karena bekerja keras beberapa hari terakhir. ... Seorang wanita sedang duduk dengan tenang di depan televisi, ia menatap wajah tampan William yang nyaris selalu muncul di layar kaca. Pria tampan itu memang sangat terkenal saat ini, dan ia mulai menyukai permainannya sendiri. Wanita itu segera menatap ke atas meja, ponselnya baru saja bergetar, menandakan ada notifikasi yang masuk. Tangannya dengan cepat meraih ponsel itu, ia tersenyum saat menatap nama penelepon. “Ya?” “Aku sudah menyiapkan akses masuk untukmu.” Wanita itu menarik kedua sudut bibirnya, ia kemudian beranjak dari sofa dan menatap ke arah kaca. “Lalu?” “Bersiaplah, kami akan mengatur semuanya untukmu.” Wanita itu menyeringai, ia sangat suka dengan permainan yang akan terjadi mulai dari malam ini. “Apa kau mendengarku?” Suara orang di seberang sana terdengar sedikit kesal. “Daddy, tentu saja aku memahaminya.” Wanita itu sengaja menjawab dengan intonasi yang manja, ia ingin pria itu tahu jika bukan hanya memiliki wajah yang cantik, ia juga bisa meluluhkan seorang pria dengan ucapannya. “Jika saja aku tak memerlukanmu, aku tak akan mau berhubungan dengan jalang sepertimu.” “Dad, kau baru saja menghina putrimu sendiri.” Wanita itu menahan tawa, ia sama sekali tak merasa tersinggung saat pria itu mengatakan jika dirinya seorang jalang. “s**t!” Wanita itu tertawa, ia ingin sekali melihat wajah kesal orang tersebut. Pasti sangat menyenangkan jika bisa mengejeknya secara langsung. Sambungan telepon langsung terputus, dan wanita itu segera meletakkan ponselnya pada meja rias. Ia membuka kemudian menyanggul rambutnya lalu duduk dan merias wajahnya. Malam ini ia akan menggunakan riasan tipis, ia akan membuat kesan anggun agar William tertarik kepadanya. ... Malam akhirnya tiba, dan William juga sudah bersiap-siap untuk melakukan acara makan malam dengan koleganya. Pria itu mengenakan setelan jas berwarna hitam, rambutnya di sisir rapi. Ia kemudian melangkah ke depan kaca dan kembali menatap penampilannya. Tidak ada yang berlebihan, ia masih terlihat santai malam ini. Tangannya segera meraih salah satu botol parfum di atas mejanya. Clive Christian Imperial Majesty, komposisi dari parfum ini terdiri dari kacang tonka, kayu ceda, kapulaga, dan jeruk mandarin. Hebatnya lagi, parfum pria paling mahal ini hanya diproduksi 10 botol. William yang sudah selesai dengan acara menyemprotkan parfum menarik napas panjang, ia kemudian mengusap wajahnya. Semoga saja tak ada pertanyaan tentang pernikahan, atau juga wanita. Ia sungguh tak tertarik untuk membahasnya. Pria itu kemudian meraih ponselnya, ia langsung saja meninggalkan kamarnya, dan berlalu ke ruangan khusus yang sudah disiapkan oleh para pelayan untuk dirinya dan para koleganya. William berjalan agak cepat, ia sudah cukup terlambat, dan tak ingin mendapatkan citra yang buruk dari orang-orang di sekitarnya. Pria itu bahkan tak memerhatikan keadaan sekitar seperti biasanya. Ia tak punya waktu untuk melakukan itu, dan di tempat yang sudah ia pastikan aman tak akan mungkin ada penyusup. Tetapi sial bagi William, ia tak menyadari seorang wanita yang mengintip di balik pilar besar. Wanita itu terlihat begitu puas karena William benar-benar mengendurkan ketelitiannya. “Nona, apa yang bisa kami lakukan sekarang?” Wanita itu menatap salah satu staf hotel yang menghampirinya setelah William benar-benar menjauh. “Masukan bubuk ini ke dalam makanannya, dan pastikan ia meminum sedikit alkohol.” “Saya mengerti,” balas staf hotel itu. Wanita tadi tersenyum penuh arti, ia kemudian beranjak. Sekarang kembali ke kamarnya dan menunggu kabar dari mereka yang lain jauh lebih baik, ia harus bisa membuat William benar-benar terjebak di dalam perangkapnya, dan memainkan peran dengan baik. Wanita itu teringat dengan perjanjian yang dirinya setujui beberapa waktu lalu, dan setelah ia menandatanganinya sejumlah uang dalam jumlah yang sangat banyak masuk ke rekeningnya. Di saat ia sedang menikmati hidupnya, dan membayangkan kejadian yang akan terjadi malam ini, wanita itu di kejutkan dengan seseorang yang menarik tangannya. Orang itu menyeretnya masuk ke salah satu kamar hotel, lalu menutup pintu dengan sedikit kasar. “Kenapa kau berkeliaran!” “Aku hanya melihat mangsaku yang manis,” balas wanita tersebut. “Tetap saja! Kau bisa membuat semuanya berantakan jika begini,” ucap pria itu. Wanita yang mendapatkan peringatan hanya bersedekap. “Aku sudah memerintahkan para staf untuk mematikannya CCTV, dan aku juga sudah memastikan jika semua staf yang bertugas hari ini bisa menutup mulutnya dengan rapat.” Pria itu membuang muka. “Aku akan membunuhmu jika semuanya gagal.” “Daripada membunuhku, kenapa kau tidak menikmatiku?” Wanita itu melangkah, ia membenarkan dasi pria itu yang sedikit berantakan. “Aku tak akan pernah sudi, kau jalang, dan kau hanya wanita bayaran.” Mendengar penuturan itu membuat wanita tadi tersenyum semakin manis. “Aku suka saat ada seseorang yang memujiku sebagai jalang.” Pria itu mendorong tubuh wanita itu, ia kemudian keluar dari ruangan itu. “Kembali ke kamarmu, dan tunggu perintah dariku.” Brak ... Wanita itu menarik napas. “Jalang? Ya ... apa masalahnya jika memang seperti itu?” Wanita itu kemudian menahan rasa sesak di hatinya, ia sudah terbiasa mendengar kata itu, dan ia tak boleh menangis. Ia hanya harus menikmatinya dengan baik, dan membuktikan jika jalang sepertinya juga memiliki harga. Tak ingin berlama-lama, wanita itu segera keluar dari kamar tersebut. Ia memang akan kembali ke kamarnya, dan kembali menata hatinya yang sedikit sakit.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD