Malam Petaka

2028 Words
“Ungh, sakit…” wanita itu merintih kesakitan walaupun belum sepenuhnya sadar. Tapi rasa sakit di seluruh tubuhnya sudah benar-benar tak tertahankan lagi. Dia masih belum sadar bahwa kini dirinya terbaring di sebuah ranjang berukuran besar dan begitu empuk. Ketika ia membuka mata, seketika ia langsung terkejut dan terduduk dengan cepat. Sudah pagi! “Argh!” wanita bernama Aubrey itu langsung memegangi kepalanya yang begitu pening. Ia menatap ke sekitarnya, terlihat buram dan berputar-putar karena ia langsung memaksakan diri untuk terbangun. Pandangannya berkunang-kunang sebelum apa yang berada dihadapannya terlihat jelas dan semakin jelas. Tempat yang dilihat oleh matanya adalah sebuah ruangan yang tidak ia kenal. Lebih seperti ruangan hotel, penthouse, atau apartemen. Yang jelas kamar ini begitu luas dan terlihat mewah, terdiri dari dinding-dinding kaca yang ditutup oleh tirai tipis, namun cahaya matahari pagi dapat menelusup masuk menerangi ruangan ini dan menandakan pagi yang telah datang. Kasur yang ditiduri Aubrey menghadap kearah kaca yang besar, yang membuatnya dapat melihat gedung-gedung lain diantara bangunan megah ini. Aku ada dimana?! Pekik Aubrey dalam hati. Matanya melebar tajam, tangannya terangkat memegang kepalanya yang masih sangat pusing, bahkan sampai menjambak rambutnya sendiri untuk mengingat semua yang terjadi. Dia pingsan semalam dan hingga membuatnya tidak dapat mengingat apa yang terjadi tadi malam. Sampai kemudian Aubrey semakin sadar bahwa tubuhnya kini telanjang dan hanya tertutupi sehelai selimut! Jantung Aubrey rasanya langsung berdetak seratus kali lebih kencang dari biasanya. Dengan napas tercekat, ia menyibakkan selimutnya dan ia sampai terkesiap tanpa suara karena benar-benar telanjang tanpa memakai sehelai kain pun. Tak lama kemudian dirinya semakin merespon rasa-rasa sakit pada tubuhnya. Kedua kakinya kebas, sensasi kesemutan dan terbakar sangat terasa diantara kedua pahanya. Aubrey tak bisa menahan air matanya lagi. Ia menggigit bibirnya, tubuhnya gemetaran dan ketakutan. Bahkan orang paling bodohpun tahu apa yang terjadi. Melihat kasur yang berantakan ini hingga seprai nyaris lepas dari kasurnya, kaki yang kebas dan seluruh tubuh yang sakit membuat Aubrey menyadari bahwa semalam ia telah diperkosa… Masih sambil menangis, dengan tangan gemetaran Aubrey kembali menarik selimut tebal itu untuk menutupi tubuh polosnya dan membungkus dirinya dengan erat. Suhu pendingin ruangan yang bersemilir sejuk membuat tubuhnya semakin menggigil kedinginan—karena tidak memakai pakaian sehelai pun dan juga karena ketakutan. Aubrey menutup tangannya dengan kedua telapak tangan dan terisak semakin kencang. Seketika ingatan-ingatan soal memori semalam kembali merasuk kedalam kepalanya. Aubrey baru saja diantar pulang oleh teman kuliahnya yang seorang pria sambil memakai mobil pada malam hari selepas Aubrey bekerja paruh waktu. Aubrey bekerja di sebuah florist untuk menambah uang jajan dan berusaha untuk membiayai kuliahnya sendiri. Ayahnya memang seseorang yang cukup berkecukupan dalam hal ekonomi. Namun seluruh hartanya seperti di limpahkan semua ke ibu tirinya dan saudara tirinya. Keluarga Aubrey juga cukup kacau. Ayahnya selingkuh saat Aubrey kelas lima sekolah dasar dan menikah lagi dengan selingkuhannya yang merupakan janda anak satu saat Aubrey menginjak smp. Aubrey yang merupakan anak tunggal harus bertahun-tahun bertahan melihat kedua orangtuanya bertengkar. Di sisi lain ibu kandungnya tidak ingin bercerai karena masih mencintai ayahnya, juga mempertahankan harta suaminya yang merupakan hak dirinya dan Aubrey. Aubrey juga tidak paham kenapa Ayahnya sangat serakah—selingkuh hingga menikah lagi dengan wanita lain, namun tidak mau menceraikan istri sah-nya. Bertahun-tahun Aubrey dan ibunya bertahan melihat ulah b***t Ayahnya yang selalu membela selingkuhannya. Sampai ibu kandung Aubrey tidak kuat lagi, jatuh sakit dan tak lama kemudian meninggal. Sialnya Aubrey menjadi harus tinggal dengan ibu tirinya itu yang dulunya merupakan seorang w*************a dari panti pijat dan juga anak perempuannya yang seusia Aubrey bernama Zia. Dulu hanya Aubrey yang memiliki marga Lee. Sekarang dirumah ini jadi ada Aubrey Lee dan Zia Lee. Sudi tidak sudi Aubrey harus tinggal satu atap dengan orang-orang yang dibencinya. Bagaimanapun ia harus hidup, harus makan, memiliki tempat tinggal dan tetap menuntut agar Ayahnya menyekolahkannya hingga duduk dibangku kuliah agar bisa menjadi orang sukses dan mendepak ibu tiri serta saudara tirinya dari rumah miliknya dan mendiang ibunya ini. Rino—teman dekatnya yang mengantarkannya masih berdiam di dalam mobil, menamati rumah tingkat dua milik Aubrey. “Bokap lo belum pulang ya?” tanya Rino. Aubrey juga tak langsung turun dari mobil dan menatap kearah rumah. “Belum.” “Kapan katanya mau pulang dari Amerika?” Aubrey bergeming. “Nggak tahu.” “Brey, kalau lo nggak tahan sama nyokap dan saudara tiri lo, mending nge-kost aja lah.” Ujar Rino sambil mengusap bahunya. Ketika Aubrey menoleh menatapnya, Rino meringis kecil dan tangannya mengusap ujung pelipis Aubrey. “Miris gue tahu lo cakar-cakaran mulu sama saudara tiri lo yang pelac*r itu. Nurun ibunya.” Aubrey menghela napas dan mengalihkan wajahnya, ia tidak ingin semakin dikasihani oleh Rino yang telah sangat baik padanya. “Lo kan tahu gimana kondisi keuangan gue pribadi. Kalau gue nge-kost, otomatis biaya buat kuliah dan makan di kampus jadi berkurang.” “Yaudah kalau gitu tinggal bareng gue aja.” “Gue pukul lo ya, No!” Aubrey sudah mengepalkan tangannya hendak memukul Rino. Pria itu tertawa dan menggenggam tangannya, lalu mengecup punggung tangannya. “Lo tahu kan gue serius sama lo, Brey.” Ucap Rino tiba-tiba dengan begitu lembut. “Setelah lulus kuliah dan usaha gue semakin mapan, kita menikah dan gue bawa lo keluar dari rumah itu!” Aubrey hanya berdecak, lalu tertawa kecil. “Mulai deh omongan lo halu.” Karena Aubrey tak lagi percaya cinta semenjak Ayahnya berselingkuh, menikah lagi dan bahkan membuat ibunya jatuh sakit hingga meninggal. Rino memang menjadi teman dekat pria yang baik, sahabat yang baik. Berkali-kali ia menyatakan cinta, tapi Aubrey selalu tak berani menjawab. Karena komitmen adalah hal yang menyeramkan bagi Aubrey dan segala pengkhianatan yang ia lihat jelas dengan mata kepalanya sendiri membuatnya memiliki trauma dalam sebuah hubungan cinta. “Aubrey…” Rino sampai menghela napas juga. “Kapan sih lo bisa buka hati dan percaya?” Aubrey hanya tersenyum, lalu melepaskan genggamannya dari tangan Rino. “Gue turun dulu, ya.” Namun sebelum benar-benar turun, Rino menahan dirinya dengan cara mencekal tangannya. “Kalau ada apa-apa lo bisa hubungi gue, okay?” “Okay.” Jawab Aubrey sambil tersenyum manis. Ia benar-benar tidak ingin membuat Rino khawatir, walaupun menginjakkan kaki di rumah saja selalu membuat hatinya resah tak karuan. Di ruang tamu rumahnya, Aubrey kembali melambaikan tangan kearah mobil Rino yang kacanya terbuka dan kemudian Rino mulai melajukan mobilnya meninggalkan rumah Aubrey. Tak lama kemudian, terdengar suara kunci rumah diputar dari dalam rumah dan kemudian pintu rumah terbuka. Aubrey langsung melirik Zia—saudari tirinya yang memakai hotpants dan juga tanktop hitam, kini sedang menatapnya sama sinisnya. Memilih tak berkata apa-apa, Aubrey langsung melangkah begitu saja melewati Zia. “Kerja apa sih lo sebenernya? Jual diri ya?” ucap Zia dengan tangan bersedekap di depan d**a. “Jaga ya mulut lo!” Jawab Aubrey tak terima, walaupun ia sedikit mengecilkan suaranya agar mama tirinya tidak mendengar percekcokan mereka. Zia memutar bola matanya sambil melangkah melewati Aubrey. “Ya, habis, tiap pulang kerja malem banget. Dianterin sama cowok yang beda-beda lagi.” Aubrey sontak memicingkan mata. “Nggak usah sok tahu deh lo. Bukannya yang selama ini jual diri tuh elo, ya?!” Zia sontak menghentikkan langkahnya. Lalu membalikkan badan menatap Aubrey, dirinya terlihat tidak sakit hati dan berapi-api karena ucapan Aubrey barusan. Saudari tirinya itu malah menanggapi dengan tenang. Dengan senyum miring Zia menjawab, “jadi lo udah tahu?” Aubrey sudah membuka mulut hendak menjawab, tapi kemudian suara teriakan mama tirinya dari arah kamarnya membuatnya mengurungkan niat untuk membalas ucapan Zia. “Aubrey!!!” Aubrey dan Zia sampai saling berpandangan heran, dengan cepat mereka berdua menaiki anak tangga menuju ke kamar Aubrey yang memang bersebelahan dengan kamar Zia dan bahkan Ayahnya membuatkan connecting door—karena Ayahnya berharap mereka berdua bisa akrab, namun nyatanya hal itu sia-sia. “Ma!” Aubrey sampai membelalakan matanya menatap kamarnya yang sudah berantakan. “Mama apa-apaan, sih? Ngapain di kamar Aubrey?!” “Uang darimana itu?!” Sarah—ibu tiri Aubrey menunjuk sebendel uang seratus ribu dan juga dollar, bahkan juga ada uang-uang yang lainnya. Belum juga Aubrey menjawab, Sarah kemudian membuka lemari Aubrey dan mengeluarkan pakaian-pakaian mini dan seksi dari dalam lemarinya. “Dan pakaian-pakaian seksi ini?! ngapain kamu nyimpen ini, hah?!” Aubrey sampai bingung harus menjawab apa, ia langsung melemparkan tatapan tajam pada Zia yang masih terlihat tenang. “Dan ini!” Dengan bentakan keras, Sarah melemparkan bungkusan-bungkusan alat kontrasepsi serta obat pencegah kehamilan ke muka Aubrey. “Untuk apa kamu menyimpan ini semua dibawah kasur kamu, Aubrey Lee?!” “Ma, ini semua bukan punya Aubrey! Lagian ngapain sih mama masuk-masuk kamar aku?!” Aubrey memberikan pembelaan. Sarah melangkah maju, hingga Aubrey melangkah mundur keluar dari kamarnya karena didesak oleh Sarah. “Mama udah curiga ya sama kamu yang selalu pulang malam dan diantar oleh lelaki yang berbeda-beda!” “Itu semua teman aku, ma…” “Teman atau memang jual diri?” Zia memanas-manasi. Aubrey langsung melotot kearah Zia. Dia menegakkan tubuhnya, menatap Zia tak terima. “Ini semua kerjaan lo, kan? Itu semua barang-barang lo, kan? Lo buat gue dituduh buat menutupi jati diri kalau lo itu emang pelac*r!” Plak! “Ma!” Zia berteriak keras saat Sarah menamparnya. Tidak satu tamparan, Sarah kembali menamparnya lagi hingga berkali-kali dan bahkan juga menjambaknya. “Jaga bicara kamu, ya! Jangan menghina anak saya.” Ucap Sarah sambil menarik rambut Aubrey keras-keras. “Tapi emang itu kenyataannya!” Aubrey sampai sudah meneteskan air matanya, kulit kepalanya terasa perih dan sangat sakit karena dijambak dengan keras. “Sini kamu!” Sarah bahkan menarik rambutnya hingga Aubrey tersungkur, namun kemudian menariknya lagi hingga Aubrey berdiri dan mengikuti langkahnya menuruni anak tangga. “Kalau bukan karena ayah kamu, saya tidak sudi menampung kamu dirumah ini.” “Argh!” Aubrey berusaha membela diri, ia menangis sambil mendorong mama tirinya. “Ini rumah saya! Kalian berdua yang telah merenggut kebahagiaan ibu saya. Anda harus sadar siapa diri Anda sebenarnya. Dasar perebut suami orang! Pelac*r! dan hal itu menurun ke anakmu yang juga jadi simpanan para p****************g!” “KURANG AJAR!” Bahkan Sarah sangat marah membabi buta hingga menonjok mata Aubrey. Zia memegangi tubuh Aubrey dari belakang, membiarkan mamanya memukuli wajah cantik Aubrey. Sampai kemudian Sarah kembali menjambak Aubrey dan mendorongnya yang membuat Aubrey terjatuh dan terguling di anak tangga melingkar ini hingga kebawah. Zia dan Sarah awalnya hanya diam di tengah-tengah anak tangga, tapi melihat Aubrey yang tak bergerak selama beberapa detik dibawah, mereka saling berpandangan kemudian. “Ma, gimana nih?!” Tanya Zia panik. Sarah langsung menuruni anak tangga, berjongkok dan mengangkat wajah Aubrey yang sudah babak belur dan berdarah. “Engh… sakit…” Aubrey masih mengerang kesakitan setelah sadar dengan suara parau. Namun Sarah malah mendengkus meremehkan dan tersenyum licik. “Kenapa, Ma?” tanya Zia lagi. Tak lama kemudian ponsel Sarah berbunyi, ada panggilan masuk dari seorang sekertaris seorang pengusaha ternama di Asia. Sarah segera menjauh dari Zia dan Aubrey, kemudian mengangkat teleponnya. “Halo, Ko… apakabar?” jawab Sarah dengan nada genitnya. “Mau booking lagi? Aku ada nih, masih muda dan masih perawan.” “Kamu bisa jamin dia masih muda dan perawan?” Sarah tertawa, lalu melirik Zia. “Aku sangat bisa menjamin. Ingin Anda apakan saja wanita ini tidak akan memprotes. Bagaimana? Mau aku kirim sekarang?” *** Aubrey sudah ingat ia bertengkar dengan mama tiri dan juga saudari tirinya. Ia ingat dituduh menjadi simpanan dan karena amarah Aubrey memuncak, ia akhirnya juga mengatai bahwa Sarah dan Zia adalah simpanan yang telah menghancurkan kebahagiaannya. Pertengkaran itu membuatnya dipukuli hingga babak belur dan terjatuh dari tangga melingkar rumahnya yang tinggi itu. Kemudian, ia dibuat pingsan oleh mama dan juga saudara tirinya. Lalu terbangun di hotel ini. Aubrey dengan marah mendorong selimut yang menutupi tubuhnya dari tempat tidur dan buru-buru mengambil pakaiannya yang berceceran di lantai berlapis karpet tebal itu. Tiba-tiba, sebuah arloji pria terjatuh dari atas ranjang… Dan juga ada jas pria dibelakang kursi disebelahnya. Aubrey merasa pipinya memanas, air mata kembali turun membasahi pipinya. Dirinya merasa sangat hina dan kotor. Kesucian dirinya telah direnggut oleh pria tak dikenal. “Argh! Sialan!” Aubrey dengan marah melempar arloji itu ke dinding hingga pecah. Ia berharap orang-orang yang telah membuatnya sehancur ini bisa pergi ke neraka!
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD