TIGA PULUH TIGA: BUAT JUNI!

1181 Words
Jun mengacak rambutnya gusar di dalam mobil. Akhirnya dia pulang sendirian. Asem, Janu siapa? Kok ada di kantor mereka? Pacar baru April?! Mikirin April punya pacar, dia mau nggak mau teringat sama ucapan April yang bilang kalau dia mungkin udah nggak perawan lagi. Dan itu seketika bikin mood nya anjlok seketika. Dia melajukan mobilnya kencang sambil bersumpah serapah dengan fasih. Untung maghrib - maghrib nggak ada polisi jaga di jalanan. Jadi dia nggak kena semprit karena ditilang. Dan sepertinya setan juga sedang nggak nengok ke arah Jun karena secara mengejutkan dia bisa sampai di rumah dengan selamat. Pas sampai, dia kebarengan dengan Didit yang antar Mei pulang. Dia menyempatkan diri buat menyapa. Sekalian nanti kalau dia beruntung dia bisa tanya sedikit pada Mei dan mendapatkan jawaban yang dia inginkan. "Woy, Bro. Baru pulang kalian? Tumben on time." Sapanya mengajak Didit high five.  Dia tau tunangannya Mei itu masih agak ati - ati sama dia, tapi untungnya dia masih santai dan nggak lantas menganggap Jun musuh. Respect.  "Kok lo sendian, Bang? April mana? Naik bis jangan - jangan? Tega bener sumpah sama adek gue!" Mei langsung menyerocos. Jun nyebut dalam hati. Satu pertanyaan belum sempat dia jawab, sama Mei udah dipangkatin tiga! Mana langsung ngegas lagi nggak kasih dia waktu buat jelasin apapun. Memang ini kakak beradik bar - bar. “Dia pergi sama temennya.” “Bukannya lo bilang April nggak punya temen, Bang di kantor?!” “Ya bagus, dong, Yang! April sekarang jadi punya temen.” Jun bersyukur di sini masih ada satu orang waras bernama Didit. Rasanya dia ingin memeluk sobat segendernya itu. Tapi nggak dia lakukan lah! Dia normal ya. Enakan meluk, cewek lah kemana - mana. Meluk cowok mah…. rata, keras lagi! “Tau nih, si Mei. Eh Mei, April punya cowok, ya?” Dia dapet jawabannya bahkan sebelum Mei menyuarakannya. Berbeda dengan April yang lebih suka pasang poker face dan seringnya dikira jutek karena resting b***h face nya itu, Mei malah ekspresif sekali. Dia kalo kaget ya melotot, kalo marah ya bibirnya monyong - monyong nggak jelas, drama lah pokoknya. “Sumpah demi apa kok gue nggak tau tentang ini, Bang?! Lo tau dari mana?!” Jun mendesah. Nggak membatu blas ih, si Mei ini. “Gue nanya loh ini. Bukan kasih tau.” “Kalo beneran… gue turut berduka cita deh, Bang buat lo. Ditinggal jomblo sendiri ahahahaha!” *** April berbalik menghadap Janu yang hari ini udah baik banget mau nganterin dia ke sini. “Kalo yang ini menurut lo gimana?” Dia menunjukkan bolpoint hitam dengan lis keemasan.  “Bagus, kok. Lo kalo kasih buat gue, gue pasti pake tiap hari.” “Yah, lo ngarep. Kan ini buat Pak Jun.” Benar! Minggu depan Jun ulang tahun, dan mumpung sudah gajian, dia sekalian saja. Dan karena dia bingung mau kasih Jun hadiah apa, di sinilah peran Janu dibutuhkan! Kan dia cowok, seenggaknya, dia tau lah selera cowok secara general itu gimana. Dan Janu juga cuku sabar menghadapi April yang panikan. Nggak tau kenapa tahun ini dia pengen kasih sesuatu yang mungkin disukai oleh Jun. Maunya sih sesuatu yang disukai Jun, jam tangan atau sepatu, minimal sunglass lah. Tapi kok mahal banget!! Jadinya, April memutuskan untuk memebelikannya bolpoint aja. Kayaknya sih, kalau April beruntung, bakal sering dipakai sama Jun buat tanda tangan dokumen atau sekedar buat dilempar padanya kalau dia ketahuan ngantuk di jam kerja. “Ada pilihan warnanya loh, Kak. Hitam, silver, ruby sama gold. Mungkin masnya mau milih sendiri Kak, biar fit seleranya. Hehehe silakan Mas, ini baru jadian ya, masih agak malu - malu gitu gayanya.” April langsung tersedak ludahnya dan batuk - batuk hebat. Asem! Ini Mbak - mbak SPG bolpoint nya nggak bisa mingkem bentar apa ya. Masa dia sama Janu dibilang pasangan. “Hehehe Kakaknya malu, ya.” “Hehehehe.” *** “Hehehe.” Janu tergelak saat April mengganjar lengannya dengan tabokan kencang. “Sakit loh, Pril! Tega lo! Masa sama pacarnya KDRT.” “Pacar apaan!!! Lo sumpah nyebelin banget. Sekali lagi lo niruin cara ketawa gue barusan ke Mbak SPG itu, lo bayar makanan losendiri!” Ancam April geram. Mereka sudah selesai berbelanja hadiah untuk Jun. April memberikan bolpoin untuknya, dan dia juga memesankan brownies yang pernah dibilang enak sama Jun dan sejak saat itu selalu diberikan April pada Jun dihari ulang tahunnya.  Yah, April kan kismin, jadi walaupun brownies itu lumayan agak mahal buatnya, demi Jun dan momen special Jun yang cuma setahun sekali ini, dia rela nggak jajan sebulan. April punya prinsip, kalau mau lakuin sesuatu harus all out, jangan nanggung. Membucin juga perlu totalitas tanpa batas. “Abis ini mau ke mana lagi?” Janu bertanya setelah pelayan mengantarkan pesanan makanan mereka. Ini bayaran April buat Janu karena sudah diantar muter - muter dari tadi pulang kerja sampai malam begini. Sebenernya, kalau untuk otak April yang ekonomis dan kadang suka mendadak jadi ahli matematika kalau urusah hitung - hitungan duit, akan lebih mudah dan hemat kalau dia ke sini naik ojol tadi. Tapi kan dia nanti nggak dapat sisi sentimentil dari kado yang ingin dia kasih ke Jun. Makanya, dia butuh peran Janu di sini. Yah, itung - itung nambah temen, kan. Walaupun dia masih ingin amat hati - hati berteman dengan orang - orang di tempat kerja. Nggak papa dibilang korban sinetron, tapi memang dunia kerja itu keras. Kalau kita taruh kepercayaan di orang yang salah, the end.  Makanya, April benar - benar menjaga hal itu. Septi dan Novi yang sudah lumayan dekat padanya saja, hanya tau hal yang umum. Dia nggak pernah cerita tentang hal yang terlalu pribadi atau sesuatu yang terlalu menunjukkan perasaannya. Dia nggak pernah cerita rumahnya dimana, Papa kerja apa. Dia cuma bilang kalau dia orang tuanya masih komplit dan dia punya satu kakak perempuan. “Mau kemana lagi emang? Udah jam segini. Pulang, lah. Lagian kadonya udah dapet.” Jawab April menyumpit ramennya dan menyuapkan ke mulutnya. “Kali aja lo mau beli kado juga buat gue.” April mendelik. “Nggak nggak. Lo siapa emangnya.” “Temen lo lah!” Janu menjawab dengan wajah nelangsa, membuat April jadi nggak tega. Tapi bukan April namanya kalau nggak bisa ngeles. Jadi dia mengelap mulutnya sok anggun dan menatap Janu. “Pertama, karena nama lo Januar, lo nggak mungkin lahir di bulan Juni. Kecuali Orang tua lo se bingung orang tuanya Pak Rebo yang ternyata lahir di hari kamis.” Baru satu alasan, dan Janu wajahnya sudah mengkerut - mengkerut geli mencoba untuk nggak tertawa. Cewek ini kenapa absurd sekali? Tapi April masih sok cool dan melanjutkan. “Terus, lo nggak liat barusan gue beli itu bolpoint harganya berapa?! Dua juta, Janu! Kalo nggak gara - gara ini atasan gue, udah gue buat hedon duit segitu.” Sampai sini, Janu menyerah dan mulai terkekeh. “Jadi, lo tenggang rasa dikit lah sama gue, kalo minta hadiah taun depan.” “Kok tahun depan! Bukan bulan depan?!” Cowok itu protes di tengah gelak tawanya. “Kan ulang tahun lo tahun ini udah lewat, jadi taon depan. Harga pas, jangan ditawar.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD