Rendezvous

1086 Words
    Di tempat lain yang Sagara tidak ketahui, wanita di balik akun Kayarivibe sekarang sedang terkejut, panik, berdebar anomali—luar biasa. Kayari Manayaka benar-benar tidak tahu harus melakukan apa karena mendapatkan pesan dari Sagara, model yang ketampanannya tidak wajar. Mau mengatakan ini mimpi, tapi benar-benar terjadi. Membalasnya saja tangannya gemetar. Berkali-kali menyelipkan helai rambut pendeknya ke belakang telinga. Butuh me-refresh terus-menerus untuk memastikan. Siapa tau itu kesalahan, memeriksa akunnya jikalau itu adalah fake account. Namun dipastikan itu akun asli dari Sagara Caraka dengan username Sagaraframe.     Kayari Manayaka, si pemilik akun yang komen di postingan Sagara. Pemilik username Kayarivibe yang sukses bikin Sagara bener-benar penasaran sampai memberikan alamat apartemen sekaligus nomornya.     Masih, kalau boleh jujur, Kayari masih tidak percaya, takut itu penipuan. Zaman sekarang banyak sekali penipuan memakai modus seperti ini. Namun dipastikan berkali-kali dengan kedua mata besar indahnya, itu memang akun Sagara. Centang biru-nya juga jelas sekali.     Meskipun masih tidak percaya dalam maksud pada diri sendiri, lantas Kayari tidak diam saja. Ia bukan wanita yang tak memanfaatkan keadaan.     Tentu saja dia sangar senang, sambil tersenyum terus-menerus, membayangkan saat bertemu dengan Sagara nanti. Apa saja yang dia harus siapkan. Kayari sudah dewasa, dia bahkan lebih tua setahun dari pria itu, bukan perbedaan yang signifikan, masih dalam lingkup umur yang sama. Jelas dia tahu maksud dari Sagara.     Baju?     Lingerie?     Benar-benar pusing sendiri, sampai rasanya dia tidak dapat mengerjakan pekerjaannya. Terdistraksi dengan kehadiran Sagara yang membuatnya tergila-gila. Sungguh sangat bukan dirinya seperti biasa yang ingin terus-terusan berkerja. Sangat menikmati. Tidak mau diganggu. Padahal beberapa hari lagi ada deadline dia menulis, tapi malam ini, Sagara orang pertama yang berhasil membuat pekerjaannya menjadi terbengkalai begitu saja. Tak lagi peduli.     Melihat jam sudah menunjukkan pukul sembilan malam, Sebut Kayari gila, sebab sekarang bukan melanjutkan pekerjaannya, dia malah membuka lemari. Memilih satu outfit yang mau dia pakai saat ini juga. Secara sadar, dia lebih memilih pergi menemui Sagara ketimbang menulis. Pekerjaan yang dia suka sekaligus membuatnya pening.     Awalnya tidak ada niat menemui malam itu juga, tapi Kayari tahu Sagara itu model yang akan memasuki dunia akting. Tahu sesibuk apa jadwalnya. Cari waktu untuk bertemu, akan sulit lagi. Jadi, kalau bisa malam ini kenapa mesti ditunda? Untuk pekerjaannya sendiri, Kayari itu cerdik, dia yakin akan dapat menyelesaikannya dengan cepat.     Tidak dapat menyetir, Kayari biasa menaiki kendaraan umum, bus dan kereta yang sudah canggih. Tapi kali ini dia memilih taksi online, sekalipun harus merogoh kocek lebih banyak dari biasanya. Tidak masalah untuk pekerja keras sepertinya, ia punya banyak uang. Kayari kerap memiliki prinsip bekerja sangat keras, hingga dapat menggunakannya juga dengan tenang. Ia berkerja untuk memenuhi hasrat kehidupannya terhadap barang-barang yang bisa dibilang cukup mewah.     Sepanjang jalan hendak menemui Sagara, Kayari terus berbicara dalam hati. Entah dia sendiri juga bingung apa yang sedang dia bicarakan. Mungkin meyakinkan diri sendiri. Ia ragu, takut, tapi juga penasaran. Campur aduk. Bagaimanapun, Sagara adalah idolanya.     Berkerja di tempat yang cukup dekat dengan dunia hiburan, ia mungkin terbiasa melihat artis lainnya, tapi pesona Sagara tidak main-main. Mereka juga pernah bertemu tatap, walaupun Kayari memilih untuk membuang muka karena takut mengganggu. Pun dia sedang sibuk-sibuknya. Tidak ingin membuat si superstar menjadi tidak nyaman, itu yang harus dilakukannya setiap bertemu seorang bintang. Bersikap professional saat sedang di kantor—sedang berkerja. Lain lagi kalau di luar—ada sedikit kebebasan berbeda.     Sampai di apartemen yang diberikan Sagara, Kayari cukup terkejut dengan bangunan dan interiornya. Mewah sekali. Besar sekali. Ini bisa dibilang sekaligus penthouse (ada pada bagian lantai teratas). Sering mendengar apartemen kawasan elit tersebut, seharusnya Kayari memang sudah tidak asing lagi, tetap tetap saja, lebih dari ekspektasi. Ia sendiri sampai terkagum dengan interiornya. Klasik yang mahal. Artistik, tetapi tidak menghilangkan kesan modernnya. Arsitek, desain interior sekaligus desain produksinya pasti berkerja sangat keras untuk semua keindahan yang dapat dimanjakan oleh mata.     Mau-tidak mau jika Taeri memutuskan untuk bertemu, dia harus menghubungi Sagara terlebih dahulu. Alasannya jelas, tidak sembarang orang bisa masuk ke apartemen itu. Naik ke atas saja harus menggunakan kartu akses tersendiri yang mana dia tidak miliki. Yang tinggal di sana adalah orang-orang kalangan atas, penjagaannya ketat sekali.     Mengatur napasnya perlahan, ditarik dan diembuskan pelan-pelan, Kayari mengambil ponselnya di tas. Dia langsung menghubungi Sagara saat itu juga.     “H—halo?” sapa Kayari terbata-bata dengan nada yang lebih mirip seperti pertanyaan daripada sapaan. Kaku. Sangat bukan dirinya. Tapi siapa yang bisa biasa saja jika berbicara dengan orang yang diidolakan?     "Kayari?" Suara baritone merdu terdengar. Seksi sekali.     Mari bayangkan suara Sagara ketika bangun tidur atau pada malam-malam panas yang coba dihangatkan dengan pelukan. Kayari menelan ludahnya sendiri. Pun dia merasa lega bahwa Sagara langsung mengetahui dirinya. "Iya. Aku dibawah,” jawab Kayari langsung pada poin utama. Bahkan untuk penulis artikel atau cerita sepertinya, sulit untuk merangkai kata saat ini.     "Tunggu, aku kebawah." Dan Sagara—sama. Juga langsung ke poinnya.     Suara yang dia dengar benar-benar membuktikan itu adalah Sagara. Suaranya, Kayari hafal sekali karena sering sekali menonton saat Sagara wawancara atau sedang live.          Kayari tidak mungkin salah, itu benar Sagara Caraka! Haruskah dia menjerit kesenangan sekarang?     Tidak butuh waktu lama, Sagara sudah muncul keluar dari lift. Setelan yang kelewat kasual membuat Kayari melongo sendiri. Berbeda sekali kalau dibandingkan dengan Sagara yang sedang on camera. Tapi bukan dalam hal buruk—sangat baik malah—Sagara tidak pernah terlihat buruk. Sagara yang sekarang degan setelan kasual, terlihat seperti vibe pacar sekali. Kaos yang dibalut jaket hitam, bawahan yang memang khas dia—celana oversized, lalu beanie buat menutupi rambut. Ditambah kacamata kotak yang sering dia pakai.     Kayari lemas sendiri melihatnya.     Sagara semakin dekat.     “Kayari?” tanya Sagara memastikan. Entah apa yang dipastikan. Kayari hanya bisa mengangguk. “Ayo,” katanya lagi sambil menarik Taeri buat ke dalam. Keduanya berjalan menuju lift.     "Sudah sering? Atau pertama kali?" Tanya Sagara lagi, begitu mereka berdua masuk lift.     Kayari menggelengkan kepalanya. "Pernah saja, nggak sering atau pertama kali," katanya sambil menoleh sebentar ke Sagara yang ternyata menatapnya sedari tadi.     Mendengar jawaban Kayari, Sagara menaikkan satu alisnya sambil tertawa seksi. "Sama siapa? Model? Actor? Atau CEO? Kenal Selatan? Mungkin pernah."     Kayari bingung. Dia mengerutkan dahinya sambil melihat ke Sagara. Berpikir beberapa saat dan berakhir menggelengkan kepalanya. "Nggak gitu, Ga. Maksud aku, sama mantan pacar."     Mengerti maksud jawaban Kayari yang tadi, ternyata salah paham. Lantas Sagara tak lagi bisa menutupi senyumannya. Sulit. Ada rasa puas dan semakin penasaran sendiri. Sekali lagi tertawa angkuh, tetapi kali ini sambil menyentuh dagu Kayari yang dihadapkan ke dirinya. Keduanya berhadapan di dalam lift. Hanya berdua dengan suasana yang semakin panas.     “Jadi maksudnya, kamu nakal ketemu kayak begini, aku yang pertama?"     []
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD