Tiga Bulan Kemudian

969 Words
Clara membuka pintu rumah itu, mempersilahkan seorang gadis yang ia tidak sengaja temukan di jalanan pada malam dimana butiran salju turun. “Masuklah.” Gadis itu mengamati seluruh penjuru ruangan itu. Terlihat sangat sederhana. Perabotannya pun tidak terlalu banyak. Seperti baru saja pindah. Cahaya pagi menelusup di balik tirai jendela. Ia kemudian menatap Clara dengan bingung. “Mulai sekarang ini adalah rumahmu. Kau akan tinggal bersamaku di sini.” Namun detik berikutnya Clara tersadar saat menyadari dahi gadis itu mengernyit. Ia segera meralat ucapannya. Tangannya merapikan beberapa helai rambut yang menjuntai, menutupi wajah gadis itu. Menyelipkannya di telinga. “Maksudku, ini adalah rumah baru kita. Mommy baru saja menyewa tempat ini karena suasana di sini jauh lebih nyaman dari pada tempat lama kita Milly.” Lagi, sorot mata gadis itu mengitari. Menjelajah seluruh isi rumah itu dengan seksama. Sedangkan Clara kembali berbicara, “Dan Mommy baru bisa memindahkan beberapa barang saja dari tempat lama kita.” Gadis itu kemudian terkejut ketika Clara tiba-tiba menariknya, membawanya ke hadapan cermin. Clara mengumbar senyum hangat padanya. Kemudian mengeluarkan ponsel. Menggeser sesuatu dan memamerkan sebuah foto padanya. “Lihatlah. Ini adalah foto kita sewaktu berada di rumah yang lama.” Pelan, gadis itu mengambil ponsel Clara. Menatapnya lama, lalu memandang pantulan dirinya. Raut wajahnya berubah sedih. “Apa yang terjadi padaku Mom?” Pertanyaan itu langsung direspon Clara dengan pelukan hangat. Gadis itu walau ragu, membalas pelukan Clara. Tersenyum tipis. “Kau mengalami kecelakaan dan aku tidak ingin kau mencoba mengingatnya. Tidak apa kau menyingkirkan kenangan buruk itu dari kepalamu.” “Kau hanya perlu mengenang segala hal indah dalam kepalamu mulai sekarang.” Kemudian pelukan Clara terurai. Lekat ditatapnya bola mata hijau gadis itu. “Kau adalah Milly Kincaid, putri yang sangat kusayangi. Aku tidak akan membiarkan siapapun menyakitimu.” Tubuh gadis itu kembali terdorong, terbenam dalam dekapan Clara lagi. “Milly?” gumam gadis itu. “Ya. Kau mungkin lupa identitasmu setelah kecelakaan itu. Tapi aku akan membantumu. Perlahan-lahan kau akan ingat masa-masa menyenangkan bersama yang pernah kita lewati sayang.” Rengkuhan Clara makin erat dan bibirnya turut memberikan kecupan singkat di kening gadis itu. Maafkan dirinya yang bertindak egois. Perasaan tidak rela melepas kematian putri nya membuat ia melakukan semua ini. Kepada gadis yang terbangun dan seketika melupakan memori di kepalanya, Clara memanfaatkan-mengubah seluruh hal tentang gadis itu. Walau ia tahu siapa gadis itu sebenarnya. Pikiran itu terlintas begitu saja di benaknya. Hingga wajah gadis itu sekarang telah dipermaknya serupa dengan putri nya yang bernama Milly Kincaid, tapi telah meninggal beberapa bulan lalu akibat diperkosa dan ditinggalkan begitu saja dalam keadaan tak bernyawa. Tidak akan ada yang mengenal gadis ini lagi. Sebab mulai detik ini, gadis ini akan hidup sebagai putri nya. Dan Clara bersumpah tidak akan membiarkan hal buruk itu dialami oleh putri nya lagi. Milly-nya.   *** “Kau sudah menemukannya?” tanya Fernandez Miller, salah satu karib Axton yang telah lama berteman sejak duduk di bangku junior high school. Lelaki itu duduk di sebelah sofa Axton sementara suara musik menghentak di sekeliling mereka. Kerlap-kerlip lampu warna-warni menyala, membuat suasana malam itu semakin heboh. Beberapa para pasangan berdansa dengan vulgar di dansa floor. Memeluk dan berciuman dengan panas. “Tidak…” balas Axton menuangkan botol berisi alkohol ke gelas. Menenggaknya kemudian. “Thomas sudah mencarinya.” “Kurasa… kau harus melupakannya Axton,” ujar Fernandez ikut menenggak minuman yang dituangkan Axton ke gelasnya. “Aku yakin ia masih hidup Andez.” Kemudian Axton melirik ponselnya yang menampilkan wallpaper kemesraan dirinya dengan Evelyn. Di foto itu mereka terlihat bahagia dengan saling merangkul mesra dan gambar itu angelnya diambil dari atas kepala. Tentu saja Axton yang memegang kameranya. “Entah dimana ia…” lirih Axton. Wajah temannya itu tampak kacau. Fernandez menyandarkan punggung ke sofa. Ekor matanya melirik Axton. Temannya itu sekarang tengah mengusap wajahnya, mengerang. “Aku berniat melamarnya malam itu di hari ulang tahunku.” “Kau sudah menyiapkan segalanya dengan baik hm?” Axton menggeleng akibat rasa pening mendera kepalanya. Ia kemudian menyandarkan kepala di sandaran sofa. Matanya menerawang hampa. “Ya. Dan seharusnya hari ini ia bersamaku di atas ranjang.” “Jika isi otakmu hanya tentang ranjang, maka kau bisa menghabiskan waktumu dengan gadis pirang itu.” “Apa maksudmu?” “Ia sangat tergila-gila padamu. Kau bisa menuntaskan fantasimu tentang Eve dengannya.” Fernandez melirik ke arah Chloe yang berjalan dengan gaun seksinya-mengekspos belahan dad* juga paha mulusnya. Mengoyangkan pinggulnya ke kanan dan ke kiri, menghampiri Axton. Gadis itu adalah teman senior high school mereka dan begitu terobsesi dengan Axton. Tapi pupus ketika Axton memacari Evelyn. Namun usai mengetahui kabar duka tentang Evelyn beberapa hari lalu, gadis itu kembali berusaha mendapatkan Axton kembali. Ia berharap bisa menggantikan posisi Evelyn di hati Axton. “Hei Axton,” sapa gadis itu. Tangannya terjulur pada sisi kepala Axton di sandaran sofa, mengurungnya. Mata Axton menggelap memandangi gadis pirang itu. “Sepertinya kau sedang mengalami hari yang buruk hm.” Fernandez menghela nafas melihat Chloe mulai menggoda Axton dengan jemari lentiknya. Bermain di sekitar pipi Axton. “Aku bisa menemanimu malam ini…” “Dan kau…” Chloe menatap Fernandez dengan senyuman miring. “Bisa kau meninggalkan kami berdua?” “Sayangnya aku tidak bisa.” Fernandez menolak mentah-mentah pengusiran Chloe. Ia kembali asik menuang minumannya. Sementara Chloe berdesis dan pada detik yang sama Axton menarik kepala gadis itu, menciumnya dengan panas. Fernandez yang melihat itu hanya tersenyum sinis. Tegukan demi tegukan cairan alkohol itu menjalar di kerongkongannya. Satu hal yang Axton tidak ketahui bahwa dirinya yang menjadi dalang dari kecelakaan kekasihnya. Evelyn Blossom. Dan Fernandez bersumpah akan menemukan gadis itu lebih dulu daripada Axton. Lalu menghabisinya. Jika perlu mengirimkan jasadnya setelahnya kepada Axton agar lelaki itu bisa merasakan sedih juga sehancur apa kehilangan orang yang memiliki andil penting dalam hidupnya. *** bersambung…
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD