“Pertemuan adalah awal sejarah yang dimulai dengan berpisah satu sama lain.”
***
Setelah tak sengaja bertemu Amara di Atlantis Rock by Plataran, Bara memilih untuk kembali ke private villa di Plataran Komodo. Berniat berenang di private pool yang ada di kamar tersebut. Saat memasuki Hanging Pool Villa, netra gelap milik pria itu menangkap sprei masih berantakan akibat kejadian panas dengan Amara semalam. Apalagi menyisakan sisa-sisa noda merah di atas sprei putih pasca direnggut mahkota milik wanita itu hingga membuatnya frustasi.
Bara pun bergegas menghubungi bagian room service untuk meminta segera membersihkan kamarnya.
“Tolong segera bersihkan kamar saya ya! Mohon diganti dengan yang baru,” pinta Bara pada salah satu room service via telepon.
“Baik, Tuan. Mohon tunggu sebentar,” jawab seorang pria dari ujung telepon.
Pria berbadan atletis itu pun lekas menutup telepon. Lalu bergerak ke hanging pool yang ada di sana. Sebuah kolam renang pribadi sang penyewa villa yang ekslusif layaknya infinity pool dengan and view keindahan Pulau Komodo yang luar biasa indah dan memikat. Apalagi ditambah dengan fasilitas floating breakfast yang disertai pemandangan yang menakjubkan.
Andaikan saja ada Nadia yang menemaniku menikmati keindahan pulau ini. Pasti kami bisa sangat bahagia. Semoga saja kelak kami bisa menikah dan aku akan membawanya ke sini. Menikmati malam yang indah dengan kekasihku, Nadia. Bukan malah dengan wanita asing tadi malam ….
Bara bergumam dalam hati. Setelah semalam melewatkan malam yang mendebarkan dengan Amara, kini ia malah memikirkan kekasihnya yang tengah berada di Jakarta.
Tak lama kemudian, si room service datang untuk membersihkan kamar yang berantakan dan mengganti sprei yang ternoda tadi. Bara hanya acuh tak acuh ketika melihat ekspresi takjub dari pria yang menjadi room service yang tampak bingung karena tak menemukan seorang wanita pun di sana namun ada noda darah seorang wanita di atas sprei.
Bara tak peduli dan membiarkan pria yang hendak membersihkan kamarnya tersebut untuk berpikiran macam-macam.
Silakan saja kau mencari-cari darah ini keluar dari tubuh wanita yang mana. Aku nggak peduli. Wanita itu hanya ‘cinta satu malam’-ku saja. Wanita yang hadir karena kesalahan. Pikir Bara dalam hati.
Tak ingin memikirkan itu lagi, Bara lekas menceburkan dirinya yang bertelanjang d**a dan hanya mengenakan celana renang pendek ke dalam hanging pool. Mulai berenang dengan gaya bebas, gaya d**a, dan gaya kupu-kupu. Pria itu memang memiliki hobi berenang.
Saat berenang di dalam air, bayangan akan kejadian bercinta semalam sempat muncul di benak Bara. Ketika ia mengambil napas di dalam air, bayangan menyentuh seluruh tubuh Amara seketika hadir hingga ia terlonjak lalu segera menampakkan diri di atas air. Sebenarnya masih syok dengan kesalahan tadi malam mengingat kejadian bercinta dengan Amara adalah perdana bagi Bara. Begitu pula dengan wanita cantik itu yang sedari tadi melamun memikirkan kejadian mengejutkan semalam.
“Ra, kamu kenapa sih? Kok melamun. Apa masih kepikiran sama cowok brengsekk itu???” tanya Rika yang prihatin melihat Amara yang sering melamun hingga tak bisa leluasa menikmati liburannya.
“Nggak apa-apa, Ka. Aku nggak mood saja melanjutkan liburan gara-gara semalam. Nanti malam aku pulang dengan penerbangan malam ke Jakarta. Maaf nggak bisa nemenin kamu lama-lama,” sahut Amara mendadak.
Rika terlonjak mendengar keputusan Amara..
“Apa??? Secepet itu, Ra? Yakin? Apa nggak besok lusa saja sekalian bareng aku?” cecar Rika merayu sahabatnya.
Amara menggeleng. “Enggak, semakin lama di sini, semakin lama aku bisa melihat cowok itu. Aku nggak sanggup, Ka. Nanti aku nangis kalau ketemu pria yang sudah mengambil hak pertama kali suamiku di malam pertama kami,” tolak Amara tertunduk sedih hingga cairan bening menggenang di kelopak mata wanita cantik itu.
Amara kembali rapuh dan sesenggukan jika mengingat kejadian semalam. Ketika tubuh polosnya dinikmati oleh pria asing seperti Bara Gandawasa. Apalagi jika ditelusuri media sosial milik CEO kondang sekaligus selegram terkenal itu dapat dilihat jika ia memiliki kekasih cantik yang seorang model ibukota. Masih benar-benar tak menyangka jika Bara telah berhasil menyentuh Amara yang bukan siapa-siapa dan bukan kekasihnya sendiri.
“Izinkan aku pulang ke Jakarta nanti malam ya, Ka. Biarkan aku pergi,” pinta Amara.
“Baiklah-baiklah, ini semua gara-gara pria sialan itu. Aku kesal kau dijadikan teman tidurnya semalam. Dijadikan cinta satu malam oleh Bara Gandawasa sewaktu di Pulau Komodo. Aduh, gila bener itu orang!” pekik Rika kesal setengah mati.
“Sudah-sudah, memang salahku juga kenapa harus berjalan dekat-dekat dia. Andai saja waktu bisa diputar.” Amara berkata lirih. Pasrah dengan takdir yang terjadi padanya.
“Kalau memang waktu bisa diputar, aku tak segan-segan akan menyeretmu ikut aku ke pinggir pantai. Dengan begitu takkan ada drama-drama yang kau jalani bersama pria itu,” tukas Rika yang masih sebal.
“Nasi sudah menjadi bubur, Ka. Nggak bisa lagi berubah jadi beras. Aku pun begitu. Kalau memang sudah ditakdirkan untuk nggak perawan lagi ya sudah, aku harus terima itu dengan lapang d**a. Pasti ada hikmah dari ini semua,” celetuk Amara berusaha bijak dan menerima kenyataan. “By the way, aku packing dulu ya, takutnya nanti buru-buru pulangku nanti malam.”
Rika manggut-manggut. “Iya, Ra. Apa perlu aku bantu?” tawar sang sahabat.
“Nggak usah, Ka. Aku cuma bawa baju dan kebutuhan selama di sini itu nggak banyak. Bentar saja juga sudah kelar,” tolak Amara.
“Ya sudah, kalau begitu aku ke berenang dulu ya, Ra. Kamu mau ikut nggak?” tanya Rika menawarkan diri.
“Enggaklah, kan aku mau packing. Kamu saja ya.” Amara menolak ajakan temannya lagi. Ia memilih sibuk mengemasi barang-barangnya di dalam koper.
***
Sudah hampir sejam Bara berenang di hanging pool yang ada di villa tempatnya menginap. Merasa sudah cukup untuk berenang sesi pertama, ia pun lekas bangkit dari kolam renang. Lantas mengambil bathrobe untuk menutupi tubuhnya yang bertelanjang d**a sambil bergerak ke arah kursi santai kayu yang ada di dekat kolam renang.
Bara memilih bersantai di kursi kayu tersebut seraya meneguk orange juice yang telah disiapkan oleh karyawan resort. Saat ia bersantai di sana tiba-tiba ponselnya berbunyi. Ia segera meraih benda pipih tersebut dan menyaksikan jika ‘My Love Nadia’ yang tertera di layar ponsel tengah melakukan panggilan telepon.
“Hai, Sayang,” sapa Bara saat mengangkat telepon Nadia.
“Halo, Baby Bara … syukurlah kamu angkat telepon aku. Semalam kamu kok susah dihubungi sih, kenapa???” tanya Nadia dari seberang telepon yang seketika membuat Bara tersedak orange juice.
Deg, jangan bilang kalau Nadia merasa aku sedang bersama wanita lain … Batin Bara dalam hati.
“Uhuk … uhuk …” Mendadak Bara batuk-batuk akibat tersedak minuman terutama ia terlonjak saat mendengar pertanyaan sang kekasih.
“Baby, kamu kenapa? Are you okay? Cepat minum air mineral dulu!” pinta Nadia.
Bara segera meminum air mineral yang bertengger di atas meja dekat hanging pool. Setelah meminum air itu dan merasa lebih baik, Bara menjawab pertanyaan Nadia.
“Maaf, Sayang, semalam aku mabuk. Jadi nggak bisa angkat telepon kamu. Maafkan aku ya …” kilah Bara agar kekasihnya tidak curiga.
“Oh begitu, iya nggak apa-apa. Jelas mabuk ya, kan pesta bujang. Gimana Rio semalam? Pestanya amazing banget ya?” tanya Nadia lagi.
“Iyalah, Rio Dewangga kalau mengadakan pesta nggak main-main. Keren dan wonderful party.”
Nadia mendesah lirih. “Coba aku bisa diperbolehkan ikut, pasti kita—-“ Belum sempat wanita itu menyelesaikan ucapan, sudah dipotong kalimatnya oleh Bara.
“Bikin anak sama kamu. Dengan begitu kita bisa direstui oleh keluargaku. Itu yang aku inginkan,” sahut Bara spontan.
Wanita yang memiliki nama lengkap Nadia Shafira itu terkekeh.
“Yakin mau punya anak sama aku sebelum menikah? Yakin dengan cara itu keluargamu bisa meleleh?” tanya Nadia manja.
“Kayaknya begitu. Soalnya orang tuaku sudah ingin menimang cucu. Hanya dengan cara itu mereka bisa menerimamu jadi bagian keluarga Gandawasa,” ujar Bara mantap.
Nadia mengembangkan senyum.
“Semoga ya aku bisa segera diterima, apa kamu siap bercinta denganku?” tanya wanita itu seraya berkedip dari balik telepon. Sengaja menggoda kekasihnya.
“Siaplah, Sayang. Hanya kau yang ada di hatiku. Dan aku memang ingin menikahimu kan tapi terhalang restu orang tua,” keluh Bara sambil memijat halus keningnya.
“Wah, Baby, aku jadi kangen kamu nih. Malam ini pulang ya, aku takut kalau kamu lama-lama di sana. Takut kekasihku ini nanti diambil wanita lain,” tegas Nadia menuntut agar Bara bisa cepat kembali ke Jakarta.
Kau telat ngomong ini, Sayang. Semalam aku sudah tergoda wanita lain. Wanita cantik yang sudah memuaskan nafsuku di ranjang. Aku khilaf … Batin Bara.
“Iya, Sayang. Malam ini memang ada rencana pulang menggunakan penerbangan malam dari Labuan Bajo. Nanti kalau kita sudah menikah, aku akan mengajakmu ke sini. Kita bisa honeymoon di sini selain di luar negeri,” ucap Bara yang kekeh pada pendirian awalnya untuk menikahi Nadia bukan Amara.
“Kalau begitu nanti aku jemput kamu di bandara ya, Baby. Miss you, Baby,” celoteh Nadia sebelum mengakhiri obrolan mereka berdua via telepon.
“Miss you, too, Sayang ….”
Sepasang kekasih itu pun mengakhiri obrolan mereka via telepon. Bara pun melanjutkan meneguk orange juice hingga tandas. Lalu beranjak kembali ke kolam renang untuk melakukan sesi berenang terakhir di Hanging Pool Villa by Plataran Komodo.
Matahari merangkak naik untuk menandakan hari telah siap berganti malam. Bara maupun Amara tampak sudah berkemas-kemas untuk segera meninggalkan resort. Ketika hendak meninggalkan resort, Bara berpamitan pada teman-teman baiknya.
“Bar, kamu kok cepat banget sih pulangnya? Kenapa nggak nambah sehari di sini. Padahal aku mau ngajak kamu lihat komodo,” tanya Reinhart mengeluhkan Bara yang terburu-buru untuk pulang.
“Next time sajalah. Aku nggak bisa lama-lama di sini. Sudah kangen Nadia juga,” jawab Bara seraya menaikkan resleting jaket yang dikenakan.
Gandhi berdeham. “Hmm … kangen pacar atau kangen lainnya sih. Aku curiga …”
“Terserah kau saja. Aku pulang dulu ya. Bye …” pamit Bara yang bergegas keluar dari Plataran Komodo dengan menggunakan taksi hotel untuk menuju Bandara Internasional Komodo (Komodo Airport).
Selang lima menit kemudian, Amara pun meninggalkan resort juga setelah berpamitan dengan Rika. Beranjak dari sana dengan dijemput taksi hotel yang bisa dinikmati oleh tamu sama seperti Bara.
Sepanjang perjalanan, Amara hanya bisa mendesah pasrah. Ketika berangkat ke Pulau Komodo dengan keadaan masih gadis, kini berubah menjadi wanita yang sudah merasakan indahnya bercinta dengan lawan jenis. Masih tak menyangka mendapatkan kejutan berujung luka seperti ini.
Sesampainya di Komodo Airport, Amara cepat-cepat melakukan check-in pesawat sesuai maskapai yang ia naiki. Dengan tiket boarding pass yang sudah berada di tangan, wanita itu bergegas memasuki badan maskapai kelas bisnis untuk melakukan perjalanan udara menuju Bandara Soekarno-Hatta.
Amara pun memasuki badan maskapai sambil mencari-cari nomor tempat duduk yang sesuai dengan yang tertulis di boarding pass. Ketika netra cokelat miliknya menangkap nomor tempat duduk yang dituju, secara tiba-tiba matanya melebar akibat menemukan sosok pria yang telah berhasil merusak masa depannya itu tengah duduk di kursi penumpang di sebelah tempat duduk Amara. Seketika ia memekik terkejut.
“KAMU?!!!” pekik Amara. “BARA GANDAWASA ….”
Bara langsung bangkit dari kursinya sambil berteriak, “AMARA RESPATI ….”
Kedua orang tersebut saling memandang satu sama lain dengan tatapan terlonjak. Sama-sama tak menyangka jika takdir mempertemukan mereka kembali tidak hanya di ranjang kamar tidur Bara melainkan di dalam pesawat terbang untuk perjalanan pulang juga. Akankah perjalanan pulang mereka berdua berjalan lancar ataukah memanas akibat kesalahan yang terjadi semalam?