Malika baru saja menurunkan kadar emosinya, tetapi Almas lagi-lagi memancing untuk tarikkan urat leher Malika. Ia jadi terkenang mantan ibu mertuanya, Helena. Begitukah perasaan perempuan itu saat melihat Malika? Serasa selalu mempermalukan diri dan kesal dengan tingkah polahnya, tanpa Malika niatkan atau sadari sama sekali. Malika menahan diri. Helena bukan contoh baik untuk diikuti. Bukan begitu diri Malika sebenarnya, ia bukan perempuan pemarah sama sekali atau yang berpenyakit hati. “Apa maksudmu berkata begitu?” tanya Malika bergetar dari kursinya. “Sesuai yang saya katakan. Saya tutor Anda,” jawab Almas santai, tidak tampak berdosa meski baru saja mengguncang ego Malika. “Lalu?” Malika meminta penjelasan lebih lanjut. Almas melirik jendela sesaat. Mungkin saja Malika masih terngi

