- 1 -

914 Words
= = = = = Tiara = = = = =   Bagaimana cara mengatur liburan di tengah kepadatan aktivitas b***k korporat yang hanya memiliki waktu libur di weekend dan cuti tahunan terbatas? Memanfaatkan waktu long weekend yang datangnya sangat jarang itu? Jika pun ada long weekend, kemungkinan libur hanya tiga sampai empat hari, kira-kira perjalanan ke tempat apa yang cukup hanya untuk tiga sampai empat hari? Puncak? Bandung? Jogja? Alih-alih liburan, hal tersebut lebih mirip seperti karya wisata anak sekolah. Yang mana menggunakan bus pariwisata, lalu di dalamnya berisi anak sekelas yang bernyanyi ceria. Dari mulai menyanyikan lagu-lagu yang masih wajar, hingga lagu ambyar. Bisa dipastikan selalu ada yang membawa gitar untuk membuat ramai suasana. Lalu dalam satu bus pasti ada yang suaranya paling kencang dan terdengar seisi bus. Baiklah, tidak perlu membahas karya wisata anak sekolah. Mengingat umurku saat ini sudah jauh sekali dari golongan remaja, terlebih aku juga sudah menikah, mengapa aku harus membahas peristiwa masa remaja yang sudah tertinggal jauh itu. Mari kita kembali ke pembahasan awal. Lalu bagaimana cara berlibur bagi kaum kami, si hamba pencari money tiada akhir? Mari lupakan cuti tahunanku yang sudah habis entah sejak kapan, aku bahkan lupa bagaimana caraku menghabiskan jatah cuti yang tidak seberapa itu. Sepertinya sebagian besar, saat malas datang ke kantor sedikit, aku akan mengambil jatah cuti. Sering sekali rasanya aku begitu. Jadi, mari sedikit aku beri tips dan trik agar bisa berlibur jika kalian merupakan seorang karyawan perusahaan biasa tanpa jabatan yang tinggi tinggi amat, apalagi anak direktur. Pertama, carilah long weekend. Meski di atas tadi aku katakan bahwa long weekend hampir tidak berguna, tapi ini termasuk salah satu indikator yang baik dalam menerapkan hal ini. Jika ada tanggal merah di hari kamis, itu harus segera masuk list. Berikutnya, izinlah sakit sebanyak banyaknya. Perhitungkan berapa hari kantormu bisa menoleransi untuk izin karena sakit, lalu manfaatkanlah semua itu. Beruntung kantorku bisa menoleransi sampai tiga hari, lalu aku masih memiliki sisa cuti satu hari. Jadi, senin sampai dengan rabu aku izin sakit, kamis tanggal merah, jumat aku cuti, bablas di hari sabtu dan minggu. Total aku berlibur adalah satu minggu. Alhasil, aku bisa berlibur ke Bali, Lombok, hingga Labuan Bajo selama satu minggu bersama teman temanku. Bakat bohong alamiku memang natural sekali hingga di percaya begitu saja, senang sekali rasanya bisa menikmati liburan kembali setelah menikah. Maksudku, liburan pribadi bersama teman temanku, tanpa suamiku yang mengikuti. Yeah, sejujurnya aku tidak terlalu senang berlibur dengan suamiku. Ya untuk apa juga? Setiap hari kita sudah bertemu, sampai aku nyaris bosan, padahal umur pernikahan kami juga belum ada satu tahun. Baiklah, tidak perlu membahas suamiku untuk saat ini, aku sedang tidak mood membahasnya. Bisa bisa moodku hari ini menjadi buruk jika teringat lagi akan setiap moment bersama suamiku yang tidak indah indah amat, tapi justru selalu membuatku jadi orang jahat. And, here we go! Di sini lah aku berada. Setelah berlibur selama satu minggu, mengunjungi pulau demi pulau yang eksotis luar biasa, aku kembali bekerja dengan perasaan yang lebih baik. Tidak suntuk dan bosan lagi seperti minggu kemarin lantaran kekurangan piknik. Sesampainya di lantai dua puluh sembilan, tempat kantorku berada, selepas keluar dari lift dan berjalan menuju meja resepsionis, aku sudah menebar senyum pada setiap karyawan yang aku temui. Senyum cerah karena merasa kebutuhanku untuk berlibur sudah terpenuhi. Wajahku pasti tampak segar sekali, mengingat kemarin aku beristirahat selepas mendarat di Jakarta dari pagi, lalu tidur sampai pagi lagi di hari ini. “Ra, udah sembuh?” tanya Naya, wanita penjaga meja resepsionis yang tampak anggun dengan setelan kerjanya yang tentu saja paling rapi di antara karyawan yang ada di back office. Rambutnya juga tertata dengan rapi, di sanggul sedemikian rupa menggunakan rambutnya sendiri. Make up Naya juga terlihat tipis tapi tetap memukau. Memang tidak salah kriteria seorang resepsionis itu harus berpenampilan menarik. Sudah pasti aku tidak akan masuk ke dalam golongan tersebut, karena astaga! Siapa juga yang pagi pagi mau menyanggul rambut seperti itu? Belum lagi make up sesuai standar perusahaan, sampai warna blush on dan eye shadow di tentukan. Aku mana sudi melakukan hal hal tersebut yang menyusahkan hidup yang sudah cukup susah ini. Ah, bukan lagi cukup susah, tapi susah banget. Aku bahkan bisa mengeluh sekian ratus kali dalam sehari, segala sesuatu seolah tak pernah luput dari keluhanku. Perkara membuka tutup botol yang keras saja aku sudah mengeluh dan segera mencari solusi untuk meminta bantuan pada orang lain, alih alih berusaha lebih keras dengan mengumpulkan sekuat tenaga untuk membuka penutup botol itu. Tapi setidaknya aku sudah berusaha bukan. “Udah nih, lihat deh seger banget kan gue.” Aku menyahut pada Naya yang tadi bertanya seraya memberikannya senyum cerah untuk menunjukan betapa hari ini aku sudah segar bugar, setelah dikira sakit selama seminggu. “Yaa wajar seger, masih hawa penganten baru.” Naya menyahut lagi, mengingatkan perihal statusku yang memang baru saja menikah. Tapi ya tidak baru baru juga, aku heran, sampai kapan hubunganku harus disebut pengantin baru. Kami sudah menikah kurang lebih lima bulan, atau enam bulan? Ah entahlah, aku juga tidak ingat. Kenapa masih di sebut pengantin baru sih? Kecuali kami baru menikah tiga hari, baru wajar masih di sebut pengantin baru. “Baru terus, tar gue udah nikah tiga tahun juga di sebut pengantin baru.” Aku menyahut santai sambil melenggang memasuki kantor, tanpa peduli Naya menyahut apa lagi. Aku buru buru mengejar untuk absen pagi, mengingat jam masuk tinggal tersisa beberapa menit lagi. Maka aku pun melangkah buru buru menuju absensi finger print yang letaknya tidak dekat dengan pintu masuk.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD