chapter 2

1034 Words
Setelah berjalan-jalan keliling kota London. Akhirnya mobil Fabian memasuki gerbang dan berhenti di carport. Mereka pun menuruni mobil dan masuk ke dalam rumah. Fabian menggenggam jemari Lauren  dan mereka masuk ke dalam rumah bersama. Mereka melewati ruang depan dan beberapa pelayan yang langsung menundukkan kepalanya pada Fabian dan Lauren. Mereka masih berjalan melewati ruang tengah.             “Melanie,” panggil Fabian. Perempuan itu pun menoleh dan mendekati Fabian dan menundukkan kepala dengan sopan.             “Kamu sudah makan?” tanya Fabian dengan sangat perhatian. Perempuan itu hanya menganggukkan kepalanya. Fabian membelai rambut Melanie dan menyuruhnya untuk beristirahat.             “Jangan bekerja terlalu keras. Sudah banyak pelayan disini,” ucap Fabian. Lagi-lagi Melanie hanya menganggukkan kepala dan menundukkan kepalanya saat Lauren dan Fabian melewati mereka. Fabian hanya menghela napas dan tidak tahu bagaimana caranya agar ia tidak bertingkah seakan dia adalah pelayan di rumah ini. Fabian pun kembali mengajak Lauren untuk ke kamar mereka.   Semenjak pertengkaran Fabian dengan ayahnya dan keinginannya yang sungguh tidak masuk akal membuat Fabian merasa tidak nyaman. Dia ingin pergi dari rumah ini dan kembali ke Indonesia. Tapi sayangnya ibunya melarangnya dan memintanya untuk lebih lama berada di London. Fabian pun hanya bisa mengiyakan keinginan ibunya itu. Karena dia sungguh tidak bisa menolak keinginan ibunya itu.   Fabian dan Lauren berjalan ke paviliun. Lauren merasa kamar itu tidak seperti paviliun. Sepertinya Naora merenovasinya dan membuatnya menjadi rumah kecil dengan kramik dan desain yang sangat cantik. Kata Naora juga Melanielah yang mendesain semuanya. Dari bagian kamar, kamar mandi sampai walk in closet. Dia menaruh king bed size, sofa untuk bersantai dan juga tv. Dia juga menata jacussi dan shower. Yang pasti Melanie membuat paviliun ini seperti menjadi kamar utama di dalam mansion.   Mereka masuki kamar dan melepaskan outwear mereka. Dan Fabian pun menutup kamarnya. Dia menyalakan penghangat ruangan dan menuju meja mini bar. Pria itu menuang vodka ke dalam gelas dan meminumnya perlahan. Menghangat tubuhnya yang sudah sangat kedinginan. Lauren pun mengambil gelas dan menuangkan vodka yang sama kegelasnya. Dia menengguknya dan membiarkan pria itu memeluk pinggangnya. Fabian menarik perempuan itu ke dalam pangkuannya dan merasakan bibir pria itu mencium lekukan lehernya.             “Kamu seperti anak anjing yang merindukan majikan,” ejek Lauren. Fabian tidak mengacuhkan perkataan istrinya itu dan tetap memeluk dan mencium lekukan lehernya.             “Mhh...” lenguh Lauren saat merasakan gigitan halus pria dihadapannya. Tangan suaminya itu pun menyingkap baju hangatnya dan menurunkan branya. Tangan Lauren menjambak rambut Fabian yang terasa sangat memabukkan. Tangannya pun seakan membantu bibirnya menggoda dadanya. Membuat Lauren semakin gelisah. Dia pun merasa resah dan tubuhnya yang berada di pangkuan Fabian pun terus bergerak dan membangunkan sesuatu dibawah Fabian.             “Kamu membangunkannya, sayang,” bisik Fabian.             “Kamu yang memulainya... ahh...” lenguh Lauren merasakan bibir pria itu menggigit dadanya.   Mendengar lenguhan Lauren Fabian pun menangkup wajah wanitanya dan memagutnya dengan gairah. Menggigit bibir bawahnya dan menghisapnya. Membuat wanita itu semakin bergerak tidak karuan di dalam pangkuannya. Bibir Fabian pun memagutnya semakin dalam dengan jemarinya yang semakin menggoda d**a Lauren. Memijatnya dengan pijatan yang lembut dan perlahan menjadi pijatan yang keras dan membuat lenguhan Lauren semakin keras di dalam ciuman Fabian.   Lauren menikmati panasnya cumbuan Fabian. Tangannya meremas rambut suaminya dan membalas ciuman Fabian sangat memabukkan. Lauren semakin tersentak saat merasakan jemari Fabian yang menyusup kebagian bawah perutnya. Membelainya dengan sangat lembut dan menggodanya dengan jari tengahnya. Cengkraman Lauren turun ke bagian bahu Fabian dan membuat kukunya menancap pada punggungnya.             “Ahh... Fab...mhhh...” Lauren seakan menggila. Jari Fabian terasa sangat ahli untuk menyiksanya. Wajah Lauren pun mendekat dan bibirnya menggigit bahu pria itu. punggungnya bergerak semakin resah. Dan merasa tubuhnya seakan semakin terbakar. Gerakkan jemari Fabian pun terasa semakin dalam dan cepat. Hingga akhirnya Lauren merasakan pelepasan yang begitu hebat.   Kening Lauren masih menyatuh dengan kening Fabian. Nafas keduanya menderu, saling bersautan. Tangan Lauren bersandar di d**a Fabian seakan itu adalah tempat yang nyaman untuk tubuh Lauren. Fabian menatap Lauren dan tersenyum. Dia mengecup sekilas bibir Lauren sebelum akhirnya ia beranjak dari tempat duduknya. Lauren berdiri dan memperhatikan Fabian yang membuka kemejanya dan beranjak ke kamar mandi.   Lauren pun melepaskan pakaiannya dan mengikuti Fabian. Pria itu menyambutnya dengan sebuah pelukan. Membiarkan tubuh mereka hangat oleh air dan pelukan. Fabian mengecup bibir Lauren. Dia melepaskan pelukan Lauren dan mengambil sabun dan menuangkannya pada tubuh wanitanya. Menggosoknya dengan sabun dan tanpa henti memberikan ciuman dibibir Lauren. Memagutnya dengan sangat lembut. "sayang, kamu pernah bilang akan melakukan apa pun yang aku inginkan,” ucap Lauren. Fabian pun terdiam dan dia selalu benci jika wanitanya itu menjadikan kelemahannya sebagai pancingan. Bibir Lauren tersenyum, tapi tidak pada matanya. Mata wanita ini mengisyaratkan luka yang ia sembunyikan. “Lakukanlah apa yang daddy inginkan," ucap Lauren. Fabian melepaskan pelukannya, tapi tidak pada Lauren. Dia tetap memeluk suaminya, kekasihnya dan pria yang membawanya keluar dari seluruh mimpi buruknya. “Aku tahu kamu marah, aku tahu kamu tidak mau menyakitiku. Tapi...” Lauren menghentikan kata-katanya seakan menguatkan dirinya sendiri. “Ini sangat berat untuk kita. Tapi jika kita menunggu aku untuk hamil, itu akan sangat lama. Berapa lama orang tua kamu harus menunggu? Dan sepertinya dad sangat menginginkan cucu,” ucap Lauren. Fabian menarik napasnya dan tidak percaya dengan apa yang wanita ini katakan. Dia berkata dengan senyum, tapi dia mengabaikan hatinya yang terluka. Seakan hatinya bukanlah sesuatu yang penting. Kenapa dia selalu memikirkan orang lain? Tidak bisakah dia memikirkan dirinya sendiri? Wanita ini masih memeluknya dan seakan menunggu jawaban Fabian. Pria itu pun menarik napasnya dan memilih untuk melepaskan pelukan Lauren. Dia membasahi tubuhnya asal dan berjalan keluar. Meninggalkan Lauren yang terdiam di tempatnya.   Seperginya Fabian, Lauren pun tertunduk di bawah shower dengan air mata yang tidak bisa lagi dia tahan. Dia tahu ini kebodohan. Tapi dia pun tidak ingin berharap. Walau pun Fabian sudah membicarakan IVF, tapi masih ada kemungkinan kegagalan. Lalu sampai kapan mereka harus berharap? Lauren menggigit bibirnya menahan tangisannya sendiri.   Tidak berapa lama Fabian pun kembali. Dia mematikan shower dan menutup tubuh Lauren dengan handuk. Dan dengan perlahan dia mengangkat wanita itu keluar kamar mandi dan menutup tubuhnya dengan selimut tebal. Fabian berlutut dihadapan Lauren dan menatap wanitanya yang masih menangis.             “Kamu memintaku untuk melakukan yang diinginkan dad, tapi kamu sendiri menangis. Apa kamu pikir aku bisa melakukannya?” tanya Fabian. Lauren pun tidak bisa lagi menahan tangisannya dan Fabian membawa wanita itu ke dalam pelukannya. Menenangkannya. Dan berusaha membuat wanita ini melupakan ide yang tidak masuk akal sama sekali.   ****  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD