Kamera blitz terus berpijar beberapa kali. Mengabadikan pose terbaik yang ditampilkan oleh seorang model perempuan yang luar biasa cantiknya.
"Kepalanya sedikit mendongak. Matanya fokus ke kamera. Bagus ... bagus ... tahan sebentar."
Cekrek
Cekrek
Cekrek
"Tunjukkan pose terbaikmu. 1.. 2.. 3.."
Cekrek
Cekrek
Gadis tersebut dengan luwes mengganti pose-nya mengikut instruksi yang diarahkan sang fotografer. Wajah datar dan dingin tanpa senyumnya justru menambah aura misterius dan keanggunan yang melekat kuat di dalam diri model perempuan itu.
Jam sudah menunjukkan pukul 11.15 dan sudah 1 jam dia berdiri di depan kamera tanpa henti. Beberapa brand merek ternama dari jenis pakaian maupun tas sudah dia coba dan itu tidak membuatnya tampak kewalahan ataupun kelelahan. Dia tetap bersemangat, karena ini adalah profesi yang diinginkannya sejak dulu.Sejenak, gadis itu mengalihkan pandangan ke beberapa kru yang tengah sibuk dengan pekerjaannya masing-masing.
"Pemotretan selesai jam berapa, Ser?" tanyanya disela-sela pemotretan pada seorang perempuan bernama Serena, sahabatnya yang juga merangkap sebagai manajernya.
"Hm.... sebentar lagi, sekitar jam setengah dua belas."
Model itu mengangguk dan kembali fokus pada kamera yang tengah membidik setiap gerakan yang di arahkan sang fotografer.
"Oke, cukup! Kerja bagus Allegra," ucap sang fotografer sembari mengacungkan jari jempolnya. Dia tersenyum puas melihat hasil bidikannya yang luar biasa.
Gadis yang dipanggil Allegra itu menghela nafas. Dia berjalan menghampiri sang menejer yang tengah menunggunya sembari menyodorkan air mineral yang langsung diterimanya tanpa banyak kata.
"Jadwal gue setelah ini apa?" tanya Allegra pada Serena setelah menghabiskan setengah botol air mineral.
Serena menggeleng, "gak ada. Lo free sampe besok."
"Oke. Kalau gitu kita langsung cuss ke kafe depan. Gue yang bakal traktir. Sepuasnya," ucap Allegra lalu segera melenggang pergi meninggalkan studio pemotretan menuju ruang ganti dan diikuti sang menejer yang tengah bersorak bahagia sambil terus mengatakan kalimat, 'Asik! Makan gratis.' Allegra yang mendengarnya hanya mampu menggeleng kepala tak habis pikir dengan kelakuan menejernya yang seperti orang miskin.
Ya ... dia adalah Allegra Kiana Danawangsa. Perempuan super model yang wajahnya sudah banyak terpampang di berbagai majalah fashion terkenal. Banyak orang yang mengenal Allegra. Baik dari kalanganan fashionista maupun non-fashionista.
Dia merupakan salah satu model yang berada di bawah naungan Loveliness Models. Salah satu agensi permodelan terbesar yang sulit di jangkau dan dimasuki oleh sembarang orang karena keselektifannya dalam merekrut calon model. Dan Loveliness Models merupakan salah satu dari banyaknya anak perusahaan DNW Entertainment, yang mana perusahaan itu adalah perusahaan milik keluarga besar Allegra.
Karir perempuan berusia 24 tahun itu dimulai saat dirinya menduduki bangku SMA. Awalnya banyak orang yang menantang dan meremehkan kualitas dan bakatnya. Karena mereka pikir, Allegra bisa masuk ke Loveliness Models karena hierarki kekuasaan yang dimiliki keluarganya.
Namun semua itu berubah, kepiawaian Allegra mematahkan rumor buruk yang beredar di masyarakat. Membungkam mulut-mulut yang selalu meremehkannya dengan pencapaian yang luar biasa.
Sekarang, semua orang mengakui keterampilan dan kualifikasi yang dimiliki Allegra hingga kecantikan serta gaya pakaianya yang selalu elegan dan modis, membuat dirinya dinobatkan sebagai ikon dunia fashion. Apa yang dikenakannya akan booming dan menjadi trend di kalangan masyarakat untuk dijadikan panutan dalam dunia kecantikan.
Namun, semua pencapaian itu tidak membuat Allegra sepenuhnya bahagia. Ada yang kurang yaitu, cinta. Dia memiliki kisah cinta yang begitu rumit dengan seseorang yang seharusnya tidak boleh dia miliki lebih dari apapun.
"Oh iya, Al. Lo dipanggil Pak Keenan. Katanya setelah selesai pemotretan, lo harus ke ruangannya," kata Seren setelah masuk ke ruang ganti. Dia berjalan mendekati Allegra untuk membantu perempuan itu melepaskan gaunnya.
Allegra mendelik sinis. Wajah cerahnya perlahan berubah kesal, "dih, males banget!" timpalnya membuat Seren mengernyit bingung.
"Tumben. Biasanya kalau disuruh ke ruangan si Bos muka lo langsung berseri-seri kayak matahari. Sampai gue pernah berpikir kalo sebenarnya lo itu punya hubungan yang lebih dari sekedar sepupu sama doi ," cerocos Seren membuat tubuh Allegra tiba-tiba menegang, "Tapi itu gak mungkinlah! Pak Keenan kan cinta mati sama tunangannya yang sebentar lagi jadi istrinya. Kemaren aja gue lihat Bu Rain datang ke kantor sambil nenteng rantang makanan. Bener-bener calon istri idaman ya?"
Tanya Seren meminta dukungan Allegra tanpa melihat perubahan air muka perempuan itu. Allegra tersenyum miris mendengar penuturan demi penuturan yang diucapkan Serena dengan nada yang menggebu-gebu. Dia mengepalkan kedua tangannya. Rasa sakit hati itu lagi-lagi hadir tanpa diundang mengingat pengkhianatan yang dilakukan oleh seseorang yang tengah menjadi pokok pembicaraan ini.
Iya, dugaan Seren mengenai dirinya yang memiliki hubungan khusus dengan Keenan memang benar. Secret relationship itu sudah terjalin hampir selama 4 tahun dan disembunyikan dari semua orang termasuk orang tua mereka. Tidak ada yang mengetahui perihal hubungan gelap ini kecuali dua orang. Dan salah satu orang itu adalah seseorang yang pernah mengisi hari-hari Allegra meski pada akhirnya harus berakhir karena Allegra tak ingin menyakiti lelaki itu lebih dalam.
"Allegra! Ditanyain dari tadi juga malah ngelamun!!"
"Apa?"
"Lo ada masalah sama sepupu lo itu?" Seren mengulangi pertanyaannya.
Allegra menghela nafas. Merasa jengah dengan penyakit kepo sahabatnya yang sudah tidak bisa diterorir lagi, "Biasalah perbedaan pendapat. Lo kan tau gimana sifat kita. Dia keras kepala dan gue juga keras kepala. Yaudah selesai," jawabnya seadanya karena tidak ingin memperpanjang pembahasan yang membuatnya ingin menumpahkan keluh kesah yang dipendamnya selama ini.
Setelah mengatakan itu, Allegra dengan cepat memakai kembali pakaiannya dan segera pergi meninggalkan ruang ganti tanpa mengindahkan raut sahabatnya yang penuh tanda tanya.
"Kenapa mukanya jadi masam kayak itu. Gue ada ngomong salah ya?" tanya Seren pada dirinya sendiri.
--oOo--
Suasana kafe depan agensi Loveliness Models memang selalu ramai. Namun entah kenapa kali ini jauh lebih ramai dari biasanya. Hampir semua tempat duduk telah terisi penuh oleh muda-mudi yang tengah bercengkrama bersama teman seperkumpulannya. Canda tawa memenuhi seluruh sudut ruangan menambah kesan bahagia yang terpancar di dalam kafe.
Bagaimana tidak ramai jika tema yang diusung adalah vintage theme yang memberikan kesan tua, kuno, elegan, namun bernilai artistik secara bersamaan. Dan konsep vintage bernuansa Eropa inilah yang membuat para pengunjung nyaman dan tertarik untuk terus berdatangan karena mereka seakan tengah terlempar ke era klasik yang menenangkan. Ditambah lagi beberapa spot foto yang sengaja dibuat dengan look yang instagramable. Benar-benar tempat yang cocok untuk menghilangkan penat dan stress setelah bekerja seharian penuh.
Sekarang, saatnya kita beralih pada dua perempuan lajang yang tengah duduk di bagian sayap kanan kafe.
"Lo gak ada niat buat punya pacar gitu? Dari dulu gue perhatiin semenjak putus dari Pak Sean lo gak pernah lagi gandeng cowok. Dapet karma lo? Karna mainin perasaan dia?" tanya Seren membuka percakapan di antara mereka.
"Ya lo ngaca, Bodoh! Lihat diri lo dulu
Udah berapa lama lo menjomlo?" alih-alih menjawab, Allegra justru melemparkan pertanyaan yang menurut Seren sangat sensitif dengan wajah yang menyebalkan, "6 tahun? 7 tahun? atau 8 tahun? Hah! Bahkan gue yakin kalau lo udah lupa gimana cara berciuman yang benar. Ah.. gak usah jauh-jauh deh, pasti lo lupa kan gimana rasanya digandeng sama cowok?"
"Sialan!" umpat Seren membuat perempuan berusia 24 tahun itu tertawa, "mulut lo itu bau dosa makanya kalau ngomong suka bikin telinga orang panas."
Serena menatap sinis Allegra yang masih tertawa. Sialan! Niatnya ingin mengolok-olok Allegra, perempuan tanpa celah yang selalu tampil anggun dan bersahaja ketika di depan kamera maupun khalayak ramai, eh malah dirinya yang justru terkena balasan lebih menyakitkan. Memang sih apa yang dikatakan Allegra adalah sebuah kebenaran. Tapi bisa tidak? Sahabatnya itu tidak usah membuka luka lama?
"Eh ... Tapi gue penasaran deh. Sean kan sahabatnya pak Keenan dan pak Keenan kan sepupu lo. Dia ada rasa bersalah gak sih? Waktu tau ternyata sepupunya itu cuma mainin perasaan sahabatnya?"
Allegra menghentikan tawanya yang tanpa sadar telah membius puluhan pasang mata untuk terus terpaku memandangi kecantikan bak wujud dewi Aphrodite itu.
"Kenapa gak tanya aja sendiri sama orang yang bersangkutan?" tanyanya mencoba bersikap acuh tak acuh.
"Ya lo kan juga ada sangkutannya, Alle!! Lo itu tersangka utamannya di sini."
"Tersangka utama nenek lo jemping!" sela Allegra dengan kesal. Kenapa Seren harus membicarakan Sean sih?Soalnya kalau
mengingat nama itu, rasa bersalah karena telah menyakiti laki-laki sebaik dia terus saja menghantui dirinya. Ya walaupun sekarang dia sudah hidup bahagia dengan keluarga kecilnya. "Dengar baik-baik. Itu udah lewat. Ngapain masih mikirin masa lalu? Gak guna juga!" dalihnya.
Seren menjentikkan jarinya, "Ah ... Bener juga! Ngapain masih mikirin masa lalu yang bahkan nggak pernah mikirin kita?"
"Nah itu tau!" ucap Allegra membenarkan, "sekarang habisin smoothie lo."
Serena menuruti perintah Allegra. Dia menyeruput minuman pink yang ada di depannya. Setelah puas, dia meletakkan kembali gelasnya lalu mulai mengedarkan pandangan untuk melihat para pengunjung kafe. Siapa tahu, ada lelaki tampan yang bisa menarik perhatiannya guna dijadikan pengisi kekosongan hatinya setelah dibiarkan vakum selama 7 tahun lebih.
Dan gotcha!!! Tatapannya langsung tertuju pada beberapa pemuda yang tengah duduk di pojokan sana. Ah lebih tepatnya pada salah satu pemuda berkacamata.
Ini bukan jenis tatapan seseorang yang baru saja menemukan tambatan hatinya. Bukan, tapi ini jenis tatapan penuh tanda tanya karena melihat pemuda itu terus saja menatap sahabatnya dengan pandangan tak biasa.
"All," bisik Seren yang disahuti gumaman Allegra, "Arah jam 7. Lihat deh ada lima pemuda dan salah satunya ada yang lagi lihatin elo."
"Udah biasa kali gue dilihatin orang-orang," jawabnya tak mau ambil pusing.
"Ck! Kali ini cara pandang dia ke elo itu beda, All. Kayak yang gimana gitu."
"Kayak yang gimana, bagaimana maksud lo?" tanya Allegra tanpa mau mengalihkan pandangan dari salad dihadapannya "Gak jelas lo ah!"
"Lihat dulu, Bodoh!" kesal Seren membuat Allegra mengadahkan kepala.
"Ck! Mana?" tanyanya sambil mengedarkan pandangan ke segala arah. Terlihat jelas sekali jika Allegra seperti tengah mencari sesuatu.
"Jangan dilihat terang-terangan, Bego!"
Allegra tak mengindahkan peringatan Serena. Kepalanya justru semakin menengok ke kanan dan ke kiri mencari objek yang dimaksud sang menejer. Seketika itu, tatapannya langsung jatuh pada lelaki berkacamata. Benar kata Seren, di pojok sana ada segerombolan pemuda yang berjumlah 5 orang dan salah satu dari pemuda itu tengah menatapnya dengan lekat yang sulit diartikan.
Allegra tersenyum manis. Tanpa malu dia melambaikan tangannya pada lelaki yang kira-kira berusia 20 tahun itu. Dan respon yang didapat hanya palingan wajah darinya. Allegra tersenyum, dia menyakini jika pemuda itu pasti tengah menahan malu sekarang.
Dia menggelengkan kepalanya. Dilihat dari cara berpakaian dan gaya rambutnya yang disisir rapi ke depan, Allegra menyakini jika pemuda itu adalah tipe lelaki kutu buku yang sangat membosankan. Dasar anak baru gede!
"Astaga Allegra! Apa yang lo lakuin?"
"Menyapa penggemar. Apa lagi?" jawabnya santai.
Seren menatap Allegra aneh seakan perempuan super model itu adalah makhluk asing yang tersesat di bumi.
"Berhenti natap gue kayak gitu!" tegurnya, "nggak ada yang salah sama apa yang barusan gue lakukan."
Allegra menatap tidak minat salad miliknya. Nafsu makannya tiba-tiba menghilang dan dia berniat untuk mengecek notif sosial medianya.
"Ser, lihat hape gue nggak?" tanyanya saat tak menemukan benda yang ia cari.
Serena menggeleng, "perasaan dari tadi gue nggak lihat lo bawa hape deh."
"Oh ya ampun berarti hape gue ketinggalan di ruang ganti," keluh Allegra saat menyadari kesalahannya, "gue pergi dulu."
"Dasar kebiasaan," ucap Serena setelah Allegra bangkit dari duduknya, "Itu mata, hidung, mulut kalau gak nemplok di muka pasti udah hilang dari dulu ck.. ck.. ck.." decaknya sambil menggelengkan kepala berulang kali. Dia tidak heran. Karena ini bukan pertama kalinya Allegra meninggalkan barang di sembarang tempat. Tapi sudah menjadi kebiasaan seorang Allegra Kiana Danawangsa.
Tuhan memang adil. Dibalik wajah cantik Allegra, ternyata dia memiliki penyakit pikun yang sudah mendarah daging dan sulit dihilangkan.