Chat Mesra Ditengah Malam

1384 Words
Adrian baru saja selesai mandi, lelaki itu juga sudah berganti pakaian di dalam kamar mandi, tanpa meminta diambilkan pakaian ganti terlebih dahulu oleh Malikha seperti biasanya. ''Ah, segarnya kalau habis mandi begini,'' gumam Adrian sedikit keras, dan bisa di dengar oleh Malikha. Malikha menatap lekat tubuh suaminya, merasa dipandangi Adrian seketika membalas tatapan sang istri. "Sayang ... kamu belum tidur, kenapa berdiri di situ?'' tanya Adrian, tanpa mendekati Malikha ia malah berjalan ke arah ranjang king size-nya. Tidak lama Adrian mulai berbaring, dan meletakkan asal handuk yang ia gunakan tadi di sisi ranjang. Merasa tidak ada jawaban dari Malikha, Adrian mengulangi ucapannya. Kali ini, ia memanggil sang istri agar mendekat, dan tidur di sampingnya seperti biasa. "Sayang ... kok, masih di situ. Ayo sini, kemarilah. Kita tidur, yuck, ini sudah larut malam," panggil Adrian, seraya menepuk sisinya. Entah apa yang ada dipikiran Malikha saat ini, ketika ia melihat suaminya sudah berganti pakaian dalam benaknya sungguh suaminya bersikap lain dari biasanya. Karena selama ini ia selalu berperan sebagai istri yang baik, dengan menyiapkan segala keperluan Adrian, termasuk pakaian ganti untuk suaminya ketika lelaki itu selesai mandi. Adrian menatap Malikha dengan senyuman, dan Malikha berusaha menutupi keinginan tahunya. Mungkin, kalau ia sudah berbaring di sisi suaminya, ia akan bicara pelan dan menanyakan semuanya agar hatinya lega. Ya, setelah mendengar panggilan Adrian, Malikha mencoba menata hatinya. Setelah ia melihat sendiri, noda lipstik di kemeja suaminya. Ia berusaha keras mengendalikan diri, agar tidak rapuh di hadapan suaminya. Karena dalam benaknya, ia masih menaruh kepercayaan penuh pada Adrian suaminya. 'Kendalikan dirimu, Malikha. Yakinlah pada suamimu, kalau Mas Adrian tidak akan pernah macam-macam di luar sana, apalagi menjalin hubungan terlarang dengan wanita lain.' 'Bukankah, kamu telah memberikan kepercayaan penuh pada Mas Adrian. Jadi, jangan goyah. Apalagi memiliki pemikiran buruk pada suamimu sendiri,' batin Malikha, masih mencoba percaya pada suaminya. Meskipun pada kenyataannya, tanpa disadari Malikha kalau saat ini Adrian mulai membagi hati dengan wanita idaman lain di luar sana. Malikha mulai melangkah menuju ranjang dimana suaminya berbaring, begitu sampai di samping ranjang ia tidak lantas langsung naik ke tas ranjang dan tidur di sisi suaminya. Yang ia lakukan, malah menatap lekat wajah Adrian dari tempatnya ia berdiri saat ini. 'Wajahnya sangat tampan, terlihat tidak ada yang cacat, apalagi pembawaan Mas Adrian begitu baik. Apakah dia tega melukai hatiku, sungguh aku tidak ingin percaya dengan yang kulihat di baju Mas Adrian tadi. Tapi, noda lipstik itu benar-benar mempengaruhi hatiku saat ini,' batin Malikha, masih dengan menatap Adrian. Adrian yang ditatap seperti itu, merasa aneh sendiri. Seolah ada yang salah pada tubuhnya. "Sayang, kok, masih berdiri di situ. Ayo sini ... satu lagi, kenapa kamu menatapku seperti itu? Apa ada yang aneh dengan wajahku?'' tanya Adrian, ia juga menyentuh wajahnya sendiri. "Tidak ada yang aneh, Mas. Hanya saja, aku merasa heran. Tumben sekali, kamu ke kamar mandi membawa pakaian ganti. Biasanya, kamu selalu memintaku mengambilkan pakaian gantimu. Jadi, heran saja aku, Mas," bohong Malikha, tetapi hatinya tetap penasaran kenapa suaminya malam ini bersikap berbeda. Adrian langsung mencari kata yang tepat, untuk menyanggah pertanyaan istrinya. "Hehe ... aku takut merepotkanmu, Sayang. Bukankah tadi kamu habis kehujanan. Jadi, aku ambil sendiri. Sudahlah, jangan memiliki pemikiran aneh-aneh. Sekarang kemarilah, kita tidur bersama," sanggah Adrian, mencoba menjelaskan. Meskipun ucapannya sulit diterima istrinya. "Ayo sini, tidur denganku. Aku ingin memelukmu, Sayang," sambung Adrian dengan kata manisnya. Malikha sekali lagi mencoba percaya pada Adrian suaminya, kalau segala apapun yang keluar dari bibir suaminya adalah kebenaran. 'Baiklah, aku akan mempercayai ucapan Mas Adrian kali ini. Memang tadi bajuku basah karena kehujanan, kalau dia memang tidak mau merepotkanku bisa saja memang benar,' monolog Malikha. Wanita mungil, dengan rambut tergerai itu mulai melangkah ke arah ranjang seraya mengabaikan ucapan Adrian. Ia mengambil tempat di sisi kiri ranjang, sengaja ia tidak mendekat ke arah Adrian. Seolah tubuhnya paling tahu, dan tidak mau bersentuhan dengan Adrian. Adrian tidak suka, kalau ucapannya diabaikan, dan ia dijauhi Malikha. Dengan satu gerakan, tubuh kekar itu mulai memeluk Malikha dari belakang. Sesekali Adrian mencium tengkuk, dan kepala bagian belakang Malikha. Tapi, wanita dalam pelukannya terlihat tenang. Ya, Malikha berpura-pura tidur. Karena ia takut, jika ia bicara. Maka, segala kecurigaan yang memenuhi pikirannya akan ia keluarkan pada Adrian. Malikha takut, ia akan bertengkar , lalu hubungannya dengan Adrian memburuk. Sebab selama ini, ia dan Adrian hampir tidak pernah bertengkar. Jadi, untuk membuat rumah tangganya tenang. Ia akan menelan segala kecurigaan itu, dalam hatinya. "Sayang, apa kamu sudah tidur? Kenapa kamu terlihat aneh, tidak biasanya kamu seperti ini. Mengabaikan aku, padahal selama ini lenganku dan dadakuu ini adalah tempat paling nyamanmu untuk tidur," tanya Adrian, tanpa mendapatkan respon dari Malikha. Malikha memang sengaja menutup kedua matanya, dan berpura-pura tidur. 'Maafkan aku, Mas. Jika malam ini aku sedikit menghindarimu, sejujurnya aku ingin bersikap manis dan manja padamu. Tapi, tubuhku seolah jujur. Kalau tubuhku ini, rasanya tidak mau bersentuhan denganmu,' sedih Malikha dalam hati. Malikha pun berusaha untuk tidur, ia berharap esok hari pikirannya lebih membaik. Ia juga mau, bersikap biasa pada suaminya. Karena ia tidak mau hubungannya dengan Adrian merenggang, sebab ia sangat mencintai suaminya. Adrian terus menatap tubuh Malikha, dengan tatapan penuh arti. Entah apa yang ada dalam benak pria itu, merasa lelah dan kedua matanya telah mengantuk ia pun mencoba untuk tidur. Tangan kekar Adrian terus memeluk tubuh Malikha dari belakang, sampai pria itu jatuh tertidur pulas. Sampai-sampai suara ponselnya, yang berdering di atas nakas tidak ia dengar. Malikha yang baru saja mau tertidur, mulai terusik. Secara perlahan ia membuka kedua matanya, lalu mencari ponsel mengganggu tidurnya. 'Siapa, sih, yang menelepon malam-malam begini?' gumam Malikha, lalu turun dari ranjang. Sesaat Malikha menatap suaminya, yang terlihat tertidur pulas. Tidak mau mengganggu tidur Adrian, akhirnya ia memilih mengangkat telepon dari ponsel suaminya. Tepatnya nomor tidak dikenal, malam-malam begini menelepon 'Ponsel Mas Adrian berbunyi, takutnya ada yang penting. Tapi, kasihan juga kalau aku membangunkan dia dari tidurnya. Apalagi Mas Adrian baru saja tidur, lebih baik aku saja mengangkatnya. Besok pagi, baru aku akan menyampaikan pesan orang itu sama Mas Adrian,' putus Malikha dalam gumamnya, sebelum mengangkat telepon itu. Malikha melangkah mendekat ke arah meja nakas, di samping Adrian tertidur. Ponsel Adrian masih menyala, begitu Malikha akan mengangkat telepon. Tiba-tiba telepon itu mati, tapi, selang beberapa menit ada notifikasi pesan masuk di ponsel Adrian. 'Kenapa dimatiin, bukankah dari tadi orang itu menelepon terus?' kesal Malikha. Tidak lama, suara pesan berbunyi. 'Ah ... rupanya ada pesan, dari nomor tidak ada namanya. Apa lebih baik aku baca dulu, ya? Siapa tahu ada yang penting, kalau ada yang penting tinggal aku kasih tahu Mas Adrian besok pagi,' gumam Malikha, tidak lama ia pun melakukan seperti ucapannya. Dengan semangat Malikha membuka isi pesan itu, tentu tanpa perasaan curiga apapun. Karena memang ia telah memutuskan, untuk selalu mempercayai Adrian suaminya. Namun, kata-kata dalam pesan itu sungguh membuat hati Malikha tidak baik-baik saja. [Mas ... terima kasih untuk malam yang indah tadi, aku sangat bahagia sekali dengan hadiah yang kamu berikan padaku. Semoga kita bisa mengulang malam indah lagi, ya, mungkin lain kali waktunya lebih lama lagi, biar kita bisa puas berduaan terus. Aku tahu kamu pasti sedang bersama istrimu sekarang 'kan. Jadi, aku sengaja mengirimkan pesan buat kamu.'' [Aku hanya mau bilang itu saja, sampai bertemu besok. Semoga mimpi indah, ya, Sayang.] Kedua tangan, dan tubuh Malikha bergetar hebat setelah membaca pesan mesra itu. Hatinya sama sekali tidak menyangka, kalau suaminya ternyata bisa bermesraan bersama wanita lain. Pesan dari nomor tidak dikenal itu sungguh menyakiti hati Malikha, kedua kelompok matanya mulai berkaca-kaca. Ia tidak mampu lagi menutupi kecurigaannya lagi, kalau suami yang ia pikir setia, penyayang dan selalu melimpahi dirinya kebahagiaan. Ternyata hanya kemunafikan, dan sebagai topeng Adrian saja. Malikha membekap mulutnya sendiri, tidak lama ia berlari ke kamar mandi, lalu menguncinya. Di dalam situ, ia menumpahkan segala kesedihan dan luka dalam hatinya atas pengkhianatan cinta oleh suaminya. 'Kamu jahat, Mas Adrian! Tega sekali kamu menyakiti hatiku sedalam ini, apa salahku padamu, Mas?' 'Aku tidak menyangka, sikap lembut dan manismu itu. Ternyata, mengandung bisa yang sangat mematikan, hingga membuat hatiku terluka seperti ini. Aku ingin lihat, seberapa jahatnya kamu di belakangku, dan membohongi kepercayaanku,' gumam Malikha lirih, di sela tangisan pilunya. Malikha terduduk di lantai dingin kamar mandi, ia menangis dalam diam, karena ia tidak mau tangisannya di dengar oleh Adrian. Kali ini, Malikha sudah memutuskan untuk mencaritahu, dengan pura-pura tidak tahu kalau suaminya telah menduakan cintanya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD