I don't like being ingnored, and I don't like being forgotten either
- KreayShawn -
Nathan pergi begitu saja ketika mobil yang dikemudikan Kevin berhenti di depan lobi. Mia hanya bisa menatapi punggung Nathan yang menghilang di balik pintu mobil. Nathan tidak menoleh sama sekali padanya. Dia benar-benar mengabaikannya.
Mia menarik napasnya dalam-dalam. Mungkin inilah balasan dari sikapnya dulu, meninggalkan Nathan begitu saja. Yang Nathan tidak tahu, Tamia tidak bisa tenang karena merasa menyesal sudah melakukan hal itu lima tahun yang lalu. Tapi Nathan bahkan sama sekali tidak memberinya kesempatan untuk bicara, untuk minta maaf secara langsung.
Mia hanya ingin minta maaf, itu saja.
..
Suara benturan kursi terdengar cukup keras di ruangan kerja Nathan. Ia baru saja melampiaskan rasa kesalnya pada kursi yang tidak berdosa itu. Ini semua karena wanita itu! Tamia Woodley si mata biru itu! Makinya.
Zack masuk ruangan dengan tatapan heran karena melihat posisi kursi Nathan yang terbalik.
"Woops, kenapa nih?" tanyanya seraya membalikkan kursi ke posisi semula, "lo ngamuk Bro?"
Nathan hanya menggerakkan matanya menatap Zack lekat-lekat. Ia seperti ingin menerkam seseorang, dan Zack menyadari itu. Karena itu dia mundur beberapa langkah, "Tenang Bro, Yonki macem-macem? Atau yang lain? Gue hadapin!"
Tubuh Zack bergeser karena Nathan mendorong tubuhnya menjauhi kursi, dan Nathan duduk di sana sambil menyisir rambutnya dengan jari-jarinya. Ia menghela napas panjang dan mendengus, "Lo tahu, Mia ada di sana!"
Mata Zack yang kecil membulat sempurna, "Huh? Mia di kantor YAJ? Ngapain?"
Nathan menghempaskan punggungnya di sandaran kursi, "Yonki menjadikan Mia sebagai Konsultan Desain proyek kita---"
"What-what-whaaaat?!!" serunya berlebihan, "enggak mungkin! Gila bener kalau iya, lo emang jodoh sama Mia, Bro!"
Bundelan kertas melayang ke arah Zack, "Lo bisa berhenti enggak ngomong jodoh-jodoh?!" geram Nathan kesal.
Zack mengambil kursi dan duduk di depan Nathan, "Nath, coba lo bayangin. Lima tahun enggak ketemu dan tiba-tiba Mia muncul dan tiba-tiba dia jadi bagian proyek lo, dan tiba-tiba lo harus sering-sering ketemu dia dan tiba-tiba perasaan itu akan muncul lagi, dan tiba---aduh!"
Kali ini sebuah pulpen mahal melayang tepat sasaran mengenai dahi Zack. "Berhenti ngomong yang aneh-aneh! Enggak mungkin gue balikan sama Mia! Dia pacaran sama Yonki!"
Zack bangkit dengan mengagetkan, "Buset! Rumit-rumit! Ini sangat rumit!"
"Lo bisa enggak sih, enggak sinetron banget gitu!" Nathan menendang kursi Zack yang tadi ada di depannya.
Sejak tadi ia berusaha mengabaikan kalimat Yonki, yang mengatakan bahwa Mia adalah kekasihnya, tapi kata itu terus terngiang di telinganya dan itulah yang membuatnya marah.
Tapi kenapa ia harus marah?
"Bro, lo masih cinta kan sama Mia? Gue tahu lo masih cinta dia!"
"PERGI!" usir Nathan, galak.
"Sebelum janur kuning melengkung, Bro. Rebut dia lagi..."
"b******k!" Nathan hampir saja melemparkan kursi ke arah Zack, namun Zack keburu menghilang di balik pintu.
..
Kevin menepikan mobilnya secara mendadak, Nathan yang berada di belakang terkejut dan bertanya, "Kevin, ada apa?"
"Maaf, Mr. Petra. Saya melihat ada mobil mogok di bahu jalan tadi, dan mobil itu saya lihat tadi siang terparkir di depan YAJ Coorps. Bisa jadi itu teman Mr. Petra?" ujarnya.
Nathan memutar kepalanya untuk melihat ke belakang, "Saya tidak kenal mobilnya."
Kevin masih memperhatikan mobil belakang yang mogok itu dari kaca spionnya, "Pemiliknya keluar Mr. Petra. Wanita---cantik..."
Nathan menghela napas sambil menggelengkan kepalanya. "What?" Eerrggh! Nathan mengusap wajahnya dengan perasaan frustrasi. Terus kalau cantik harus ditolong, begitu. Dan sebaliknya?! Tapi sepertinya bibir Nathan malah mengulas senyum mendengar komentar Kevin tentang wanita itu.
"Saya lihat sebentar boleh Mr.Petra?" izin Kevin.
Nathan cukup mengangguk dan menggerakkan dagunya, kemudian Kevin melesat keluar mobil dan menuju ke belakang. Sedangkan Nathan kembali sibuk dengan ponselnya.
Beberapa saat kemudian.
Tuk tuk.
Jendela kaca mobil Nathan diketuk seseorang, Nathan membuka dan wajah Kevin muncul di sana, ia menundukkan kepalanya sekali, "Mr. Petra. Nona cantik itu harus menunggu mobil derek, apa dia boleh menumpang di sini?" tanyanya.
Helaan napas Nathan membuat Kevin sedikit pesimis, tapi anggukan kepalanya membuat Kevin sumringah dan bergegas memberitahu pemilik mobil mogok tersebut segera. Beberapa saat kemudian wanita itu datang dan Kevin membukakan pintu belakang sebelah kanan. Wanita itu duduk di samping Nathan. Mata mereka sama-sama membesar tatkala mata mereka bertemu lagi untuk ke sekian kalinya.
Mulut Mia membuka ternganga, ia tidak menyangka bahwa mobil yang akan ditumpanginya adalah mobil Nathan. Begitupun dengan Nathan, ia tidak menyangka bahwa wanita cantik yang dimaksud Kevin adalah Mia!
"Eh, aku---" Mia hampir saja keluar lagi dari mobil kalau Nathan tidak bersuara.
"It's fine..." katanya.
Tinggal Kevin yang sedikit kebingungan dengan aura ketegangan yang tiba-tiba tercipta di dalam mobilnya. Kevin melajukan mobilnya ketika mobil Mia sudah di derek dari tempatnya. Mia melirik Nathan dari sudut matanya, ia berusaha mencari momen tepat untuk mengeluarkan suaranya.
"Nathan" suara Mia hampir tercekat di tenggorokan ketika ia memberanikan diri memulai percakapan.
Tidak ada jawaban, Nathan pura-pura sibuk dengan ponselnya.
Mia menatapnya dengan mata membesar sekarang, dadanya naik turun menahan emosi. Ia memang salah, maki saja kalau Nathan memang marah. Tapi jangan didiamkan seperti ini.
"Kita perlu bicara, Nath, bukan begitu?"
Nathan menoleh padanya sekarang, "Oh, really?" Ujarnya mengerutkan dan menaikkan satu alisnya, dan Mia mengartikannya sebagai 'kemana saja kamu selama ini??' Oh Tuhan, Mia benar-benar harus menahan emosinya.
Nathan melanjutkan, "Seperti aku bilang tadi, menurutku tidak ada yang harus dibicarakan"
"Ada!" sahut Mia tegas.
Mata Nathan menatap Mia lekat-lekat, bukan hanya kali ini saja ia ingin mendebat wanita di depannya ini. Kemudian ia memerintahkan Kevin untuk keluar tol dan mencari tempat makan.
"Oke, kita bicara. Tapi jangan harap ada yang berubah setelahnya" tegasnya.
Mia mengangguk setuju.
Apa Nathan benar-benar tidak mengharapkan Mia lagi? Apa rasa cinta itu sudah berubah menjadi benci yang berkepanjangan? Entahlah, yang pasti Mia ingin menjelaskan duduk masalahnya lebih dulu pada Nathan.
Kevin membukakan pintu mobil dan mempersilakan Mia keluar, sedangkan Nathan keluar dari sisi sebelah kiri. Pelayan menunjukkan tempat yang cukup privacy pada keduanya dan pelayan itu pergi setelah Nathan dan Mia memesan makanan dan minuman.
Mia menghela napasnya, ia merasa harus memulai pembicaraan lebih dulu. "Sebelumnya aku mau minta maaf, Nath" ujarnya.
Nathan tidak menjawab.
"Maaf yang mungkin terlambat dan tidak kamu harapkan lagi, tapi aku minta maaf"
Kedua tangan Nathan terlipat di depan dadanya. Matanya menatap mata biru Mia yang berkilauan karena berkaca-kaca.
"Oke..." hanya itu yang keluar dari mulutnya.
"Apa kamu enggak mau tahu kenapa aku pergi?"
"Untuk apa?" Nathan bertanya balik dengan nada datar.
"Setidaknya aku ingin menjelaskan kenapa aku pergi, Nath"
Nathan menggeleng, "No, enggak perlu, I don't need it" katanya lagi.
"Nath, please"
Nathan menegakkan punggungnya, tangannya ia letakkan di atas meja, "Mia, please! No us in the past, okay! Dan mau enggak mau aku harus terima kamu sebagai partner bisnisku, karena Yonki"
Mia mendengus kesal. Tapi air matanya tidak jatuh. Ia bisa menahannya. Susah payah ia menelan salivanya. Hatinya sakit mendengar Nathan mengatakan 'tidak ada kita di masa lalu' dalam bahasa Inggris dengan tanpa perasaan. "Karena Yonki?"
"Ya, karena aku percaya padanya dan dia percaya padamu. Lagi pula dia kekasihmu, kan?"
"Dia bukan kekasihku!"
"Tidak perlu menjelaskan...aku benar-benar tidak perduli"
Mia membungkam mulutnya sendiri, tapi dadanya bergetar. Nathan benar-benar sakit hati. Seandainya dia tahu apa yang Mia rasakan saat ini.
"Apa yang harus aku lakukan, Nath. Untuk menebus kesalahanku?"
Pelayan datang di saat yang tepat. Karena Nathan tidak tahu harus menjawab apa pada pertanyaan Mia. Nathan dengan cepat menyentuh makanannya tanpa menghiraukan tatapan Mia menuntut jawaban.
Tiba-tiba Mia berdiri dan hendak pergi dari meja mereka, namun kakinya tersangkut dan ia jatuh terjerembab di depan Nathan.
Nathan bergegas membantu Mia berdiri. Tentu saja dia tidak tega membiarkan Mia terlihat kesakitan seperti itu. Dengan gerakan reflek yang natural tangan Nathan melingkar di pinggang Mia dan tangan yang lain di bawah lututnya, kemudian Nathan mengangkat tubuh Mia dengan mudah, memindahkannya ke sofa. Seorang pelayan menghampiri dan menawarkan bantuan. Nathan meminta ia menyediakan es batu dan handuk untuk mengompres memar di mata kaki Mia yang berubah merah.
Setelah itu Nathan mengangkat kaki Mia ke atas lututnya. Mia yang merasa sungkan berujar, "Nath! Aduuh! Enggak usah, aku enggak apa-apa kok, nanti juga hilang sakitnya!" Ujarnya merasa asing. Nathan menatapnya sekilas dan mengembalikan lagi kaki Mia ke tempatnya.
"Baiklah, kau sendiri yang kompres kakimu itu..." ujar Nathan sambil menunjuk kaki Mia dengan dagunya.
Seketika Nathan merasa mereka bagaikan orang asing yang baru bertemu.
"Iya, thanks Nath" ujar Mia lemah.
Kenapa kamu enggak memaksa, Nath? I miss you!! Teriak Mia dalam hatinya.
She is stranger now! Not yours anymore, Nath! Stop act like it is! Pikiran Nathan sebelas dua belas dengan Mia.