1

1736 Words
Angin malam menembus kulit Jessy yang sudah mengenakan mantel tebal. London di malam hari pada musim salju memang sangat dingin, dan Jessy masih saja keluar dari kediamannya meski ia tahu suhu di luar rumah bisa membuatnya membeku. Jessy sedang kebingungan dan sedih. Ia membutuhkan uang yang sangat banyak untuk biaya operasi ibunya, tetapi ia tidak memiliki uang itu. Jangankan untuk operasi sang ibu, untuk makan saja ia sudah kesulitan. Jessy tidak memiliki tempat untuk meminjam uang. Air mata Jessy meluncur. Ia tidak ingin kehilangan satu-satunya keluarga yang ia miliki. Ibunya adalah segalanya yang Jessy miliki di dunia ini. Jessy berjongkok di tanah yang ia pijaki. Memeluk lututnya sendiri dengan bahu yang bergetar karena tangis. Jika saja keluarganya tidak membuang ia dan ibunya maka saat ini ia pasti memiliki jalan. Namun, sayangnya keluarga sang ayah tidak mau menerima mereka. Terlebih ayahnya yang memiliki istri sah. Ibu Jessy hanyalah sebuah tempat persinggahan di kala rasa bosan menyapa sang ayah. Atas nama cinta, ibunya yang polos membiarkan pria tidak bertanggung jawab seperti ayahnya menidurinya. Dan berakhir ditinggalkan karena sang ayah tidak pernah menganggap ibunya lebih dari sekedar pelampiasan. Tidak ada cinta sedikit pun. Yang ada hanya nafsu semu. Setelah bosan, ibunya dicampakan. Tak peduli bahwa ketika sang ibu dicampakan ia telah hadir di rahim wanita yang dimabuk cinta itu. Ketika sang ibu meminta pertanggung jawaban dari pria yang menghamili ibunya, pria itu malah berbalik menyudutkan sang ibu. Mengatakan bahwa mungkin saja itu bukan benihnya. Pria itu merenggut keperawanan sang ibu, tapi menolak mengakui bahwa benih yang ada di rahim ibunya. Terlebih keluarga dari sang ayah, mereka mengatakan bahwa ibunya adalah w*************a yang mencari keuntungan semata. Dihina, direndahkan dan dicampakan sudah cukup membuat ibunya sakit hati. Dan pada akhirnya ibunya memutuskan untuk menghidupi Jessy seorang diri. Ibu Jessy adalah yatim piatu yang dibesarkan di sebuah panti asuhan, tidak memiliki kerabat sama sekali. Mengandalkan kedua tangannya, ibu Jessy berhasil membesarkan Jessy dengan baik. Jessy menghapus air matanya. Ia tidak boleh menyerah. Bagaimanapun juga ia harus mencari cara agar mendapatkan uang itu. Inilah saatnya untuk dirinya yang berjuang bagi sang ibu. Seperti ibunya yang tidak pernah putus asa, ia juga akan melakukannya. "Aku harus pergi ke kediaman pria itu." Jessy berdiri. Ia telah memantapkan dirinya. Ia akan mencoba mendatangi kediaman sang ayah untuk mencari pinjaman uang. Jessy melangkah menuju ke halte bus. Ia menunggu beberapa saat dan bus berhenti di depannya. Jessy masuk ke dalam sana, duduk dengan tangan yang saling menggenggam cemas. Jessy gugup, ini adalah pertama kalinya ia akan menemui sang ayah. Jessy akhirnya melanggar janjinya pada sang ibu yang meminta ia tidak menemui pria yang telah membuatnya hadir. Jessy tidak memiliki pilihan lain, ia akan memohon maaf pada ibunya nanti. 30 menit kemudian bus berhenti. Jessy turun dan berjalan menuju ke sebuah rumah mewah dengan pagar tinggi. Jessy tidak bisa masuk sembarangan ke dalam kediaman itu. Ia dihentikan oleh seorang penjaga. "Aku ingin bertemu dengan Mr. McKell." Jessy memberitahukan niat kedatangannya. "Ada keperluan apa?" tanya penjaga bertubuh kekar yang ada di dalam pos penjaga. "Aku mengantarkan berkas penting yang Mr. McKell butuhkan." Jessy menunjukan tas yang ia bawa. Ia terpaksa berbohong demi bisa menemui sang ayah. Jessy jelas tahu jika ia mengatakan bahwa ia putri dari Adrian McKell maka ia akan diusir tanpa diberi kesempatan untuk bertemu. Penjaga menimbang kata-kata Jessy lalu detik kemudian ia membukakan gerbang. Jessy bernapas lega. Ia melangkah memasuki pelataran kediaman mewah sang ayah. Setelah berjalan 50 meter, Jessy sampai di depan bangunan megah bergaya eropa. Ia tersenyum miris. Harusnya di sinilah ia berada, bukan di tempat kumuh bersama ibunya. Jessy semakin membenci ayahnya karena membiarkannya hidup menderita bersama sang ibu. Melupakan kebenciannya sejenak, Jessy melangkahkan kakinya menuju ke pintu raksasa kediaman itu. Ia membukanya dan terperangah melihat isi kediaman itu. Barang-barang bernilai jual tinggi mengisi ruangan besar di sana. Jessy pikir harga guci besar di dekat tangga mungkin sama dengan gajinya bekerja di toserba selama 10 tahun. Seorang pelayan mendekati Jessy, membuat Jessy keluar dari lamunannya. "Nona, ada yang bisa saya bantu?" Pelayan wanita berseragam rapi bertanya pada Jessy dengan ramah. "Aku ingin mengantarkan berkas pada Mr. McKell," seru Jessy mantap. "Mari saya antar ke ruangan Tuan McKell." "Ya, tentu." Jessy mengikuti ke mana si pelayan membawanya. Ia berhenti sejenak ketika melihat foto keluarga yang terpajang di dinding. Hati Jessy sakit bukan main melihat potret keluarga bahagia itu. Ia juga bagian dari McKell, tapi ia tidak berada di dalam foto itu. Tidak hanya di dalam foto, tapi juga di dalam susunan kerluarga McKell. "Nona?" Suara pelayan menyadarkan Jessy. Membuat Jessy segera melangkah kembali. "Silahkan masuk, Nona." Pelayan itu membuka pintu setelah mengetuk tiga kali dan membiarkan Jessy masuk ke dalam sebuah ruangan. Jessy masuk. Ruangan yang saat ini ia datangi adalah ruang kerja ayahnya. Ia melihat sang ayah duduk dengan kaca mata baca yang bertengger di hidung. Pria itu sedang bekerja. Jessy mendekat dan berhenti di depan meja kerja ayahnya. Jantungnya berdetak tidak karuan. Ia meremas jarinya menghilangkan rasa gugup dan marah yang menguasai dirinya. "Aku adalah putri dari Kayonna Scott." Jessy memecah keheningan di tempat itu. Adrian McKell yang tengah membaca berkas di atas meja berhenti membaca dan menatap Jessy datar. "Di sini bukan tempatmu. Pergilah." Pria itu bersuara dingin. Ia bahkan tidak ingin bertanya kenapa Jessy mendatanginya. Jessy tersenyum getir. Pria di depannya memang tidak pantas sama sekali menjadi ayahnya. Jika ia tidak terpaksa maka ia tidak akan pernah menemui sampah seperti Adrian McKell. "Ibuku sakit. Aku membutuhkan 50.000 dollar untuk biaya pengobatannya." Jessy tahu sangat memalukan meminta pada pria yang bahkan tidak pernah menganggapnya ada, tapi ini semua demi ibunya. Adrian memandangi Jessy merendahkan. "Jadi, kau sudah diajari oleh ibumu untuk menjadi wanita mata duitan?" "Ibuku bukan wanita seperti itu!" Jessy menyalak tajam. Ia tidak akan mengizinkan ibunya direndahkan oleh siapapun. Adrian tertawa sinis. "Kau tidak mengenal wanita itu dengan baik, Nona muda. Dan ya, aku tidak memiliki urusan apapun dengannya. Jadi aku tidak peduli dia hidup atau mati!" Jantung Jessy seperti ditikam pisau, ia ingin sekali mencengkram mulut pedas Adrian dengan kasar. "Dia adalah wanita yang kau hancurkan masa depannya, Mr. McKell. Jika bukan karena kau maka hidupnya tidak akan semenderita sekarang!" Adrian menganggap ucapan Jessy sebagai lelucon. Menghancurkan masa depan? Mereka melakukannya suka sama suka, lalu kenapa hanya dia yang disalahkan? Dan lagi, Kayonna menyerahkan tubuhnya dengan sukarela. Adrian tidak pernah melakukan pemaksaan sama sekali. "Pergilah dari sini. Aku tidak akan mengeluarkan satu sen pun untuk w************n itu." Air mata Jessy sudah menggenang di pelupuk mata. Sedih bercampur marah ia rasakan bersamaan saat ini. Ia ingin memaki Adrian dengan sangat kasar, tapi ia membutuhkan bantuan Adrian. Jessy akhirnya berlutut. "Aku mohon, Mr. McKell. Ibuku sangat membutuhkan uang itu." Jessy mengangkat wajahnya, matanya yang berair tampak memelas. "Jika kau tidak ingin mengeluarkan uang untuk Ibu, maka lakukanlah untukku." "Untukmu? Memangnya kau siapa bagiku?" Adrian menaikan sebelah alisnya. "Ah, jangan katakan jika kau percaya bahwa aku adalah ayahmu. Ckck, kau ditipu oleh ibumu, Nona. Aku sudah memastikan sendiri bahwa kau bukan putriku." Adrian berkata serius. "Ibu tidak akan menipuku," sangkal Jessy. Adrian merasa kasihan pada gadis muda di depannya. Kayonna benar-benar wanita licik yang memanfaatkan seorang anak untuk mendapatkan uang. "Sayangnya Ibumu adalah seorang penipu. Aku heran, bagaimana mungkin wanita itu masih kekurangan uang setelah Daddy memberikannya uang 500.0000 dollar. Ckck, wanita itu tidak pernah berubah. Masih saja memanfaatkan anaknya untuk mendapatkan keuntungan." Setiap kata yang keluar dari mulut Adrian selalu menyakiti Jessy. Ibunya bukan wanita mata duitan seperti itu. Dan apa tadi? 500.000 dollar? Ckck, jika ibunya memiliki uang sebanyak itu maka pasti mereka tidak akan hidup dalam kemiskinan. Berpindah-pindah kontrakan karena sering terlambat membayar uang sewa. "Mr. McKell yang terhormat, berhenti menghina Ibuku!" "Dia memang hina, Nona. Meski tanpa ucapanku, dia sudah memiliki status hina itu." Jessy bangkit dari posisi berlututnya. Ia tidak bisa menahan diri lagi. Pria di depannya tidak akan mengeluarkan uang satu sen pun, jadi sudah cukup ia merendahkan dirinya. "Kau yang hina. Pria tidak bertanggung jawab yang seharusnya tidak mengusik wanita lugu seperti Ibu!" geram Jessy. Matanya menatap Adrian tajam, ia benar-benar muak melihat wajah pria di depannya. "Kesalahan terbesar dalam hidup Ibu adalah bertemu dengan pria b******n sepertimu. Dasar menjijikan!" "Lancang!" Suara seorang wanita menginterupsi perdebatan panas Jessy dan Adrian. Wanita paruh baya berambut coklat gelap mendekat ke arah Jessy. Iris coklatnya menatap Jessy tajam. "Siapa kau hingga berani sekali bicara seperti itu pada suamiku!" bentaknya marah. Jessy membalas tatapan tajam wanita itu dengan tatapan jijik. Wanita di depannya sama kotornya dengan Adrian McKell. "Aku, Jesslyn Scott, putri suamimu dengan Kayonna Scott." Wajah istri Adrian berubah mencemooh Jessy. "Ah, rupanya kau putri jalang itu." "Jaga bicaramu!" sergah Jessy. Mulut-mulut keluarga McKell sama kotornya. Wajar saja mereka menjadi sebuah kelurga. "Kenapa? Apa aku salah? Wanita yang menggoda pria beristri bukankah dia jalang?" Jessy tertawa meremehkan. Ia tidak tertekan sama sekali menghadapi Mrs. McKell. "Menggoda suamimu?" Jessy berdecih sinis, "bukan salah ibuku jika suamimu berpaling. Kau wanita yang membuatnya bosan. Berkacalah, apa kekuranganmu. Dan ya, salahkan suamimu yang mata keranjang. Tidak puas dengan satu wanita. Ah, coba kau selidiki lagi, barangkali suamimu memiliki wanita lain di belakangmu." "Kau!" Mrs. McKell melayangkan tangannya ke arah Jessy, tapi tertahan di udara. "Jangan coba-coba menyentuhku atau aku akan mematahkan tanganmu!" Jessy menghempaskan tangan Mrs. McKell kasar. "Datang ke ruanganku segera!" Adrian menghubungi seseorang melalui telepon, kemudian menutupnya setelah selesai bicara. "Kau tidak perlu repot-repot memanggil penjaga, Mr. McKell. Aku sudah akan pergi. Aku melakukan kesalahan dengan datang padamu. Dan ya, jika menurutmu aku bukan putrimu maka aku juga akan menganggapnya begitu. Aku, Jesslyn Scott tidak memiliki ayah menjijikan sepertimu!" Sorot mata Jessy menatap Adrian jijik. Usai mengatakan itu ia segera pergi keluar dari ruang kerja Adrian sebelum penjaga tiba. Kata-kata Jessy membuat Adrian sedikit banyak tertikam. Entah kenapa ia merasa sesak. "Kau hanya membiarkan wanita kurang ajar itu pergi, Adrian?! Kau harus memenjarakannya!" "Pergilah, Geralda. Aku banyak pekerjaan." Adrian menjawab tak acuh. Ia kembali melanjutkan pekerjaannya, mengabaikan istrinya sepenuhnya. Geralda mengepalkan tangannya geram. "Ini semua karena kau, aku harus menerima penghinaan. Sampai kapan kau akan merusak harga diriku, Adrian!" "Tidak usah bertingkah, Geralda. Aku diam bukan berarti aku tidak tahu sepak terjangmu di luaran sana! Pernikahan kita hanya pernikahan bisnis, tidak usah berlebihan. Atau kau ingin aku membeberkan pada semua orang foto telanjangmu yang sedang tidur bersama dengan salah satu penjaga kediaman ini!" Ucapan Adrian membuat Geralda terdiam. Meski ketahuan, ia tetap saja merasa tidak bersalah atau menyesal. Ya, Geralda memang wanita yang sangat egois. "Jika kau berani melakukannya maka aku akan menghancurkan semua bisnismu! Kau harus ingat, keluargakulah yang mendukung bisnismu hingga maju seperti saat ini." Geralda balik mengancam Adrian. Kemudian ia pergi meninggalkan pria yang sudah menjadi suaminya lebih dari 25 tahun. Adrian menghempaskan semua barang yang ada di atas meja kerjanya. Ia benar-benar muak dengan Geralda. Jika saja ia tidak membutuhkan dukungan keluarga Geralda maka ia pasti akan meninggalkan wanita memuakan itu.                              
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD