PART. 1 PERNIKAHAN

1077 Words
PRINCESS KATRO by Rustina Zahra PROLOG Raja Pradipta Putra (30 tahun) biasa dipanggil Raja. Tampan dan mapan. Didesak orang tuanya untuk segera menikah dengan Rani Prameswari Putri(19 tahun) yang biasa dipanggil Rani. Karena perusahaan keluarga Raja yang sedang berkembang tengah butuh sokongan dana besar. Kakek Rani menyanggupi untuk memberikan dana, asal Raja bersedia menikahi Rani. Raja, terpaksa menerima Rani sebagai istrinya. Meskipun hatinya menolak setengah mati. Jangan bayangkan Rani sebagai seorang cucu milyuner pada umumnya. Karena dulu orang tua Rani kawin lari. Ibu Rani, Lina Paulina adalah anak tunggal dari Bapak Primus Admoko, yang kawin lari dengan supir pribadinya sendiri, Azzam Nurahman. Mereka kawin lari ke sebuah desa di kaki sebuah gunung, untuk menghindari pencarian oleh kaki tangan Pak Primus. Saat terjadi tanah longsor di sana, Pak Primus melihat Lina putrinya sebagai korban tanah longsor dari tayangan telivisi. Pak Primus langsung datang sendiri mencari putrinya ke sana, dan mendapati kalau ia sudah memiliki tiga orang cucu, tapi sayang dua orang cucu laki-lakinya menjadi korban bencana bersama ayah mereka. Tinggal Lina beserta putri sulungnya, Rani, yang selamat dari bencana. Namun Lina harus mengalami goncangan jiwa, dan Rani harus kehilangan suaranya. --- RAJA pov "Saya terima nikahnya Rani Prameswari Putri ...." Aku mengucapkan ijab kabul dalam satu tarikan nafas. "Sah?" "Sah!" "Sah?" "sah!" "Alhamdulillah!" Aku tertunduk dalam. Sekarang aku sudah masuk ke dalam penjara pernikahan, yang mungkin akan mengurungku selama aku hidup. Kenapa aku menyebut pernikahan ini sebagai penjara? Karena ini pernikahan yang tidak kuinginkan! Pernikahan karena perjodohan. Pernikahan karena paksaan, demi kelangsungan hidup perusahaan keluarga kami. Aku tidak bisa menolak permintaan orang tuaku, untuk menikahi wanita pilihan mereka. Wanita yang belum pernah aku lihat satu kalipun, karena pernikahan ini hanya pernikahan sederhana, yang dihadiri anggota keluarga inti saja. Tidak ada sesi foto prawedding. Tidak ada fitting baju pengantin berdua. Tidak ada apapun, seperti orang yang akan menikah pada umumnya. Yang aku tahu, kalau wanita yang aku nikahi, bernama Rani Prameswari Putri. Putri dari Azzam Nurahman almarhum, dengan Lina Paulina. Rani begitu dia biasa dipanggil, adalah cucu dari Bapak Primus, yang merupakan konglomerat ternama negeri ini. Kenapa pernikahan ini disembunyikan dari media? Karena Pak Primus sebenarnya, belum bisa menerima pernikahan anaknya, dengan mantan supir pribadi putrinya itu. Aku tahu, saat ini pengantin wanitaku tengah berjalan menuju ke arahku. Aku tidak punya minat sedikitpun untuk menatapnya. Meski dia cucu orang kaya, tapi seumur hidupnya dia tinggal di desa, di dusun, pasti tidak ada yang istimewa dari dirinya. Secantik-cantiknya gadis desa, pasti tidak akan bisa mengalahkan gadis kota, apa lagi mengalahkan gadis-gadis yang selama ini dekat denganku. Aku tahu saat ini dia sudah duduk di sampingku. Aku melirik bukan karena tertarik, aku hanya penasaran seperti apa dia, gadis yang sudah aku sebutkan namanya, saat akad nikah tadi. Benar dugaanku, tidak ada menariknya, kulitnya saja tidak putih, jemarinya terlihat kasar, tidak lentik seperti gadis-gadisku, kukunya dipotong pendek tanpa ada kutek, atau apapun juga. Hhhh entahlah bagaimana wajahnya! Prosesi pernikahan yang dilakukan pukul delapan malam, di rumah mewah milik Pak Primus ini sudah selesai di lakukan. Aku tetap tidak ingin menatap wajahnya, bahkan saat di minta mengecup keningnya, aku enggan menatap wajahnya dengan seksama. Untung saja acara pernikahan ini hanya diam-diam, kalau diumumkan, maka apa yang akan dikatakan para gadisku, dan teman-temanku di luar sana. Sampai prosesi pernikahan selesai, aku tetap tidak punya minat, untuk menatap gadis kampung yang duduk di dekatku apa lagi bicara dengannya. Bagaimana aku bisa mengajaknya bicara, kalau menurut cerita yang aku dengar, dia adalah seorang gadis bisu. Usai acara makan, aku terpaksa membawa gadis kampung ini ke rumahku sendiri, aku lihat dia sempat memeluk Ibunya dengan erat. Dalam perjalanan ke rumahku, aku tetap diam, dan dia tentu saja juga diam. Tiba di rumahku. "Turunlah, mulai sekarang kamu akan tinggal di sini bersamaku!" Aku membuka pintu mobil untuknya, sementara Pak Japri mengeluarkan koper gadis kampung ini dari bagasi. Gadis kampung ini ingin ke luar dari dalam mobilku. Ia menarik sedikit kain yang dikenakannya agar bisa melangkah ke luar. Aku tahu dia kesulitan untuk turun, tapi aku tidak berniat sedikitpun untuk membantunya. Malas aku untuk menyentuhnya. Tanpa bersuara sedikitpun, dia melangkah mengikuti langkahku. Aku memperkenalkannya kepada empat pekerja di dalam rumahku. "Ini Pak Japri, dan Pak Wito, mereka supir merangkap tukang kebun, dan ini Bik Yunah, dan Bik Atik, tugas mereka untuk mengurus bagian dalam rumah," kataku memperkenalkan. Gadis kampung ini mengulurkan tangannya, untuk bersalaman dengan keempat pengurus rumahku. Kemudian aku membawanya naik ke lantai atas "Ini kamarmu," ujarku, saat kami tiba di depan sebuah kamar yang aku persiapkan untuknya. Ia hanya mengangguk saja, lalu masuk ke dalam kamar itu, dan menutup pintunya tepat di depan hidungku. 'Errr gadis kampung tidak punya sopan santun, dia kan bisa memuji kamarnya bagus, mengucapkan terima kasih, upss aku lupa, dia kan bisu hhhh ....' Aku masuk ke kamarku sendiri, aku ingin mandi dulu sebelum tidur. Aku tidak ingin memikirkan apapun yang akan terjadi besok, aku berharap semua ini hanyalah mimpi buruk. * RANI POV Aku tahu kalau pernikahan ini tidak diinginkan oleh pria itu, aku tahu kalau kami bagaikan air, dan minyak, tidak akan pernah bisa bersatu. Namun, Ibu yang memohon agar aku menuruti keinginan kakek, karena dulu Ibu sudah mengecewakan kakek, dengan kawin lari bersama Ayah. Aku ikhlas melakukan ini demi kebahagiaan Ibu, agar rasa bersalah Ibu pada Kakek sedikit berkurang. Kakek memuji pria ini setinggi langit. Tampan Cerdas Dan bisa diandalkan untuk mengurus perusahaan. Saat ini perusahaan milik orang tua pria ini sedang berkembang, tapi mereka butuh dana besar untuk mengembangkan perusahaannya, dan kakek bersedia menginvestasikan uangnya, dengan syarat pria itu harus menikahiku. Aku bersyukur, karena pria itu seperti tidak berminat sama sekali untuk menatapku, ataupun mencoba bicara padaku, aku akan aman tinggal di sini bersamanya. Aman dari pandangan nakal keponakan kakek, yang sering aku pergoki menatapku seakan ingin menembus pakaianku. Pernikahan ini mungkin diatur Kakek, karena beliau takut aku tidak akan menemukan jodoh, karena dia mengira aku bisu. Aku tidak bisu, aku hanya susah untuk bicara lagi, setelah peristiwa tanah longsor yang membuat aku kehilangan Ayah, dan kedua adikku. Aku mendadak kehilangan suaraku, setelah menangis, dan berteriak tiada henti saat peristiwa itu. Aku, dan Ayah sangat dekat, kehilangannya membuatku merasa kehilangan separuh jiwaku. Mengingat Ayah membuatku tidak bisa menahan air mata, aku selalu begini saat teringat Ayah, dan saudara-saudaraku, air mataku sulit berhenti kalau sudah mengingat mereka. Aku tidak peduli, air mataku sudah membuat bantal menjadi basah. Kilasan peristiwa bersama mereka membuat hatiku merasa pilu luar biasa. Ayah yang begitu aku sayangi, mengapa harus pergi begitu cepat meninggalkan aku. *
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD